Karena terjerat banyak hutang dan kebutuhan yang terus meningkat, Yoko, terpaksa meninggalkan istri tercinta, pergi merantau ke negeri orang.
Satu tahun pertama bekerja, Yoko menjalani pekerjaan tanpa hambatan apapun dan dia bisa menjaga hatinya untuk sang istri tercinta.
Namun, sebuah kejadian mengerikan yang dia alami, membuat Yoko harus terjebak di rumah mewah, yang dihuni janda-janda cantik dan mempesona. Bahkan, Yoko pun diperlakukan sangat istimewa oleh mereka.
Mampukah Yoko bertahan dengan setianya? Atau justru hatinya akan goyah dan dia terjatuh dalam pelukan janda-janda yang mengistimewakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Dan Kemarahan
Karena terlalu takut, Marni sampai menggigit bibirnya sendiri. Wanita itu juga tidak menyangka kalau Yoko tidak peduli dengan apa yang terjadi kepadanya saat ini.
"Kamu dengar sendiri bukan? Yoko tidak mau bertanggung jawab," ucap Broto. Apa yang dia tanyakan memang tidak salah, karena saat Broto melakukan panggilan kepada Yoko, Broto menekan simbol pengeras suara pada ponselnya sehingga Marni juga ikut mendengar percakapan Broto dan Yoko.
"Mas Broto dapat nomor Yoko darimana?" tanya Marni agak takut.
Broto menyeringai. "Kenapa? Kamu kaget, aku bisa menghubungi nomor suami kamu?" Sebelum memberi jawaban pria itu terlebih dulu melempar pertanyaan yang sama sekali tidak butuh jawaban.
"Aku tuh selalu berjaga-jaga sama setiap orang yang hutang kepadaku," Broto langsung menjelaskan. "Apa lagi hutang kamu cuma menggunakan dua motor sebagai jaminan. Apa kamu pikir, motor-motor itu sebanding dengan hutang yang kamu ajukan?"
Marni terbungkam.
"Jadi sekarang bagaimana? Kapan kamu akan mengembalikan uangku?" Broto kembali memberi tekanan pada Marni.
"Nanti aku akan mencoba membujuk Yoko, Mas," balas Marni. "Aku yakin, tadi dia pasti marah, karena pekerjaanya terganggu. Jadi dia ngomong seperti itu."
Broto pun tersenyum sinis. "Apa kamu yakin?"
"Yakin, Mas," balas Marni cepat. "Aku tahu betul, bagaimana Yoko yang sebenarnya."
Broto masih tersenyum dan pria itu sebenarnya sangat tidak percaya dengan ucapan wanita yang duduk di kursi seberang meja. "Baiklah," Untuk sementara, Broto lebih memilih mengalah. "Kalau begitu, aku tunggu kabarnya sampai besok."
"Besok?" Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya Marni dibuat terkejut.
"Kenapa? Kamu keberatan?" Mendapat pertanyaa seperti itu, sontak saja Marni langsung menganganguk cepat. "Nggak ada penolakan dan penawaran."
Deg!
Marni lemas kembali. "Tapi, Mas. Aku kan nggak mungkin langsung minta uang sebanyak itu."
"Aku nggak peduli," balas Broto. "Besok, kamu harus sudah menyiapkan uangnya. Atau, kalau kamu tidak bisa menyiapkan uangnya..." Broto menjeda ucapannya dan matanya malah memandang tubuh wanita di depannya. "Kamu bisa, membayar bunga hutang, menggunakan tubuh kamu sendiri."
Deg!
####
Di sisi lain, Yoko masih tidak percaya dengan kabar yang baru saja dia dengar. Di dalam pos jaga, pria itu termenung dengan pikiran yang cukup rumit.
"Kasihan Yoko," ucap Meycan sambil memperhatikan Yoko dari balik kaca yang menembus ke tempat Yoko berada. "Perasaannya, pasti nggak tenang banget."
"Udah pasti itu," balas Ailin. Dialah yang memberi tahu Meycan dan Sansan tentang keadaan Yoko saat ini. Mereka sama-sama kesal begitu mendengar perbuatan istri Yoko yang sudah diluar batas.
"Dia pasti pengin banget pulang untuk menyelesaikan masalahnya," ucap Ailin lagi. "Sayangnya, Yoko nggak bisa berbuat apa-apa."
"Yah, mau bagaimana lagi," ujar Sansan. "Yokonya juga terlalu cinta sama istrinya sih, jadi wajar, kalau dia sangat terpukul."
Meycan dan Ailin mengangguk bersamaan.
"Kalian nggak punya ide gitu, buat bantuin Yoko?" tanya Meycan, sembari melangkah menuju sofa dan duduk di tempat yang tadi dia duduki.
"Ide apa? Ya nggak ada lah," balas Sansan. "Satu-satunya jalan yang harus dilakukan Yoko itu, menghadapi istrinya dan membicarakan semuanya. Tapi kan untuk saat ini, Yoko nggak mungkin, bisa melakukannya."
"Iya juga sih," balas Meycan. "Dulu, aku juga gitu. Langsung bicara secara tatap mata, baru puas, meski hasilnya aku harus berpisah."
"Yoko ngasih tahu nggak, berapa besar utang istrinya saat ini?" tanya Sansan kepada Ailin.
Ailin pun menggeleng. "Yoko hanya ngasih tahu kalau yang telfon tadi rentenir. Yoko harus melunasi hutang beserta bunganya. Mungkin hutang dan bunganya terlalu besar, sampai tadi Yoko kaget dan nggak bisa ngomong apa-apa."
"Hmm..." Sansan mengangguk beberapa kali. "Aku harap sih, kali ini Yoko mengambil keputusan yang tepat. Jangan sampai uang hadiah yang Yoko dapatkan, dia kirim untuk menebus hutang."
"Wahh! Ya jangan sampai, kalau caranya kaya gitu," seru Meycan ikut nggak terima. "Kalau Yoko sampai melakukannya, berarti dia laki laki yang sangat bodoh."
Ailin dan Sansan kompak sependapat dengan pemikiran wanita yang memiliki usaha butik dan perhiasan selain sebagai foto model.
Di saat itu juga, salah satu ponsel milik dari tiga wanita itu berdering. Tak butuh waktu lama, si pemilik ponsel pun memberi respon dan dia nampak serius melakukan percakapan dengan si penelfon.
"Ada apa?" tanya salah satu wanita, begitu si penerima Telfon mengakhiri pembicaraanya. "Apa ada masalah?"
Wanita itu mengangguk. "Ada masalah di pameran pakaian yang di pegang anak buahku," ucap wanita itu yang tak lain adalah Meycan. Wanita itu pun langsung bangkit dari duduknya dan bersiap untuk pergi.
Namun, baru saja kakinya melangkah beberapa meter, tiba-tiba dia teringat akan sesuatu dan Meycan menoleh, melempar tatapan pada dua wanita lainnya.
"Kalau aku ngajak Yoko untuk melihat pameran, kalian keberatan tidak?"
Tentu saja, apa yang dikatakan Meycan, cukup mengejutkan dua wanita yang ada di sana. Seketika mereka saling tatap tanpa langsung memberi jawaban.
"Kenapa kamu tiba-tiba pengin ngajak Yoko?" tanya Sansan.
"Ya buat menghibur dia," balas Meycan. "Kali aja di acara pameran itu, Yoko bisa sedikit terhibur dan melupakan sejenak masalahnya. Gimana?"
Sansan dan Ailin pun kembali saling pandang. Apa yang dikatakan Meycan memang ada benarnya. Tapi entah kenapa, keduanya tiba-tiba merasa berat untuk merelakan Yoko pergi.
Apa lagi Ailin. Padahal dia berharap malam ini Yoko tidur di kamarnya. Jika siang ini Yoko pergi, sudah pasti keinginannya akan gagal. Tapi Ailin tidak punya daya untuk melarang Yoko pergi.
"Ya udah, sana," ujar Sansan. Cukup berat tapi dia juga tidak bisa menahan Yoko meski alasannya Yoko bekerja di rumah itu.
Dengan semangat, Meycan melangkah cepat menuju kamarnya untuk berganti pakaian.
"Yok, Naik," ucap Meycan beberapa saat kemudian ketika wanita itu hendak berangkat.
Karena ajakannya sangat tiba-tiba, Yoko yang baru saja membuka gerbang sontak menatap penuh tanya pada majikannya. "Naik? Naik kemana, Non?"
"Naik mobil lah, kamu ikut aku," balas Mecyan.
"Ikut Nona?" Yoko pun semakin heran. "Ikut kemana?"
"Udah, naik aja, nanti juga kamu bakalan tahu," balas Meycan gemas.
"Tapi, Non..."
"Aku udah pamit sama Sansan dan Ailin. Mereka ngasih ijin kamu untuk ikut bersamaku," terang Meycan lagi.
"Tapi aku ganti baju bentar ya, Non."
Meycan mengangguk seraya tersenyum. Yoko pun bergegas masuk ke dalam kamarnya.
Sementara itu di sisi lain, seorang pria menatap sebuah bangunan. Mata pria itu mengedar ke sekitar tempat dia berada, seperti sedang memperhatikan sesuatu.
/Facepalm//Joyful//Smile/
Update 10 Bab gitu...
lanjut thor 🙏
Astaga nona...maksudnya donat kan berlubang, emang enak bangeeeettttttt....
🍩🍩🍩🍩🍩