NovelToon NovelToon
Suddenly Become A BRIDE

Suddenly Become A BRIDE

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikahmuda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga / Romansa
Popularitas:914
Nilai: 5
Nama Author: boospie

Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.

Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.

Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…

Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?

Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5 : Liliana Montclaire

Liliana pun pulang dari hotel bintang lima yang telah menjamunya dengan sangat baik, didalam taksi online itu tubuhnya disandarkan di kursi belakang. Helaan napas panjang keluar bersamaan dengan perasaan lega, tapi tidak sepenuhnya lega. Hanya sedikit mengurangi beban perasaan yang sudah tertekan selama berjam jam.

Ingatannya kembali menerawang saat dimana ia saling bercakap, dan bertatap. Tidak heran jika orang seperti Lucien akan sangat detail dalam hal-hal kecil, ia sungguh memperhatikan lawan bicaranya dengan baik. Orang seperti Lucien tidak akan sembarangan melontarkan kalimat atau menarik sudut bibirnya terhadap hal hal konyol.

Dia benar-benar mendeskripsikan bagaimana orang konglomerat itu bersikap, berbicara, dan memperhatikan.

Dibanding hal itu, Lilian kembali memikirkan ayahnya. Ia menghubungi Hendra bahwa dirinya akan kembali sehingga pria itu bisa pulang saat ini.

Sejujurnya tidak ada hal menakutkan yang ada dipikirannya, mengenai pernikahan, hanya lakukan saja lagipula pernikahan seperti ini tidak bertahan lama. Sang pria akan bertemu pujaan hatinya dan terjadi perceraian sehingga fokus pada hidup masing masing. Kecuali jika Liliana mau tak mau harus terlibat masalah rumit di kelurga mereka, seperti media mungkin.

Beberapa menit usai diperjalanan, ia kembali memasuki ruangan sesak yang penuh dengan ketidaknyamanan. Sendirian.

Melepas heels itu, kemudian mengambil kasur lipat yang dia bawa, menggelarnya dilantai bawah tepat disamping tempat tidur ayahnya.

"Ini baru permulaan, lakukan apa yang ingin kamu lakukan."

Tik tak tik tak

Detik jam menjadi bersuara paling keras disaat waktu sudah menunjukkan tidak ada kegiatan, semua orang masuk dalam dunianya masing-masing. Hanya pengecualian beberapa staf dan karyawan rumah sakit yang masih harus melakukan beberapa hal. Hening, seolah tidak ada kehidupan yang berjalan.

Beberapa menit terakhir ini, Liliana tidak bisa diam menikmati mimpinya, dalam sedetik ia tidur menyamping ke kanan kemudian didetik lain ia berbalik menyamping ke kiri. Berulang kali ia melakukan hal itu. Sebelum perlahan lahan napasnya mulai tidak beraturan, dahinya menjadi berkerut tebal entah apa yang terjadi dalam mimpi.

Disepersekian detik matanya terbuka lebar dengan peluh yang sudah mengalir dari pelipisnya, napasnya pun terengap-engap, jantungnya berdegub kencang seperti ada sesuatu menakutkan yang telah terjadi. Tampak jelas bahwa ia yang masih merasa ngantuk tapi memaksakan untuk membuka matanya, menyesuaikan keadaan agar jantung menjadi lebih tenang.

"Huft," helaan napas pelan keluar dari bibir ranum itu.

Liliana mengambil sebotol air minum, lalu meminumnya. Ketenangan masih belum didapatkan untuk dirinya jika memilih tidur, ia beranjak dari tidurnya, mengecek keadaan sang ayah beserta segala hal perlatan medis.

"Lili pergi sebentar ya ayah," ucapnya lalu melangkah keluar dari pintu kamar.

Disepanjang jalan yang entah akan membawanya kemana Liliana tidak melihat siapapun, mungkin hanya bertemu beberapa staf, selebihnya hanya seorang diri.

Langkah itu membawanya keluar dari gedung rumah sakit, ia memilih untuk duduk di kursi taman yang berada tepat didepan rumah sakit, hanya terpisah kan oleh jalanan. Liliana memandangi hal hal yang terjadi pada orang-orang, mereka punya masalah masing-masing.

Banner iklan berukuran besar terpampang jelas disisi kanan jalan, sejenak menyita perhatiannya. Sudah terpaut selama tiga belas tahun semenjak kepergian ibunya, Sarah Taylor. Beliau seorang model dan aktris yang cukup populer saat itu, berdarah Belanda—Indonesia membuat penampilannya menjadi perhatian banyak media, sangat cantik.

"Jadi kangen mama," gumamnya sambil tersenyum getir.

Liliana menunduk, menggenggam erat kedua tangannya. Mendengarkan laju motor yang beriringan seolah tidak peduli dengan kesedihannya. Perasaan tidak nyaman akan terus terikat dengan dirinya, atau malah semakin tidak bisa lepas.

Sudah berapa kali helaan napas selalu menjelaskan pasrahnya ia atas semua yang terjadi.

Suara tawa memecah kesedihannya, dalam sesaat ia ikut tersenyum. Matanya mencari sumber tawa itu yang tercipta dari anak kecil yang sedang digendong bahu oleh ayahnya, tangan kiri yang terbalut gipsum dan menggunakan kain sling. Rasa sakit ditangannya mungkin masih terobati dengan gurauan konyol yang dilontarkan sang ayah dan ditimpali sang ibu.

Liliana kembali mendatarkan raut wajahnya, untuk apa ia ikut tersenyum, ia bukan bagian dari mereka.

Ditengah tengah diamnya dalam menikmati angin malam, tiba-tiba ponselnya berdering.

Sebuah nomer tak dikenal, ia sempat ragu untuk menjawabnya, tapi kemudian ia mengangkat panggilan itu.

"Siapa ya?" Liliana menekuk alisnya, penasaran. Hal penting apa yang membuat orang ini melakukan panggilan ditengah malam.

"Lucien, apa benar ini Liliana?" jawab seseorang dari seberang.

Liliana menjauhkan ponsel dari telingannya, sedikit tatapan tidak suka yang dia tunjukkan, tapi tidak dengan nada suara yang baik.

"Iya dengan saya, ada perlu apa tuan Lucien?"

"Saya rasa kita memerlukan perjanjian kontrak, yang isinya mengenai syarat dari diri kita, mungkin hal itu bisa menjadi bukti," ucapnya.

Liliana mengangguk.

"Baiklah, saya setuju, itu cukup penting," jawab Liliana lalu menyandarkan punggungnya pada kursi.

Sambil menunggu tanggapan dari Lucien, pikiran Liliana kembali tidak fokus. Tatapannya mendongak pada langit malam yang dipenuhi bintang, "Bahkan bulan saja memiliki bintang," gumamnya tanpa sengaja, hingga terdengar oleh Lucien.

Beberapa detik setelah nya Lucien kembali bersuara, "Bagaimana nona?"

Liliana mengedip beberapa kali, sedikit kaget ia baru sadar jika masih dalam panggilan bersama Lucien, "Ah—tidak apa apa, lalu bagaimana mengenai kontraknya?"

"Mungkin besok akan saya kirim ke tempat anda untuk anda tanda tangan i," jelas Lucien masih dengan suara dingin dan datar.

"Baik tuan, terima kasih, ijin menutup panggilan," ujar Liliana sebelum menutup panggilan itu tanpa mendengar jawaban dari Lucien.

Waktu sudah berlalu sangat cepat, hampir setengah jam ia duduk dikursi itu sendirian. Udara malam semakin menusuk kulitnya. Liliana memutuskan untuk kembali ke ruangan ayahnya.

Hal aneh ia temui saat pintu kamar terbuka, mengeluarkan sosok berpakaian hitam dari atas hingga bawah ia tak mengenali orang tersebut lantaran wajahnya tertutup kain.

Liliana langsung berteriak, sambil memasuki ruangan, "Suster! Dokter!" Tak peduli jika banyak orang terganggu dengannya, ia hanya mementingkan ayahnya.

"Ayah!"

Matanya membelalak melihat beberapa alat medis yang seharusnya terpasang ditubuh ayahnya tapi tidak. Tak lama dokter dan perawat datang untuk mengecek, mereka langsung dengan sigap membantu agar peralatan medis kembali seperti semula.

Seperginya dokter dan perawat itu, dalam lubuk hatinya ia marah, marah pada rumah sakit yang membiarkan penyelundup itu masuk dengan bebasnya. Di lain hati ia juga tidak menginginkan keributan.

Gadis itu menunduk, tubuhnya perlahan mulai sedikit bergetar. Ia takut. Tidak ada ketenangan dan tidak akan ada kenyamanan dalam hidupnya. Lagi dan lagi bulir air jatuh mengenai tangan sang ayah.

Lili menatap wajah James yang sudah keriput, meskipun begitu ketampanannya tidak pernah pudar. Gadis itu mewarisi mata seperti ayahnya, hazel. Ciri khas yang mengingatkannya pada darah yang mengalir dalam dirinya.

Ia kemudian teringat cerita lama ayahnya bahwasanya beliau besar di panti asuhan, James ditemukan dalam kotak kayu yang berlapiskan emas. James juga meyakini bahwa namanya pemberian langsung dari orang tuanya, James Montclaire.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!