NovelToon NovelToon
Mahkota Surga Di Balik Cadar Fatimah

Mahkota Surga Di Balik Cadar Fatimah

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cintapertama / Mengubah Takdir / Obsesi / Cinta pada Pandangan Pertama / Fantasi Wanita
Popularitas:57
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

Darah kakaknya masih basah di gaun pestanya saat Zahra dipaksa lenyap.
Melarikan diri dari belati ayahnya sendiri, Zahra membuang identitas ningratnya dan bersembunyi di balik cadar hitam sebagai Fatimah. Di sebuah panti asuhan kumuh, ia menggenggam satu kunci logam bukti tunggal yang mampu meruntuhkan dinasti berdarah Al-Fahri. Namun, Haikal, sang pembunuh berdarah dingin, terus mengendus aromanya di setiap sudut gang.
Di tengah kepungan maut, muncul Arfan pengacara sinis yang hanya percaya pada logika dan bukti. Arfan membenci kebohongan, namun ia justru tertarik pada misteri di balik sepasang mata Fatimah yang penuh luka. Saat masker oksigen keadilan mulai menipis, Fatimah harus memilih: tetap menjadi bayangan yang terjepit, atau membuka cadarnya untuk menghancurkan sang raja di meja hijau.
Satu helai kain menutupi wajahnya, sejuta rahasia mengancam nyawanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18: Suara Lembut di Balik Kain

"Jangan bergerak atau peluru ini akan menembus kepala anjingmu!" Teriakan itu melengking di tengah kesunyian rawa, membuat lima pria bersenjata itu tersentak kaget.

Fatimah berdiri tegak di atas gundukan tanah, separuh tubuhnya tersembunyi di balik bayangan pohon besar yang rimbun. Tangan kanannya memegang sebuah dahan kayu runcing yang diarahkan tepat ke leher anjing pelacak yang kini justru meringkuk ketakutan. Kejadian itu sangat mengejutkan karena Fatimah yang biasanya tampak rapuh kini memancarkan aura keberanian yang mematikan.

"Lepaskan hewan itu dan pergilah jika kalian masih sayang nyawa!" perintah Fatimah dengan nada suara yang rendah namun penuh tekanan.

"Berani sekali wanita bercadar ini mengancam kita, siapa sebenarnya dia?" tanya salah satu anak buah pengejar dengan tawa mengejek.

"Jangan banyak bicara, cepat tangkap dia hidup-hidup sebelum bos marah!" seru pria lain sambil mulai melangkah mendekati Fatimah.

Di balik semak belukar yang hanya berjarak beberapa meter, Arfan menahan napasnya sambil mencengkeram rumput liar dengan sangat kuat. Ia tidak menyangka wanita yang selama ini dianggapnya butuh perlindungan justru mempertaruhkan diri untuk menjadi tameng baginya. Baskara yang berada di samping Arfan memberikan isyarat agar mereka tetap rendah dan bersiap untuk menyerang dari arah samping.

"Fatimah sedang mengulur waktu, kita harus bergerak sekarang ke arah perahu nelayan itu," bisik Baskara tepat di telinga Arfan.

"Aku tidak bisa membiarkannya menghadapi lima orang bersenjata sendirian, Baskara," balas Arfan dengan raut wajah yang menegang hebat.

"Percayalah padanya, dia bukan wanita sembarangan, sekarang fokuslah pada langkahmu," tegas Baskara sambil menarik bahu Arfan perlahan.

Fatimah melihat gerakan bayangan Arfan dan Baskara yang mulai menjauh menuju tepian sungai yang lebih dalam. Ia harus memastikan perhatian para pengejar tetap tertuju padanya agar rencana pelarian itu berhasil sepenuhnya. Dengan gerakan yang sangat cepat, Fatimah melempar batu tajam ke arah lampu senter yang dipegang oleh pemimpin kelompok itu hingga hancur berkeping-keping.

"Sial! Dia menghancurkan lampuku, cepat tembak ke arah pohon itu!" teriak sang pemimpin yang kini murka karena kegelapan kembali menguasai rawa.

Suara tembakan menyalak beberapa kali, merobek dedaunan dan menghantam batang pohon tempat Fatimah baru saja berdiri. Namun, wanita itu sudah bergerak lincah seperti bayangan, menyelinap di antara akar-akar besar tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Keahlian bergerak di medan sulit ini adalah hasil dari pelariannya selama berbulan-bulan dari kejaran orang-orang jahat itu.

"Di mana dia? Wanita itu menghilang seperti hantu di balik kabut!" keluh salah satu pengejar yang mulai merasa ngeri.

"Cari di balik rawa itu, dia tidak mungkin terbang ke langit!" sahut rekannya sambil menodongkan senjata ke segala arah.

"Berhenti di sana atau kalian akan terperosok ke dalam lumpur hisap!" Suara lembut Fatimah terdengar lagi, kali ini dari arah belakang mereka.

Arfan berhasil mencapai pinggiran sungai dan naik ke atas perahu kecil yang sudah disiapkan oleh seorang nelayan tua. Tubuhnya sangat lemah, namun matanya terus menatap ke arah kegelapan rawa, berharap sosok bercadar itu segera muncul dari balik kabut. Setiap detik yang berlalu terasa seperti satu tahun bagi Arfan yang dilanda rasa cemas yang tak berujung.

"Cepat naikkan dayung itu, kita harus segera menjauh dari jangkauan tembakan mereka," ujar nelayan tua itu dengan suara yang mendesak.

"Tunggu sebentar lagi, wanita itu belum kembali, dia masih ada di dalam sana!" pinta Arfan dengan nada yang penuh keputusasaan.

"Arfan, lihat itu! Sesuatu sedang bergerak menuju ke sini dengan sangat cepat!" teriak Baskara sambil menunjuk ke permukaan air.

Sesosok bayangan hitam melompat dari atas dahan pohon langsung ke arah bagian belakang perahu yang mulai bergerak menjauh. Itu adalah Fatimah, nafasnya terengah-engah dan kain cadarnya sedikit robek di bagian pinggir akibat terkena ranting pohon. Ia segera duduk di lantai perahu sambil memegangi dadanya yang berdegup kencang seolah ingin melompat keluar dari rongga tubuhnya.

"Kau selamat? Apa ada bagian tubuhmu yang terkena peluru mereka?" tanya Arfan dengan suara yang bergetar saat menyentuh lengan Fatimah.

"Aku baik-baik saja, Tuan Arfan, hanya sedikit tergores kayu," jawab Fatimah dengan suara lembut yang menenangkan.

"Terima kasih... aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak melakukan aksi gila tadi," bisik Arfan sambil menundukkan kepalanya.

Fatimah hanya terdiam, matanya menatap riak air sungai yang memantulkan sisa cahaya bulan di tengah kegelapan malam. Ia menyadari bahwa rahasia kekuatannya mulai terungkap sedikit demi sedikit di depan Arfan, pria yang seharusnya tidak boleh tahu terlalu banyak. Keheningan pun menyelimuti mereka berdua di atas perahu yang kini membelah kesunyian sungai menuju tempat persembunyian yang baru.

Nelayan tua itu terus mendayung perahu menuju sebuah teluk kecil yang dipenuhi oleh hutan bakau yang sangat rapat. Di sana, terdapat sebuah rumah panggung tua yang tampak sudah lama tidak dihuni namun cukup kokoh untuk dijadikan tempat berlindung sementara. Baskara segera turun lebih dulu untuk memastikan tidak ada pengintai lain yang sudah menunggu di sekitar dermaga kayu itu.

"Tempat ini cukup aman untuk merawat luka Tuan Arfan semalam ini," kata nelayan tua itu sambil mengikat tali perahu.

"Ayo Arfan, aku akan memapahmu masuk, kau butuh istirahat total sekarang," ajak Baskara sambil merangkul pinggang Arfan.

"Fatimah, ikutlah dengan kami, jangan tinggal di luar sendirian," ajak Arfan sambil menoleh ke arah wanita itu.

Fatimah mengangguk pelan, ia melangkah turun dari perahu dengan sangat hati-hati agar tidak membasahi pakaiannya lebih jauh. Saat ia berjalan melewati Arfan, sebuah harum bunga melati yang sangat samar tercium oleh Arfan dari balik kain hitam yang dikenakan Fatimah. Harum itu seolah membawa ingatan Arfan kembali ke masa lalu, ke sebuah taman bunga tempat Luna sering menghabiskan waktu sorenya.

"Fatimah, bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu nanti?" tanya Arfan secara tiba-tiba saat mereka sampai di depan pintu rumah.

"Tentu saja, Tuan, tapi setelah kau mendapatkan perawatan yang layak," jawab Fatimah tanpa menoleh sedikit pun.

"Tentang harum ini... harum yang sangat aku kenal dari masa laluku," gumam Arfan yang membuat langkah kaki Fatimah mendadak terhenti.

Fatimah mematung di ambang pintu, menyadari bahwa penyamarannya kini berada di ujung tanduk karena ingatan tajam pria yang diselamatkannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!