Arumi menikah dengan pria yang tidak pernah memberikan cinta dan kasih sayang padanya, pria yang selalu merasa tak pernah cukup memiliki dirinya. Kesepian dan kesunyian adalah hal biasa bagi Arumi selama satu tahun pernikahannya.
Raka— suami Arumi itu hanya menganggap pernikahan mereka hanya sekedar formalitas semata dan bersifat sementara. Hal ini semakin membuat Arumi menjadi seorang istri yang kesepian dan tidak pernah bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 : Tuduhan Selingkuh
“Bertahan dengan pernikahan bukan sebuah kebodohan, Arumi. Yang bodoh itu ketika sudah dikhianati terang-terangan dan nyata kita tak diinginkan tapi kamu masih bertahan, itu yang namanya bodoh,” terang Pram yang membuat Arumi kembali berpikir akan dirinya lagi.
“Intinya aku ini sangat bodoh?”
“Iya, buatku kamu memang bodoh jika terus bertahan. Lepaskan saja, dia tidak akan pernah menghargaimu jika kamu terus bertahan. Dia akan menahan ego karena menurutnya kamu akan terus memilih dia.”
“Tapi perceraian akan merusak nama baik dia dan keluarganya, Pram.”
“Lepaskan saja dia secara baik-baik dan bicarakan semua dengan baik juga. Kalau memang kamu harus berkorban akan sesuatu, tidak masalah asalkan kamu bisa bahagia dengan dirimu sendiri. Kebahagiaan bukan hanya untuk Raka, tapi juga untukmu, Arumi.” Perkataan Pramudya sukses membuka pemikiran Arumi, pecah tangis perempuan itu di hadapan pria asing yang baru saja dia kenal.
“Terima kasih ya, aku merasa jauh lebih tenang sekarang.”
“Kamu belum tenang, Arum. Kamu hanya baru saja merasakan sebuah kelegaan, belum ketenangan.”
“Iya Pram kamu benar sekali.”
“Menangis saja kalau kamu memang ingin menangis, tidak perlu ditahan. Selama ini kamu menangis karena sesuatu dan sekarang menangislah karena kelegaan terlepas dari sesuatu itu,” ujar Pram lagi dan kali ini memang Arumi menangis tanpa menahan beban apapun lagi.
Pramudya beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke suatu tempat yang entah ke mana, Arumi pun tidak tahu. Tapi yang terpenting bagi Arumi saat ini adalah menangis tanpa mempedulikan siapa pun juga.
Benar-benar lepas rasa hati Arumi saat ini, tak lama Pram kembali duduk di sampingnya dengan membawakan sebuah tissue dan juga air mineral untuk Arumi. Perempuan itu terkekeh melihat beberapa cemilan juga ada di dekatnya.
Arumi menghapus air mata serta cairan yang keluar juga di hidung dengan tissue lalu meminum air mineral pemberian Pram.
“Terima kasih,” ucap Arumi singkat.
“Sama-sama, sudah puas?” Arumi mengangguk sambil memberikan senyuman terbaiknya.
“Aku akan menyelesaikan masalah dengan caraku sendiri. Aku sudah terpikir cara terbaik untuk melepaskan diri dari semua ini, Pram.” Pramudya mengangguk lalu meneguk minumannya juga.
Untuk beberapa menit ke depan, mereka terus berbincang hal ringan tanpa mengenal satu sama lain terlalu jauh, mereka juga memakan cemilan bersama sambil membicarakan beberapa orang yang lewat hingga taman itu mulai ditinggalkan pengunjung satu per satu.
Arumi melirik jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ia tersentak kaget lalu berdiri dengan refleks yang membuat Pram ikut berdiri.
“Ini sudah sangat malam, suamiku pasti menunggu di rumah. Aku pulang dulu ya.”
“Mau aku iringi kamu pulang?”
“Tidak perlu, Pram. Lagian jalanan masih ramai. Nanti suamiku berpikir kamu selingkuhanku lagi,” jawab Arumi diiringi tawa kecilnya.
“Ya sudah, hati-hati Arumi.”
“Terima kasih ya Pram. Sekali lagi terima kasih banyak, senang mengenalmu.”
“Sama-sama Arumi.”
Pramudya menatap kepergian Arumi dengan senyum menghiasi wajah tampannya. Perlahan senyum itu memudar dan tatapannya menjadi sendu, mengingat betapa sakit Arumi menghadapi pernikahannya. Rasa sakit itu juga pernah dia rasakan dengan istrinya dulu hingga dirinya kehilangan dua orang anak sekaligus.
...***...
Baru saja sampai di halaman rumah, Arumi disambut dengan tatapan tajam oleh Raka yang ternyata menunggunya di teras. Arumi berjalan tanpa peduli dengan tatapan itu dan mendekati suaminya.
“Wow ... Katanya bukan tukang selingkuh dan juga bukan pengkhianat, tapi apa ini?” Raka menunjukkan foto Arumi bersama dengan Pram ketika di taman tadi. “Kau malah bermesraan di taman dengan pacarmu itu di malam minggu yang cerah ini dan baru pulang jam 11 malam. Hebat sekali ya, Arum.”
“Itu bukan seperti apa yang kau lihat, kau mengikuti aku?”
“Iya, aku menyusulmu setelah panggilan itu berakhir dengan mengikuti lokasi di ponselmu yang aktif. Apa yang aku temukan? Perselingkuhanmu.” Arumi terkekeh mendengar perkataan Raka itu, baginya, tuduhan tersebut hanyalah sebuah alibi untuk Raka mencari-cari kesalahannya.
“Mau berdebat ternyata makanya kamu pulang ke sini. Lebih baik kita masuk, tidak enak dilihat oleh satpam pertengkaran ini,” ajak Arumi lalu ia melenggang masuk yang membuat Raka menganga.
Raka mengikuti langkah istrinya dari belakang dan mereka melanjutkan perbincangan di dalam kamar.
Arumi menaruh tas kecil miliknya lalu mengganti pakaian dengan piyama tidur. Dia tidak peduli dengan tuduhan yang terus dilemparkan oleh Raka padanya sepanjang kegiatan ringan itu terjadi.
Arumi duduk dengan tenang di sofa memperhatikan Raka yang mondar-mandir di depannya sambil mengeluarkan kata-kata menusuk pada Arumi.
“Apa selangkanganmu juga dinikmati olehnya hah?” tanya Raka dengan nada kesal di akhir ocehannya pada Arumi.
“Memangnya di taman boleh melakukan hal hina itu? Apa kau dan Nadira pernah melakukan di tempat terbuka juga?” balas Arumi yang membalikkan pertanyaan suaminya.
“Aku bertanya padamu, Arumi. Jangan suka mencari kesalahanku, aku sedang membicarakanmu.”
“Aku tidak selingkuh dan juga tidak berhubungan badan dengan yang bukan suamiku. Aku masih menjunjung tinggi harga diri sebagai seorang istri sampai detik ini,” sahut Arumi dengan tenang sedangkan Raka tampak gelisah dalam ucapannya.
“Lalu siapa laki-laki tadi, sialan?”
“Dia hanya orang asing yang tiba-tiba duduk di sampingku.”
“Bohong. Kau terlihat mesra dengannya.”
“Kau selalu tidak pernah mempercayai aku, itu faktanya, Raka. Tapi semua itu aku maklumi, tuduhan akan perselingkuhan ini aku maklumi juga karena apa? Karena orang yang berselingkuh akan selalu merasa was-was pada pasangannya, dia takut jika pasangannya juga memiliki perilaku menyimpang seperti apa yang dia lakukan. Dan sayangnya, aku tidak mengikuti jejakmu dengan mencari kehangatan lain di ranjang yang tidak halal untukku.” Raka langsung terdiam mendengar perkataan yang tenang itu, Arumi jelas menunjukkan dengan wibawanya bahwa dia tidaklah berselingkuh.
Raka terduduk lalu memijat pelipisnya sebentar dan menekukkan kepala. Cukup berat kepalanya saat ini setelah tadi mengetahui fakta bahwa Nadira tidak pernah membuatkan makanan secara langsung untuknya. Raka merasa sedikit kecewa saat Nadira mengaku kalau dia tidak bisa memasak dan makanan yang dimakan oleh Raka selama ini adalah buatan pelayannya.
Hal itu membuat Raka beringsut untuk pulang ke rumah. Pria itu sangat benci dibohongi dengan hal sekecil apapun dan selama bersama Arumi, tak pernah ia dibohongi.
Ditambah lagi beberapa masalah di perusahaannya serta kerugian besar yang dia alami belakangan ini sampai dirinya ditekan habis-habisan oleh Zafran di kantor.
Arumi melihat ketidakstabilan emosi Raka, ia bisa merasakan bahwa suaminya sedang bersedih dan memiliki beban pikiran.
Arumi berlutut di depan Raka lalu memegang kedua tangan suaminya itu.
“Kamu sedang memiliki beban pikiran ya?” tanya Arumi dengan nada rendah dan pelan. Raka menatap istrinya itu lalu kembali mengalihkan pandangannya agar mata mereka tak beradu pandang.
“Bukan urusanmu.”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
sama-sama kagak gunaaa/Hammer//Joyful/
istri sah : Ngabisin duit suami
pelakor : ngabisin duit buat ngabisin nyawa istri sah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
pelakor sakit hati : cari pembunuh bayaran 🤣🤣 gak ada harga dirinya lu Dir