Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahga 5.
Syahla terkejut, matanya membulat mendengar pria disampingnya memekik. Ia meliriknya sampai menjauhkan sedikit tubuhnya saking kagetnya
Sementara gala merasakan aura panas dingin disekitar ruang tersebut, ia menelan salivanya, pikirannya melayang tak jelas kemana-mana. ia bukan pria bodoh yang tak paham apa itu berhubungan.
Tapi, gala ingin melakukannya dengan atas dasar cinta sama cinta bukan karena terpaksa apalagi nikah dadakan seperti kejadian sekarang.
Mereka saling tatap namun sepersekian detik mereka mulai kikuk, lalu mereka saling memalingkan wajah masing-masing. Mata sasa memandang ke segala arah sudut kamarnya, sedangkan gala menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali sudah gugup plus grogi lagi.
"Maksud elo?" tanya Gala pelan sambil mengerutkan dahinya, menoleh sebentar lalu mengalihkan pandangannya lagi.
Jari tunjuk sasa menunjuk pada pinggang gala yang tubuhnya berselimut sarung.
Mata gala mengikuti kemana arah jari telunjuk yang ditunjukan sasa dan ia melihat ke arah pinggangnya yang terluka.
"Kamu tahu aku terluka?" tanya Gala memastikan.
Syahla mengangguk. "Sejak tadi aku melihatnya. sudahlah, sekarang aku obati biar besok aku beli obatnya," ucapnya.
Gala terdiam, ia merasa harus waspada dengan kebaikan seperti ini.
"Elo jangan salah paham, gue memang akan menikahi lo tapi bukan berarti lo seenaknya sama gue," tolak Gala dengan nada yang dingin.
"Tapi, kalo dibiarkan bisa infeksi. Mumpung ada waktu, lagi pula aku perawat sudah biasa merawat luka," bujuk Syahla mengatakan pekerjaan yang dia banggakan.
Tak ada jawaban dari lelaki itu, hingga membuat sasa menghela nafas panjang lalu beranjak dari tempat duduknya. Ia mengambil kotak P3K yang ada diatas lemari pakaiannya, kemudian ia duduk kembali disamping gala dan masih berjarak seperti sebelumnya.
Sebelum itu sasa keluar dari kamarnya, namun hanya sebentar dan kembali dengan tangan yang sedikit basah lalu ia keringkan dengan tisu kering.
Syahla membuka kotak itu lalu mengambil sarung tangan latex dan memakainya, ia siap mengobati luka yang dialami gala.
"Ayo! Kalo kamu mikir terus keburu habis waktu subuhnya," ucap Sasa kembali membujuk.
Gala mulai luluh dan ia langsung tidur dengan tengkurap, dimana sasa duduk disamping pinggang yang terluka.
Tak lupa ia memakai senter dari ponselnya agar bisa melihat lukanya dengan jelas.
Gadis itu mulai menggeserkan sarung yang melekat ditubuh gala, perlahan ia membuka ikatan kemeja putih yang melekat menutupi luka itu. setelah terlepas ia bisa melihat luka iris dipinggang calon suaminya.
Darahnya mulai berhenti menetes tapi lukanya harus dijahit karena terlihat cukup serius, luka sepanjang 5 cm itu terlihat seperti garisan kemerahan yang membuat kulitnya terbuka dan mengeluarkan cairan segar berwarna merah pekat.
Syahla mulai membersihkan lukanya dengan kapas yang sudah dibasahi cairan infus, ia membiarkannnya sejenak, memberikan anestesi kemudian dengan pelan dan telaten ia mulai menjahit luka iris tersebut agar menyatu.
Gala berdesis menahan perih karena luka yang sedari tadi ia tahan, ia merasakan sebuah logam runcing menembus kulitnya beberapa kali hingga akhirnya selesai.
Setelah itu syahla menutup lukanya dengan perban, agar terhindar dari kuman atau lainnya. Hanya butuh waktu beberapa menit baginya melakukan tindakan tersebut.
"Sudah selesai, tapi lebih baik kamu istirahat saja," ucap Syahla sembari membuka sarung tangannya, lalu ia buang ke kotak sampah.
Tak ada jawaban sama sekali dari pria asing tersebut, hingga sasa bangkit dan melihat wajahnya yang ternyata sudah terlelap.
Bibir gadis itu tersenyum, ia menutupi punggung polos gala dengan sarung yang dipakainya, merapikannya agar tidak kedinginan.
Setelahnya ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, kembali kekamarnya lalu melaksanakan ibadah subuh.
Usai melaksanakan sholat wajib, seperti biasa ia mengangkat kedua telapak tangannya dengan wajah menengadah keatas, bibirnya mengucapkan rasa syukur dan bertasbih kemudian ia mengadu pada yang Maha Kehendak.
"Ya Allah, jika mas gala adalah imam yang engkau pilihkan untuk hamba, hamba ikhlas menerimanya, sikap baiknya dan buruknya. Jadikanlah ia imam yang sholeh yang akan menuntun hamba ke janah-Mu, dan jadikan ia sebagai tempatku berbagi hati dalam suka maupun duka juga jadikanlah ia manusia terbaik yang engkau berikan hatinya hanya untukku. Amin." Syahla mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya seraya berseru "Amin, Allahumma amin."
Suara kokok ayam jago mulai terdengar, perlahan sinar dari ufuk menerangi alam, cerah menerangi setiap sudut kampung tersebut. Suara orang memasak terdengar riuh, rumah yang semalam sepi kini ramai dengan orang-orang yang menyiapkan hidangan untuk makan malam bersama.
Acara pernikahan syahla dan gala akan diadakan nanti malam, sesuai waktu badami yang dilakukan mendadak. Canda tawa para tetangga mendengungkan telinga pria yang masih dalam keadaan mengantuk, belum juga didepan rumah ada beberapa pemuda yang memasang tenda dengan terpal.
Semuanya begitu mendadak sehingga segala yang diperlukan pun apa adanya, setidaknya pernikahan mereka sah dimata hukum dan agama, tapi tidak bagi kang mus.
Pria paruh baya itu melamunkan sesuatu, ia ragu, bingung dan juga merasa marah secara bersamaan. Ia yang tengah duduk dikursi sofa ruang tamu itu terus melirik sasa yang tengah bercanda tawa dengan tetangganya.
Dia melihat sasa yang ikut membantu persiapan acara pernikahannya nanti malam, bergabung bersama ibu-ibu tetangga yang membantu mempersiapkan segala keperluan acara.
Bu luna yang melihat sikap diam suaminya langsung mendekat kearahnya, ia mendengus kesal dan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa kamu diam terus dari tadi yah?" tanya bu luna sembari mendaratkan bokongnya disamping suaminya.
"Kalau memang karena masalah sasa, ya sudahlah. Itu kan pilihannya, apa untungnya buat kita?" ujar wanita paruh baya itu.
Kang mus menoleh pada istri keduanya, ia menghela nafas berat, sangat berat hingga semuanya terasa menghimpit dadanya dan selalu menyiksanya.
"Haruskah aku beritahukan, tentang siapa ayah kandungnya sasa? Selama ini aku diam dan marah pada anak itu, padahal ia tak tahu apapun," ujarnya bertanya sekaligus meminta pendapat pada istrinya.
Mata bu luna membulat, jika seperti itu pernikahan sasa akan batal karena harus mencari wali nikah anak tiri sesungguhnya, maka rencananya untuk menguasai harta suaminya akan gagal.
"Sialan! Bagaimana ini?" gumam bu luna bertanya-tanya dalam hati.
Tidak, ia tak bisa berhenti sampai disini, ia harus meyakinkan suaminya agar mau menikahkan sasa secepatnya, apalagi syahla memang anak kandungnya, pikir bu luna sembari mengangguk pelan.
"Jangan yah, kasihan sasa jika ia tahu yang sebenarnya. Mending kamu nikahkan saja mereka, apa salahnya sih?" sahut bu luna bersikap tak peduli.
Kening kang mus berkerut, dulu jawaban istri keduanya tidak seperti ini, ia akan meyakinkan dan mengingatkannya jika sasa bukanlah anak kandungnya. Tapi sekarang ia mengatakan kasihan, sejak kapan istri keduanya itu bersikap kasihan pada putri tirinya?
"Tapi, pernikahan mereka tidak sah? Aku bukan ayah kandungnya," ujar kang mus seolah menggali sesuatu yang entah kenapa menurutnya aneh.
"Tetap sah-lah yah, kan kamu ayah kandungnya. Gimana sih?" jawab bu luna yang tanpa sadar memberitahukan kenyataan masa lalu tersebut.
Tangan kang mus mengepal kuat, rahangnya mengeras, mata tajamnya seakan mengunci wajah bu luna yang tebal dengan make up yang ia belikan.
"Katakan sekali lagi LUNA!" ujar kang mus dengan nada tinggi.
Mata bu luna membulat, dadanya terengah-engah karena kaget melihat suaminya mengamuk tiba-tiba.
Semua orang yang ada dirumah itu pun dibuat kaget, mereka berhamburan meninggalkan pekerjaan masing-masing setelah mendengar suara tinggi mantan preman pasar tersebut.
"Kau bilang apa tadi?" tanya kang mus lagi seakan menuntut bu luna untuk memberinya jawaban yang sebenarnya.
"Ma-maksud kamu apa yah?" tanya bu luna dengan tergagap.
Mata bu luna melotot keluar melihat tatapan suaminya yang menyala seakan ingin membakarnya hidup-hidup, bibir atasnya tertarik ke atas menampakkan kemarahan yang tertahan.
Jantung bu luna menegang, bibirnya bergetar merasakan ketakutan yang mendadak.
"Kau bilang sasa anak kandungku, padahal dulu kau bilang sasa bukan anak kandungku. Katakan yang sebenarnya LUNA!" ujar kang mus menarik rambut panjang istrinya hingga kepala bu luna menengadah kepadanya.
"Jawab dengan jujur, jika kau masih ingin hidup," ucap kang mus lagi dengan nada ancaman.
Kang mus menghempaskan jambakan rambut istrinya yang membuat kepala bu luna terbentur pada sandaran sofa.
"Ma-maafkan aku, kang. A-aku sudah memfitnah khadijah, sebenarnya dia ... tidak selingkuh," ungkap bu luna dengan pelan dan bergetar.
Mata kang mus terpejam mendengarnya, himpitan dadanya mulai melega tapi masih terasa nyeri.
Sementara syahla ia menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya, kaget pastinya mendengar kejujuran ibu tirinya. Sekarang ia paham kenapa hidupnya mendadak berubah? Itu karena ibunya difitnah.
Nyeri, dadanya sakit mengingat mendiang ibunya yang diperlakukan buruk, pantas saja sikap ayahnya berubah total.
Namun ia menjadi sangat benci, kenapa ayahnya lebih percaya pada orang lain dari pada istrinya sendiri. Hanya kata istigfar yang keluar dari bibir sasa, setelahnya ia berjalan cepat menuju kamarnya
"Tapi, aku melakukannya karena aku mencintaimu kang. Aku juga ingin menjadi istrimu," ujar bu luna mencoba membela diri.
Sayangnya kang mus langsung memalingkan wajahnya, entah kenapa kata cinta itu terdengar memuakkan karena ia merasakan ada kepalsuan didalamnya.
Bisik-bisik para tetangga mulai terdengar, bagaimana pun kejadian itu sangat mengagetkan mereka.
Syahla masuk kedalam kamarnya, bersamaan dengan gala yang hendak keluar karena terbangun setelah mendengar keributan.
Bug
Tubuh mereka bertabrakan, keduanya terkejut lalu saling tatap namun sasa segera tersadar kemudian berjalan dan duduk di tepi ranjang. Gadis itu menangis pelan tak lagi menahannya, ia menghapus pipinya yang basah berusaha menengadah sambil mengedip-kedipkan matanya agar air matanya tak keluar lagi karena gala melihatnya, namun buliran yang ada dalam indera penglihatannya terus memaksa untuk keluar.
Hingga gala mendekat kearahnya lalu duduk disampingnya, ia menarik kepala sasa dan membawanya bersandar pada dada yang tertutup sarung.
"Menangislah, jika tak tahan," ucap Gala pelan dan juga lembut.
Dalam dekapan itu, luruh-lah semua buliran bening di mata syahla dan akhirnya ia menangis deras dalam pelukan yang menenangkan itu.
rambut panjang trus laki.