Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Sejak usia lima tahun, Elsa hidup bersama kakak laki-lakinya. Orang tua mereka bercerai setelah ayahnya berselingkuh. Ibunya harus bekerja keras, membanting tulang demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun takdir berkata lain, ibu mereka meninggal dunia akibat serangan jantung mendadak, setelah mengetahui bahwa mantan suaminya meninggalkan tumpukan hutang yang cukup besar. Sejak saat itu, keberadaan ayah mereka tidak diketahui ."
Axel berdiri diam, memperhatikan Elsa dari kejauhan. Gadis itu tampak tertawa bersama teman-temannya, seolah dunia tidak pernah menyakitinya.
Tatapan Axel dipenuhi rasa iba. Ia sempat membayangkan Elsa sebagai pribadi pendiam, dan tertutup. Tapi, apa yang ia lihat kini justru sebaliknya.
Ya, setelah mengetahui informasi tentang kehidupan Elsa, Axel memutuskan untuk datang langsung ke sekolah. Ia sempat berpikir bahwa Elsa akan menyendiri karena latar belakang keluarganya. Namun kenyataannya berbeda. Elsa tampak baik-baik saja, bahkan tampak bahagia.
"Syukurlah, dia terlihat baik-baik saja," gumam Axel.
"Tuan Axel?"
Terdengar suara seseorang memanggil namanya. Axel refleks menoleh cepat dengan kening yang mengeryit tajam. "Siapa kau?" tanyanya.
"Astaga, ternyata benar Anda, Tuan Axel," jawab pria itu ramah. "Saya Beni, kepala sekolah di sini." Beni nampak senang melihat kedatangan Axel, walau pada awalnya, ia sempat tidak mengenalinya karena penampilan Axel yang terlihat biasa saja.
"Oh, jadi kau kepala sekolahnya," ujar Axel. "Kebetulan sekali ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Ba-baiklah, kalau begitu silakan ikut ke ruangan saya," ucap Pak Beni sambil mempersilakan Axel.
Mereka berjalan, menelusuri koridor kelas hingga sampai di ruang kepala sekolah.
Axel duduk berhadapan dengan Pak Beni. Matanya menelusuri sekeliling, mengamati beberapa foto kegiatan sekolah yang terpajang di dinding. Lalu, ia menyandarkan tubuhnya santai, namun dengan tatapannya yang serius.
"Aku ingin tahu tentang perkembangan sekolah ini," ujar Axel, membuka percakapan. "Bagaimana perkembangannya sekarang? Apa saja kegiatan yang berjalan? Dan bagaimana para siswanya?"
Pak Beni tersenyum, lalu menjawab dengan nada antusias. "Sekolah ini terus berkembang, Tuan Axel. Kami rutin mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, pelatihan keterampilan, dan berbagai lomba akademik. Para siswa juga cukup aktif. Beberapa di antara mereka sangat menonjol, baik dalam akademik maupun non-akademik."
Axel mengangguk pelan, lalu bertanya lebih lanjut, "Bagaimana dengan siswa-siswi berprestasi? Siapa saja yang paling menonjol?"
Pak Beni menarik napas sejenak sebelum menjawab, "Ada beberapa, tapi salah satu yang cukup mencolok adalah Elsa."
Tanpa sadar, Axel menegakkan punggungnya saat nama Elsa di sebut.
"Elsa, dia siswi yang cukup berprestasi, Tuan," lanjut Pak Beni. "Nilainya baik, dan dia berhasil mendapatkan beasiswa. Anak yang cerdas dan pekerja keras. Hanya saja … terkadang dia mendapat teguran karena ketahuan tertidur di kelas."
Axel terdiam. Tidak ada ekspresi di wajahnya, tapi sorot matanya berubah lebih dalam, seolah sedang menahan sesuatu yang tidak ingin ia ucapkan.
Ia tahu betul alasan di balik itu. Bukan karena malas, tapi Elsa tertidur di kelas karena kelelahan. Setelah pulang sekolah, dia harus bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sebuah desahan halus lolos dari bibir Axel. Di dalam hatinya, ada kekaguman yang tumbuh dan mungkin, sedikit rasa bersalah.
"Selama nilai Elsa tidak menurun dan dia bisa tetap mengharumkan nama sekolah ini, biarkan saja jika dia tertidur di kelas sesekali. Pasti ada alasan mengapa dia seperti itu," ujar Axel.
Pak Beni mengangguk hormat. "Baik, Tuan. Saya mengerti."
Mereka kembali berbincang, mengenai sekolah. Hingga akhirnya, Axel memutuskan untuk pamit.
Ia perlahan bangkit dari kursinya, bersiap meninggalkan ruangan. Namun sebelum benar-benar melangkah keluar, ekor matanya menangkap selembar kertas yang tergeletak di sudut meja. Kertas itu tampak seperti brosur lowongan pekerjaan.
Tanpa banyak berfikir, Axel mengambilnya dan membacanya sambil keluar dari ruangan tersebut.
"Ada lowongan pekerjaan di sekolah ini," gumamnya pelan. "Tapi, tidak ada satu pun yang cocok untuk ku."
Axel seolah menimang-nimang brosur lowongan pekerjaan yang ada di tangannya, sampai ia tidak memperhatikan jalan dan tanpa sengaja, seseorang berbelok dari arah berlawanan dan menabraknya.
BRUKH!
"Akh!" Tubuh keduanya terhuyung dan kehilangan keseimbangan sehingga mereka jatuh ke lantai.
Axel merasakan tubuh seseorang menimpanya. Lebih mengejutkan lagi, bibir mereka bersentuhan. Dia diam terpaku. Begitu juga dengan gadis yang berada di atasnya, yang ternyata adalah Elsa.
Mata mereka saling bertatapan, terkejut, dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun hanya dalam hitungan detik, Elsa langsung tersadar dan buru-buru bangkit, menyembunyikan wajahnya yang memerah seperti kepiting rebus.
"Ma-maaf! Aku tidak lihat jalan!" ucapnya cepat, menunduk menahan rasa malu.
Axel bangkit perlahan sambil mengusap belakang kepalanya. Jantungnya masih berdebar, bukan karena jatuh, tapi karena ciuman yang tidak terduga.
"T-tidak apa-apa," balas Axel canggung.
Suasana di antara mereka menjadi aneh. Keduanya terlihat salah tingkah, gugup dan canggung. Sampai, Elsa akhirnya membuka suara, mencoba mengalihkan perhatian.
"Oh iya, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Elsa.
Axel terlihat gugup saat mencari jawaban yang masuk akal agar Elsa tidak curiga. Beruntung, brosur itu masih ada di tangannya. Ia buru-buru mengangkat selembar kertas tersebut dan berkata, "Oh, a-aku mendapat ini dari temanku. Dan, aku ingin memastikannya. Itu sebabnya aku datang."
Elsa mengangguk pelan. "Oh, begitu," gumamnya.
Namun sebelum percakapan itu bisa berlanjut lebih jauh, terdengar suara yang penuh ejekan menyela dari belakang mereka.
"Wah, wah … Coba lihat, siapa ini?"
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....