NovelToon NovelToon
Godaan Pelakor

Godaan Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Pelakor jahat / Poligami / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bollyn

Aini adalah seorang istri setia yang harus menerima kenyataan pahit: suaminya, Varo, berselingkuh dengan adik kandungnya sendiri, Cilla. Puncaknya, Aini memergoki Varo dan Cilla sedang menjalin hubungan terlarang di dalam rumahnya.

Rasa sakit Aini semakin dalam ketika ia menyadari bahwa perselingkuhan ini ternyata diketahui dan direstui oleh ibunya, Ibu Dewi.

Dikhianati oleh tiga orang terdekatnya sekaligus, Aini menolak hancur. Ia bertekad bangkit dan menyusun rencana balas dendam untuk menghancurkan mereka yang telah menghancurkan hidupnya.

Saksikan bagaimana Aini membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bollyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5: Bukti Video dan Kebangkitan Dendam

Tangan Aini refleks langsung membekap mulutnya sendiri. Walaupun suara desahan dan erangan itu terdengar tertahan, ia tahu, ia sangat mengenali suara berat Varo dan lengkingan manja Cilla.

Karena rasa penasaran yang bercampur ngeri dan amarah, Aini memutuskan untuk mengintip. Dengan sangat perlahan, ia menggeser sedikit daun pintu kamar Cilla.

Deg! Jantungnya berdentum-dentum, terasa seperti drum yang dipukul keras di dalam dadanya.

Aini membeku. Seketika, butiran air mata membasahi pipinya tanpa bisa dicegah. Bibirnya bergetar hebat, ia mati-matian menahan isakan.

Betapa hancurnya Aini. Di depan matanya, Varo, suaminya, sedang bergumul mesra dengan Cilla, adiknya sendiri. Mereka berada di kasur yang baru semalam disiapkan untuk Cilla.

“Kamu benar-benar menggoda, Cilla. Aku sampai nggak bisa tahan lihat kemolekan tubuhmu. Untung banget Mbakmu pergi ke pasar pagi ini. Kita bisa lebih lama memadu kasih,” bisik Varo dengan suara serak, sambil mencium Cilla dengan nafsu.

Cilla tertawa genit, membalas ciuman Varo. “Benarkah, Mas? Apa aku jauh lebih ‘cantik’ daripada Mbak Aini di sini?”

Mereka terlihat saling menikmati permainan menjijikkan mereka itu.

“Jelaslah, Sayang. Kamu lebih hot, jauh lebih bergairah. Kamu juga lebih jago memanjakanku di ranjang. Mbakmu itu? Dia kaku, membosankan. Kalau nggak karena status, aku sudah lama nggak menyentuhnya,” balas Varo tanpa sedikit pun keraguan.

Dunia Aini seakan runtuh. Kata-kata Varo menusuknya berkali-kali, lebih tajam daripada pisau. Sakit sekali mendengar dan melihat semua ini. Mereka begitu asyik dalam hubungan terlarang itu, tanpa sedikit pun menyadari bahwa Aini, sang korban, sedang menyaksikan kelakuan bejat mereka dari balik pintu yang terbuka sedikit.

Napas Aini mulai sesak. Ia merasa oksigen di udara tiba-tiba menghilang. Ia mundur perlahan, seolah kakinya menginjak bara api, lalu memilih melarikan diri dan langsung masuk ke dalam kamarnya, yang kebetulan tak jauh dari kamar Cilla.

Sesampainya di kamar, Aini menumpahkan seluruh air matanya. Ia menangis tanpa suara, membekap bantal erat-erat agar isakannya tidak terdengar hingga ke kamar sebelah.

“Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa mereka berdua, orang-orang yang sangat aku sayangi, melakukan hal sekeji ini? Kenapa mereka tega mengkhianati diriku? Apa salahku sampai aku pantas diperlakukan begini?” Aini meratap dalam hati. Ia menangis sejadi-jadinya, merasakan semua rasa sakit dan pengkhianatan yang menumpuk.

Tiba-tiba, tangisan Aini berhenti. Matanya yang merah kini memancarkan api kemarahan.

“Tidak. Aku nggak terima dengan semua ini! Aku nggak akan membiarkan kalian tenang! Aku tidak akan lagi menjadi Aini yang dulu, yang kalian anggap lemah dan bodoh!”

Aini bangkit, menghapus air matanya dengan kasar. Wajahnya berubah total, dari seorang istri yang rapuh menjadi seorang wanita yang penuh tekad dan dendam.

Setelah memastikan dirinya tenang dan terlihat normal, Aini keluar dari kamar. Kali ini, ia membawa ponselnya, menyalakan kamera, dan menuju kembali ke kamar Cilla.

Kedua manusia bejat itu ternyata masih belum selesai dengan aktivitas menjijikkan mereka. Dengan cepat, Aini mengarahkan ponselnya ke celah pintu, mulai merekam semua kelakuan suami dan adiknya sebagai bukti yang tak terbantahkan.

“Lihat saja, Mas Varo. Aku akan membuatmu menyesal seumur hidup telah mengkhianati diriku. Dan kamu, Cilla, kali ini aku tidak akan mengalah lagi. Tunggu saja, kalian sudah menandatangani surat kehancuran kalian sendiri,” ucap Aini dalam hati, dengan tatapan penuh kebencian dan kepuasan karena telah mendapatkan bukti.

Aini segera bergegas kembali ke kamar untuk menyimpan ponsel dan berpura-pura baru kembali dari pasar.

Aini segera pergi ke dapur, pura-pura mengeluarkan barang belanjaan. Tak lama, Varo keluar dari kamar Cilla, buru-buru menutup pintu, dan langsung menuju kamar mereka untuk berganti pakaian.

“A-Aini? Sayang?” Varo terkejut ketika melihat istrinya sudah berada di dapur, sudah berganti baju, dan sibuk dengan bahan masakan.

Melihat kedatangan Varo, Aini hanya terdiam sejenak. Rasanya ia ingin sekali menampar, memukul, dan menjambak rambutnya hingga botak, tapi ia harus menahan diri. Rencana balas dendamnya tidak boleh gagal karena emosi sesaat.

“Iya, Mas? Ada apa?” seru Aini dengan wajah datar, ia berhasil memasang topeng yang sempurna.

“K-kamu sudah pulang? Kapan?” tanya Varo dengan wajah takut dan penuh kecemasan. Ia khawatir istrinya mengetahui perbuatannya.

“Iya, sudah. Baru saja sampau,” jawab Aini seadanya, melanjutkan memotong sayuran.

“Sudah lama?”

“Emmm… lumayan, Mas. Kenapa? Tumben banget kamu cerewet soal jam pulang aku dari pasar?”

“Eh, nggak apa-apa. Cuma tumben saja kamu pulang dari pasar cepat, nggak seperti biasanya,” elak Varo, berusaha terlihat normal.

“Perasaan aku pulang sama seperti biasa, kok. Sudah ya, Mas, aku mau fokus masak dulu. Kamu mandi sana, jangan sampai telat kerja,” kata Aini, mengusir Varo secara halus.

“Apa dia tahu kalau aku ada ‘main’ dengan Cilla? Tapi kalau dia tahu, pasti dia marah besar, ini sama sekali nggak ada tanda-tanda marah,” gumam Varo dalam hati, penuh kecurigaan. Ia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Ya sudah, Mas. Jangan melamun di sini. Masakanku belum selesai,” ujar Aini lagi.

“Oke, deh. Aku mandi dulu. Semoga dia nggak tahu apa-apa,” Varo pun bergegas masuk ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Tak lama kemudian, Cilla muncul dari kamar. Ia sudah rapi. Ia menghampiri Aini di dapur.

“Mbak!” panggil Cilla. Aini tidak menjawab, ia pura-pura tenggelam dalam masakannya.

“Mbak, sudah lama pulang dari pasar?” tanya Cilla, suaranya sedikit lantang. Tapi lagi-lagi Aini terdiam, hanya membalik nasi di wajan.

“Tumben Mbak Aini cuek. Apa jangan-jangan dia benar-benar melihat aku dan Mas Varo di kamar tadi?” ucap Cilla dalam hatinya, mulai panik.

“Mbak!” Lagi-lagi Cilla memanggil Aini, kali ini sambil menyentuh lengan Aini.

“Iya, Cilla. Ada apa?” Akhirnya Aini mengeluarkan suaranya, nadanya datar.

“Mbak kenapa sih? Aku panggil dan tanya dari tadi nggak jawab. Kamu nggak suka ya aku tinggal di sini?” seru Cilla, langsung menuduh.

“Kamu nggak lihat kalau Mbak lagi sibuk? Aku harus masak cepat biar Mas Varo nggak telat kerja,” jawab Aini, tetap fokus ke masakannya.

“Lagian kamu kenapa belum siap-siap? Bukannya kata kamu hari ini mau berangkat ke kampus untuk mengantar berkas pendaftaran?” Aini membalas tanya.

“Eh, iya, Mbak. Ini juga mau siap-siap, kok. Aku pakai kamar mandi yang di dapur ya,” Cilla langsung menuju kamar mandi kecil yang berada di area dapur.

Saat Cilla masuk ke kamar mandi, Aini menghentikan pekerjaannya. Tiba-tiba air matanya kembali mengalir, namun ia segera menutup mulutnya.

“Ya Allah, kuatkanlah hamba-Mu ini. Aku harus kuat. Demi pembalasan ini,” bisik Aini dalam hati. Ia segera menghapus air matanya, tidak mau ada yang tahu ia sedang menangis.

“Sayang, sarapannya sudah siap?” tanya Varo, yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Ia sudah rapi dengan kemeja kerjanya.

Dengan cepat Aini menghapus air matanya. “Iya, Mas. Ini sudah selesai.”

Dengan cepat Aini menghidangkan nasi goreng buatannya ke atas meja.

Tak lama, Cilla keluar dari kamar mandi, hanya menggunakan handuk yang melilit tubuhnya. Varo melirik Cilla dengan tatapan nakal dan penuh makna. Begitu pula dengan Cilla, ia membalas tatapan Varo dengan senyum genitnya yang mematikan.

“Dasar manusia nggak tahu malu! Ada aku di sini saja masih bisa bermain mata dan pamer kemesraan menjijikkan,” gumam Aini dalam hatinya, kebenciannya semakin mengeras.

“Ini, Mas.” Aini menyodorkan piring yang sudah berisi nasi goreng lengkap dengan telur dadar.

“Terima kasih, Sayang,” ucap Varo, tersenyum manis, senyum yang terasa sangat menjijikkan bagi Aini.

“Iya, Mas. Sama-sama,” jawab Aini dengan tersenyum paksa.

“Wah, nasi goreng!” seru Cilla, yang baru keluar dari kamar dan langsung duduk di sebelah Varo, mengambil piring.

“Aku sudah lama banget nggak makan nasi goreng buatan Mbak,” kata Cilla, lalu melahap nasi goreng itu dengan sangat lahap.

Mereka bertiga pun menikmati sarapan pagi itu. Aini berusaha mati-matian terlihat baik-baik saja di hadapan dua manusia bejat itu.

“Mas berangkat dulu ya, Sayang,” ucap Varo, sambil mencium kening Aini—ciuman yang terasa sangat dingin dan hambar.

Aini sedikit terkejut dengan sikap Varo itu, biasanya Varo langsung berangkat kerja tanpa bicara atau mencium kening istrinya. Penciuman ini pasti hanya untuk menghilangkan rasa curiganya, pikir Aini sinis.

“Mbak, aku berangkat dulu ya,” ujar Cilla, sambil mencium tangan Aini.

“Iya, hati-hati di jalan,” jawab Aini dengan wajah datar, berhasil menjaga emosinya.

Di dalam mobil, Cilla langsung membuka pembicaraan.

“Mas, apa Mbak Aini nggak curiga dengan kita? Dia tadi pagi agak aneh,” tanya Cilla, merasa gelisah.

“Emmm, sepertinya nggak, Sayang. Dia terlalu bodoh untuk mencurigai kita,” ucap Varo dengan nada meremehkan.

“Aku pikir tadi Mbak Aini tahu, Mas. Soalnya pas aku ke dapur, dia sudah selesai masak aja. Padahal aku dengar dia baru pulang,” Cilla masih merasa cemas.

“Iya, Mas juga tadi kaget lihat Mbakmu sudah di kamar aja. Tapi coba ingat, Sayang. Mas sempat tanya, dia jawab biasa saja, nggak ada respon yang aneh atau emosi. Dia bahkan nggak membentak. Wanita kalau cemburu pasti langsung ngamuk, kan?” jelas Varo, meyakinkan Cilla.

“Syukurlah kalau Mbak Aini nggak tahu,” Cilla menghela napas lega.

“Lagian Mbakmu itu memang bodoh. Dia nggak akan tahu atau curiga dengan hubungan kita. Dia terlalu sibuk jadi istri yang sempurna sampai nggak sadar kalau suaminya sudah lama nggak tertarik dengannya,” ejek Varo.

“Benar juga kata Mas. Mbak itu memang bodoh, gampang dibohongi,” Cilla tertawa sinis.

Tiba-tiba, Cilla memukul pelan bahu Varo.

“Oh ya, Mas! Kamu kenapa tadi pakai cium kening Mbak Aini segala sih? Aku kan jadi cemburu!”

“Mas ngelakuin itu supaya Mbakmu nggak curiga, Sayang. Itu cuma topeng! Sebenarnya Mas juga jijik pegang dia, apalagi buat cium dia. Ciuman Mas cuma buat kamu,” Varo berbohong, padahal ia hanya ingin mengamankan posisinya.

“Tapi aku kan cemburu, Mas,” rengek Cilla manja.

“Ya sudah, Mas minta maaf ya."

Di rumah, Aini yang sudah ditinggalkan mereka, hanya bisa tersenyum dingin. Ponselnya sudah menyimpan bukti video yang akan menghancurkan senyum Varo dan Cilla selamanya.

Bersambung

...****************...

1
rian Away
MAMPUS JALANG
Dede Azwa
kejutan Mulu thorrr..bosen denger ny,,,harus ny langsung ke inti ny....bikin darting liat ny😡
Dede Azwa: iya kak othor sama"🤭semoga kedepannya lebih gacorrr lagi...bagus ceritanya pemeran utama ny gak menye" pertahan kan KK..sukses selalu kak othorr buat novel ny👍💪🥰
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!