"Aku hanya jadi seorang pemeran pembantu! tidak... aku maunya jadi pemeran utama yang cantik bukan wanita dengan muka yang mengerikan ini. "
Mei Yi yang seorang dokter jenius tiba-tiba mendapati dirinya berada di dalam cerita Wattpad yang sedang di bacanya. Ia menjadi Luo Yi Seorang anak jendral yang tak di anggap dan di kucilkan karena penampilannya.
Karena kebiasaannya, yang tak pernah membaca dengan teliti dan suka men skip bagian adegan pentingnya Mei Yi kebingungan dengan jalan cerita Wattpad itu. Ia harus bisa menentukan nasipnya sendiri , dan tak ia sadari bahwa dalam cerita Wattpad itu banyak adegan berbahaya yang bisa mengancam nyawanya.
Akankah Mei Yi bisa melewati adegan berbahaya itu dan berakhir bahagia?
Mau tau kelanjutan ceritanya? jangan lupa baca sampai akhir ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 05-Penyelamatan dramatis
Setelah berhasil mendapatkan uang, Luo Yi dan Hui bergegas menuju toko Herbal. Mata Luo Yi berbinar kagum. Suasana yang selama ini hanya ia saksikan di drama televisi, kini nyata di hadapannya. Udara segar tanpa polusi, sunyi tanpa hiruk pikuk kendaraan. Ia bahkan tak menemukan orang terluka akibat kecelakaan kendaraan. Senyum tipis terukir di bibir Luo Yi; ia mulai merasa nyaman di tempat ini.
Hui menggenggam tangan Luo Yi, menariknya menuju toko herbal. Toko kecil itu bersih dan tertata rapi, namun aroma rempah-rempah yang kuat langsung menyengat hidung Luo Yi. Ia menatap berbagai botol berisi ramuan obat yang tertata di atas meja, matanya berkilat penasaran.
Seorang kakek tua dengan rambut putih seputih salju dan janggut panjang yang menjuntai sampai dada, menghampiri mereka dengan langkah perlahan. Senyum ramah terkembang di wajahnya yang keriput.
"Ada yang bisa saya bantu, Nona-nona?" tanyanya, suaranya lembut dan menenangkan.
Luo Yi menoleh, mengamati kakek itu dengan seksama. Ada aura misterius yang terpancar darinya. Ia sedikit gugup, namun tetap berusaha tenang.
"Saya mencari beberapa bahan obat langka, Kakek. Mungkin Kakek punya?" tanyanya.
Kakek itu menatap Luo Yi dengan tajam, namun tatapannya tak mengintimidasi. Ia mengelus janggutnya dengan lembut, senyumnya masih melekat.
"Bahan obat apa yang Nona cari?"
Luo Yi menarik napas dalam-dalam, mengingat-ingat daftar bahan obat yang dibutuhkan. Matanya berbinar penuh harap.
"Saya butuh empat bahan obat yang sangat langka, Kakek. Kelopak bunga Houpo, serbuk bunga peony, akar ginseng berusia seratus tahun, dan empedu ular salju."
Kakek itu terdiam sejenak, mengangguk-angguk pelan, matanya berkilat berpikir. Lalu, dengan langkah yang sedikit lebih cepat dari sebelumnya, ia masuk ke dalam ruangan kecil di belakang toko. Detik-detik terasa begitu panjang bagi Luo Yi.
Tak lama kemudian, ia kembali dengan sebuah kotak kayu berwarna cokelat tua yang tampak usang. Dengan hati-hati, ia membukanya, memperlihatkan dua botol kecil berisi ramuan. Senyumnya mengembang, menunjukkan gigi-gigi yang telah ompong.
"Nona beruntung," katanya, suaranya bergetar sedikit. "Bahan obat yang Nona cari memang sangat langka, namun saya masih memiliki dua di antaranya."
Ia menunjukkan botol-botol itu lebih dekat. "Ini serbuk bunga peony, dan ini ekstrak kelopak bunga Houpo. Sayang sekali, bahan yang lain saya tidak punya. Biasanya, bahan-bahan obat selangka itu hanya ada di istana kerajaan. Mereka memiliki koleksi bahan-bahan obat langka yang tak tertandingi."
Kakek itu menghela napas, menunjukkan sedikit penyesalan.
"Tidak apa-apa, Kakek. Yang lainnya bisa saya cari di tempat lain," kata Luo Yi, mencoba tersenyum meskipun sedikit kecewa.
Ia menerima dua botol obat itu, lalu membayarnya. Setelah mengucapkan terima kasih, Luo Yi dan Hui melanjutkan perjalanan mereka.
Namun, setelah berkeliling ke seluruh pasar, harapan mereka pupus. Bahan obat yang mereka cari tak ditemukan. Luo Yi terlihat lelah sekali. Langkahnya gontai, perutnya keroncongan. Ia memegangi perutnya, wajahnya tampak pucat.
"Hui... kita cari kedai makanan, ya? Aku sangat lapar," ucap Luo Yi dengan suara lemah, hampir berbisik. Ia tampak benar-benar kehilangan tenaga.
"Baik, Nona," jawab Hui. Ia segera menggandeng tangan Luo Yi.
Hui membawa Luo Yi ke sebuah kedai makanan yang cukup terkenal di kota itu. Saat tiba di depan kedai, mata Luo Yi membulat. Kedai itu sangat ramai! Orang-orang berlalu-lalang, antri untuk membeli makanan.
Aroma makanan yang menggugah selera memenuhi udara. Luo Yi menghela napas lega, sebuah senyum kecil akhirnya muncul di wajahnya yang lelah. Ia mengusap perutnya yang keroncongan, ia tak sabar menyantap makanan yang enak- enak.
Mereka segera masuk ke dalam kedai yang ramai itu. Meja-meja terisi penuh oleh pengunjung, suasana riuh rendah namun menyenangkan. Kedai itu ternyata memiliki dua lantai, terbuat dari kayu namun tampak kokoh dan terawat baik.
Luo Yi memilih duduk di lantai atas, di dekat jendela besar. Dari tempat duduknya, ia bisa melihat pemandangan pasar yang ramai di bawah. Senyum tipis mengembang di bibirnya. Ia juga memperhatikan beberapa pria tampan yang mengenakan pakaian mencolok.
Luo Yi mendekatkan diri ke Hui, suaranya berbisik hampir tak terdengar.
Ia sedikit menunduk, "Apakah mereka yang mengenakan pakaian mencolok itu orang-orang bangsawan, ya?" tanyanya, matanya berbinar.
Hui tersenyum kecil, menutup mulutnya dengan tangan. "Iya, Nona. Mereka kebanyakan anak bangsawan dan pejabat kerajaan. Lebih baik kita jangan terlalu memperhatikan mereka. Mereka sangat sombong dan arogan," jawab Hui lirih.
Luo Yi mengangguk mengerti, menarik tubuhnya sedikit menjauh dari Hui. "Oh... baiklah,"
Tak lama kemudian, makanan mereka datang. Mata Luo Yi berbinar kagum saat melihat aneka kue cantik tersaji di atas meja. Ia mengambil sepotong kue teratai yang tampak menggoda, menaruhnya di balik cadar tipis yang menutupi sebagian wajahnya. Ia menggigit kue itu perlahan, menikmati rasa manisnya dengan mata terpejam. Senyum puas mengembang di wajahnya, menunjukkan betapa lezatnya kue tersebut.
Hui tersenyum melihat Luo Yi menikmati makanannya dengan lahap. Namun, ketenangan mereka tiba-tiba terusik oleh kegaduhan di meja sebelah. Sejumlah orang berkumpul, membicarakan sesuatu dengan suara ramai. Rasa ingin tahu Luo Yi terusik. Ia berdiri, menatap kerumunan itu dengan penasaran.
"Katanya ada yang tiba-tiba pingsan," ucap seorang wanita yang lewat di dekat mereka, suaranya sedikit panik. "Wah...kasian ya!"
Naluri menolong Luo Yi langsung muncul. Ia hendak bergegas menuju kerumunan itu, namun Hui dengan sigap menahannya. Hui memegang erat lengan Luo Yi, ia takut jika Nonanya melakukan hal konyol.
"Nona mau ke mana? Kita di sini saja, Nona. Bahaya kalau ikut campur. Kita bisa mendapat masalah,"
Luo Yi menepuk tangan Hui pelan, mencoba menenangkannya. "Tenang saja, aku hanya ingin menolongnya,"
Luo Yi menerobos kerumunan orang yang semakin padat. Seketika, bisikan-bisikan terdengar. Mata-mata mereka membelalak tak percaya.
"Bukankah dia anak Jenderal yang terkenal buruk rupa itu?" bisik salah seorang di antara mereka, suaranya penuh rasa heran.
"Benar! Mau apa dia di sini?" gumam yang lain, suaranya terdengar sedikit curiga.
Luo Yi mengabaikan bisikan-bisikan itu. Ia berjongkok di dekat pemuda yang pingsan, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.
Dengan hati-hati, ia meraih tangan pemuda itu, mengecek nadinya. Wajah Luo Yi langsung berubah panik. Nadi pemuda itu sangat lemah. Ia membuka kelopak mata pemuda itu perlahan, memeriksa dengan seksama. Dahi Luo Yi berkerut, ia sadar jika lelaki ini dalam keadaan kritis,ia mengalami henti jantung.
Tangan Luo Yi di tahan oleh seorang lelaki yang berdiri di dekat pemuda yang pingsan. Lelaki itu menatap Luo Yi dengan tajam, wajahny merah karena marah.
"Hentikan! Apa yang kau lakukan?"
Luo Yi menepis tangan lelaki itu dengan gerakan cepat dan tegas. "Apa kau tidak lihat? Aku sedang mencoba menolongnya!" suaranya lantang.
"Jangan macam-macam dengan Tuan Muda! Tidak ada yang boleh menyentuhnya sembarangan!" Lelaki itu berdiri tegap, siap untuk menghalangi Luo Yi.
Melihat situasi yang semakin menegangkan, Hui segera mendekat, berdiri di samping Luo Yi, ia takut jika terjadi sesuatu dengan Nonanya.
"Jadi, kau akan membiarkan Tuan Mudamu mati? Jika kau tidak mengizinkanku menolongnya, ia akan mati!" Luo Yi mendongak, menatap lelaki itu dengan tajam.
Lelaki itu terdiam, tak mampu membantah. Banyak orang di sekitarnya menatap Luo Yi dengan tatapan jijik dan curiga. Mereka berbisik-bisik, rasa ketidaksukaan terpancar jelas dari wajah mereka.
Tanpa ragu, Luo Yi segera melakukan CPR. Ia menekan dada pemuda itu dengan irama yang teratur, wajahnya tegang ia berusaha berkonsentrasi. Ia menarik napas dalam-dalam, ia menutup hidung pemuda itu dan memberikan nafas buatan.Bibir mereka bertemu, sentuhan hangat yang tak terduga.
"Sial! Ciuman pertamaku harus kuberikan padanya," gumam Luo Yi dalam hati, wajahnya memerah.
Namun, tindakan Luo Yi itu membuat semua orang tercengang, termasuk Hui. Banyak yang menganggap tindakannya tidak pantas. Mereka melotot, wajah mereka menunjukkan kemarahan dan rasa jijik.
Tiba-tiba, tangan Luo Yi ditarik paksa oleh pengawal itu. Luo Yi terhuyung, merasakan rasa sakit di tangannya.
"Hentikan! Jangan kurang ajar! Aku tidak akan membiarkanmu melecehkan Tuan Muda!" teriak pelayan itu.
Ia menarik tangan Luo Yi dengan kasar, mata melotot tajam.
"Dasar wanita jelek dan tak tahu malu! Berani-beraninya mencium orang di depan umum!" sahut salah seorang dari kerumunan, suaranya penuh penghinaan. Beberapa orang lain mengangguk setuju, menunjukkan rasa jijik mereka.
Luo Yi menarik paksa tangannya, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya bergemuruh. Ia duduk kembali di samping pemuda yang pingsan, mencoba mengabaikan cibiran dan hinaan di sekitarnya.
"Aku sedang menolongnya! Ia bisa mati jika terlambat! Jika ia tetap tidak bangun, terserah kalian mau melakukan apa padaku! Tapi, kumohon, biarkan aku menyelamatkannya!"
"Hui... bantu aku menahannya," pinta Luo Yi, suaranya sedikit lemah. Ia menatap Hui dengan penuh harap.
Hui tampak bingung, ragu-ragu. Ia menatap Luo Yi, kemudian menatap pelayan yang masih marah itu. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk menuruti permintaan Luo Yi. Ia berdiri di depan pelayan itu, mencoba menghalangi dengan tubuhnya yang mungil. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran dan keraguan.
Beberapa menit berlalu. Luo Yi terus melakukan CPR, namun tak ada reaksi. Napasnya mulai terengah-engah, keringat membasahi dahinya. Wajahnya pucat, Luo Yi mulai kelelahan. Namun, tekadnya tetap tak goyah. Dulu ia di kenal sebagai dokter yang pantang menyerah dalam menyelamatkan pasien kini pun ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawa lelaki itu.
Namun, pelayan itu tak tahan lagi melihat apa yang dianggapnya sebagai pelecehan terhadap tuannya. Hui mencoba menghalangi, namun pelayan itu dengan kasar mendorong Hui hingga terhuyung ke belakang. Hui jatuh terduduk, menahan rasa sakit di punggungnya.
Setelah menyingkirkan Hui lelaki itu kembali menghampiri Luo Yi menyeretnya agar menjauh dari tuan mudanya.
"Aku mohon, sebentar lagi! Ia pasti selamat!" rengek Luo Yi, suaranya bergetar karena kelelahan dan keputusasaan.
Namun, pelayan itu tak mengindahkan perkataan Luo Yi. Ia menarik tangan Luo Yi dengan kuat, menyeretnya menjauh dari pemuda yang pingsan. Dengan kasar, ia mendorong Luo Yi hingga terjatuh, kakinya terkilir. Luo Yi meringis kesakitan, menahan air mata yang hampir jatuh.
"Hajar wanita kurang ajar itu!" perintah pelayan itu kepada orang-orang di sekitarnya.
Mereka menatap Luo Yi dengan tatapan penuh dendam. Beberapa orang mulai maju, menunjukkan niat untuk menyerang Luo Yi. Luo Yi terduduk di lantai, wajahnya pucat pasi, ia merasa takut dan putus asa.
lanjut Thor 💪💪💪😘😘😘