Keyz berpetualang di Dunia yang sangat aneh. penuh monster dan iblis. bahaya selalu datang menghampirinya. apakah dia akan bisa bertahan?
Ini adalah remake dari novel yang berjudul sama. dengan penambahan alur cerita.
selamat membaca
kritik dan saran di tunggu ya. 😀
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Devil And Angel
Flip akhirnya kelelahan. Setelah berulang kali mencoba membangunkan Keyz yang pingsan dan tak menunjukkan tanda-tanda sadar, tubuh kecilnya mulai melemah. Dengan mata yang nyaris tertutup, ia kembali mengecil, lalu perlahan menyelinap masuk ke dalam baju Keyz, mencari kehangatan di dada tuannya yang masih bernapas pelan. Dalam hitungan detik, suara napasnya melembut dan akhirnya dia tertidur di tengah di dada Keyz yang hangat.
Nex
Sementara itu. Di luar pertempuran antara Gabby dan Lucxy masih terus berlangsung. Dua makhluk surgawi dan neraka itu kini sama-sama berdiri dengan tubuh penuh luka. Darah bercampur cahaya dan api mengalir dari tubuh mereka, menetes ke tanah yang sudah retak akibat benturan kekuatan mereka.
Asap hitam dan cahaya keemasan terus beradu di udara, menciptakan badai kecil yang mengguncang sekitarnya.
Lucxy, atau Lucifer — yang kini hanya tinggal tulang belulang yang diselimuti api hitam — memandangi Gabby dengan senyum getir. Dari mulut tengkoraknya keluar kabut hitam pekat yang berbau busuk, menyebar seperti racun di udara.
“Kau semakin kuat, Gabby,” katanya pelan, suaranya bergetar serak tapi masih menyimpan sisa wibawa raja iblis. “Siapa yang mengajarkan ilmu pedang kepadamu?”
Gabby, dengan sayapnya yang compang-camping dan zirah emas yang sudah retak di banyak tempat, tersenyum sinis.
“Mau tahu saja? Apa benar-benar mau tahu?” katanya dingin, memutar pedangnya yang masih meneteskan darah hitam.
Lucxy terkekeh, tawa beratnya menggema di dalam gua.
“Ah, sudahlah...” katanya datar. “Sebentar lagi kau akan mati di tanganku. Sayang sekali, Gabby. Kita tak bisa berdiri di pihak yang sama lagi.”
Gabby menatapnya tajam.
“Walaupun kau membunuhku berkali-kali, Tuhan akan selalu menghidupkanku kembali.” Suaranya keras dan bergetar oleh keyakinan. “Bersama denganmu? Hah! Jangan bercanda. Kau ingin disamakan dengan Penciptamu sendiri? Jangan main-main, iblis jahanam.”
Lucxy tertawa kecil, tapi tawa itu terdengar menyedihkan.
“Oh, kata-katamu menusuk hatiku, sayang. Padahal dulu... kita saling mencintai.”
Gabby menggeleng pelan, wajahnya kini dipenuhi air mata bercahaya.
“Aku menyesal pernah mencintai iblis sepertimu, Lucifer.”
Mendengar nama aslinya disebut, wajah tengkorak Lucifer langsung berubah. Api hitam di sekujur tubuhnya menyala lebih besar, dan udara di sekeliling mereka mendadak menjadi berat. Aura kemarahan yang luar biasa terpancar dari tubuhnya, membuat bumi di bawah mereka bergetar hebat.
Tanpa sepatah kata pun, Lucifer menerjang. Pedangnya menembus dada Gabby dengan satu serangan lurus yang mematikan.
Namun, di detik yang sama—
Pedang Gabby juga telah menembus dada Lucifer.
Keduanya terhenti. Waktu seakan membeku.
Lucifer menatap mata Gabby yang hitam legam, sementara Gabby menatap tengkorak wajah Lucifer dengan mata penuh duka.
“Kau... benar-benar menjadi sangat kuat, Gabrielle...” bisik Lucifer pelan.
Gabby tersenyum kecil, darah bercampur cahaya menetes dari bibirnya. Tak ada lagi kata-kata. Hanya hembusan napas terakhir yang perlahan menghilang di udara.
Nex
“Akhirnya mereka berhenti bertarung juga,” gumam Beasthlord pelan, napasnya tersengal. “Sial… kekuatanku terkuras habis.”
"Poft"
Dalam sekejap, tubuhnya yang semula berupa tameng berkepala singa memancarkan cahaya lembut, lalu berubah menjadi seekor manusia kucing gemuk berwarna biru. Bulu-bulunya lembut berkilau, namun wajahnya tampak kelelahan.
Setelah memastikan kedua makhluk halus di luar benar-benar tak bergerak lagi, Beasthlord menghela napas lega. Ia berjalan tertatih mendekati pintu emas yang ia jaga, lalu menempelkan telapak tangannya ke permukaannya. Pintu itu perlahan terbuka dengan suara berat yang bergema lembut di seluruh ruangan.
“Syukurlah, perpustakaan dunia ini masih utuh. Ternyata kekuatanku belum sepenuhnya pudar, nyan…”
Ia buru-buru menutup mulutnya, wajahnya memerah.
“Ugh… kebiasaan buruk setiap kali aku dalam wujud seperti ini, nyan.”
Beasthlord kemudian berkeliling dari sudut ke sudut ruangan, matanya tajam mengamati setiap rak buku. Saat ia mencapai bagian altar, langkahnya terhenti mendadak. Mata bulatnya membesar, bulunya berdiri.
“Nyan!! Apa yang terjadi di sini, nyan!?” teriaknya panik. Ia berlari ke atas altar, melihat Tabut Solomon telah terbuka dan kitab sucinya hangus menjadi abu.
“Tidak!!! Nyaaaaannn!!! Apa yang kalian lakukan, nyan!?” jeritnya histeris sambil berlari ke sana kemari, seperti kucing kehilangan akal.
Ia segera menghampiri Keyz yang terbaring tak sadarkan diri di lantai.
“Hei! Anak muda! Bangun! Cepat bangun!” Beasthlord mengguncang tubuh Keyz, tapi tak ada reaksi sedikit pun.
Dari balik dada Keyz, terdengar suara kecil menguap. Flip, yang tadi bersembunyi di balik bajunya, keluar sambil mengucek mata dengan wajah malas.
“Ada apa, pussy cat? Kenapa kamu berisik banget?” gumamnya setengah sadar.
“Wjdhjswkhs!! Kau memanggilku apa, nyan!?” teriak Beasthlord sambil melotot, telinganya menegak seperti seekor kucing marah.
“Kyahahahaha! ‘Nyan’? Lucu sekali!” tawa Flip pecah begitu saja. Ia berguling di atas perut Keyz, tertawa terbahak-bahak hingga air matanya keluar.
“Sialan! Aku ini Beasthlord yang agung!” raung si kucing biru dengan nada kesal. “Aku sudah melindungi tempat ini dari kehancuran berkali-kali—”
“Beasthlord?” potong Flip sambil menahan tawa. “Jangan bercanda, pussy cat. Beasthlord itu cuma hiasan pintu yang bisa bicara.”
“Uughh… sial!” Beasthlord menggertakkan gigi. “Lihat ini, nyan!”
Sekejap kemudian, “Poft!” — tubuhnya berubah menjadi tameng berkepala singa seperti semula. Namun hanya sesaat, sebelum akhirnya kembali menjadi manusia kucing gemuk lagi.
“Sialan… kekuatan sihirku terkuras habis karena mengucap ‘Aegis’ terlalu sering, nyan.” Ia terduduk lemas di lantai.
Flip menatapnya terpana, lalu tertawa geli sambil menepuk pipinya sendiri.
“Heee… aku kira wujud aslimu itu singa besar yang gagah. Ternyata cuma seekor kucing gemuk yang lucu banget, nyan!”
“Jangan ikutan ngomong ‘nyan’, nyan!” seru Beasthlord, wajahnya semakin memerah.
“Ah, sialan… kebiasaan buruk, nyan…” gumamnya sambil menutup wajahnya dengan kedua cakarnya, "Aku malu sekali, Nyan.".
Nex
Ketika Keyz sadar dari pingsannya, suara dengkuran dua makhluk langsung menyambut pendengarannya. Ia membuka mata perlahan, dan mendapati Flip serta Beasthlord tertidur pulas di sampingnya. Dengkuran mereka beradu seperti paduan suara aneh yang sama sekali tidak harmonis.
“Astaga... manusia kucing. Tambah lagi makhluk aneh.” gumam Keyz sambil mengusap wajahnya. “Aku sama sekali tidak tahu ada makhluk seperti mereka. Bahkan ayahku pun tak pernah bercerita, kecuali di buku-buku dongeng.”
Ia perlahan bangkit, berhati-hati agar tidak membangunkan keduanya. Gerakannya pelan, seolah sedang mengendap-endap di sarang naga. “Apa di sini tidak ada makanan sama sekali?” bisiknya sambil memegang perutnya yang mulai berbunyi.
Keyz mulai berjalan mengelilingi perpustakaan bawah tanah itu. Ia menelusuri setiap sisi, menyibak tirai debu, menatap dinding batu yang diselimuti lumut bercahaya, berharap menemukan pintu menuju ruangan lain—barangkali dapur tersembunyi atau gudang bekal. Tapi hasilnya nihil.
Akhirnya, langkahnya terhenti di depan pintu masuk. Pintu itu kini roboh, dan hiasan kepala singa yang sebelumnya menempel di sana telah hilang tanpa jejak.
“Kemana perginya Beasthlord?” gumamnya sambil memeriksa bekas-bekas goresan di permukaan pintu emas itu. “Lagian, benda seperti itu mana mungkin bisa berjalan sendiri kan?... apa dia dicuri? Tapi, apakah ada manusia lain selain aku di sini?”
Keyz tidak sadar—di belakangnya, hanya beberapa meter dari tempat ia berdiri—dua sosok agung berdiri saling berhadapan dengan pedang yang saling menembus tubuh satu sama lain.
Keduanya Gabby dan Lucxy. Tubuh mereka semakin lama semakin pudar.
Dari tubuh Gabby, cahaya putih berkilauan naik ke udara, berputar lembut seperti serpihan bintang. Sedangkan Lucxy memudar menjadi abu pekat yang menyebar di udara, lalu jatuh mencemari air jernih gua hingga berubah menjadi kelam.
Keduanya meninggalkan dua pedang yang tertancap di tanah, serta dua bola kristal kecil — satu putih, satu hitam.
Gua yang dulu tampak seperti mahakarya dewa kini berubah menjadi reruntuhan. Batu-batu mulia yang dahulu memancarkan cahaya kini hancur. Dinding gua retak, harta karun Qarun yang menumpuk di sana kini tertimbun longsoran.
Keyz, yang belum menyadari tragedi itu, berjalan menuju tepi danau bawah tanah. Ia mengerutkan kening melihat airnya kini keruh kehitaman.
“Aneh... tadi air ini jernih sekali lho.”
Ia menunduk, lalu menengadah menatap air terjun di tengah danau yang masih mengalir bening.
“Kalau yang itu, airnya masih bisa diminum.”
Keyz meneguk air dari air terjun itu, menuntaskan dahaganya. Setelah itu ia kembali berkeliling. Di sepanjang jalan, terdapat koin koin emas yang berserakan. Ia mengantongi semuanya tanpa ragu. Batu zamrud, permata, semua dia pungut satu per satu.
Namun langkahnya terhenti saat melihat dua bola kristal dan dua pedang besar yang tertinggal di tanah.
“Apa orang-orang yang bertarung tadi meninggalkan benda-benda ini?” gumamnya pelan. Ia memungut kedua bola kristal itu dan menatapnya penuh rasa ingin tahu.
“Lumayan, bisa dijual... tapi dijual ke siapa?” ia mengangkatnya tinggi-tinggi, menerawang ke arah cahaya samar dari dinding gua.
Ajaibnya, di dalam bola kristal itu tampak sesuatu yang bergerak, samar seperti kabut yang hidup.
Keyz memiringkan kepala, menimbang-nimbang. Ia mengendus, menimang, lalu—karena kebiasaan bodohnya—menjilat permukaannya.
Tepat saat itu—
“Heh!” terdengar suara keras dari belakangnya. “Apa yang kamu lakukan!?”
Keyz kaget setengah mati. Spontan, kedua bola kristal itu tergelincir ke tenggorokannya dan tertelan bulat-bulat.
“Siapa kamu!?” teriak suara itu lagi.
Keyz tersedak, batuk keras, memukuli dadanya sambil mencoba memuntahkan benda itu. Tapi bola kristal itu justru makin turun ke perutnya.
“Jawab aku! Siapa kamu!?” suara itu bergema lagi, kini lebih keras.
“Hemk! Hemk!!” Keyz berlari terbirit-birit ke arah air terjun, menenggak air sebanyak mungkin untuk mendorong rasa tersedak itu—dan tanpa sadar, ia menelan kedua bola kristal itu sepenuhnya.
Lalu...
“SIAPA KAMU!? DAN APA YANG KAU LAKUKAN DI TEMPAT SUCI INI!?”