NovelToon NovelToon
Magang Di Hati Bos Muda

Magang Di Hati Bos Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Keluarga / Teen School/College / CEO / Romansa
Popularitas:10
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

Satu kesalahan di lantai lima puluh memaksa Kirana menyerahkan kebebasannya. Demi menyelamatkan pekerjaan ayahnya, gadis berseragam putih-abu-abu itu harus tunduk pada perintah Arkan, sang pemimpin perusahaan yang sangat angkuh.
​"Mulai malam ini, kamu adalah milik saya," bisik Arkan dengan nada yang dingin.
​Terjebak dalam kontrak pelayan pribadi, Kirana perlahan menemukan rahasia gelap tentang utang nyawa yang mengikat keluarga mereka. Di balik kemewahan menara tinggi, sebuah permainan takdir yang berbahaya baru saja dimulai. Antara benci yang mendalam dan getaran yang tak terduga, Kirana harus memilih antara harga diri atau mengikuti kata hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1: Kesalahan di Lantai Lima Puluh

Lantai marmer yang dingin seolah menembus kaos kaki tipis yang dikenakan Kirana pagi itu. Gadis berseragam putih-abu-abu itu meremas tali tas punggungnya hingga buku-buku jarinya memutih pasi karena ketakutan yang luar biasa. Di hadapannya, sebuah pintu kayu jati setinggi tiga meter berdiri dengan angkuh seolah menjadi gerbang menuju lubang singa yang sangat gelap.

Jantung Kirana berdegup kencang, memukul-mukul rongga dadanya dengan ritme yang sangat tidak beraturan dan menyakitkan. Ia seharusnya hanya mengantarkan dokumen titipan ayahnya yang tertinggal di atas meja makan rumah mereka yang sederhana. Wangi kayu cendana dan aroma kopi yang sangat mahal menyeruak saat pintu itu terbuka secara otomatis dengan suara desis halus.

Seorang pria muda duduk di balik meja kaca besar dengan kemeja hitam yang lengannya digulung secara rapi hingga ke siku. Jam tangan perak yang melingkar di pergelangan tangan kirinya berkilau tertimpa cahaya lampu kristal dari langit-langit ruangan tersebut. Pria itu tidak mendongak sedikit pun, jemarinya sibuk menari di atas papan ketik komputer dengan gerakan yang sangat cepat.

"Letakkan saja di sana dan segera keluar dari ruangan saya sekarang juga," suara pria itu terdengar rendah namun penuh penekanan yang menusuk jantung.

Kirana menelan ludah dengan susah payah hingga tenggorokannya terasa sangat perih dan kering seperti padang pasir. Ia melangkah maju dengan sangat ragu, setiap gesekan sepatunya di lantai marmer terdengar seperti guntur di tengah kesunyian yang mencekam. Ia meletakkan berkas biru itu di ujung meja dengan tangan yang bergetar hebat tak terkendali.

"Maaf, Tuan, saya hanya diperintah oleh ayah saya untuk menyerahkan ini secepatnya," bisik Kirana dengan suara yang nyaris hilang tertelan udara.

Gerakan tangan pria itu terhenti seketika seolah waktu baru saja membeku secara tiba-tiba di dalam ruangan yang sangat luas itu. Ia mendongak perlahan, menatap Kirana dengan sepasang mata tajam yang sanggup menembus pertahanan diri siapa pun yang memandangnya. Alisnya yang tebal bertaut, menciptakan kerutan di dahi yang justru menambah kesan menyeramkan pada wajah tampannya yang dingin.

"Siapa yang membiarkan seorang anak sekolah masuk ke dalam ruang kerja pribadi saya tanpa izin tertulis?" tanya pria itu dengan nada bicara yang sangat datar namun mengandung ancaman nyata.

Kirana mundur satu langkah secara spontan, hampir saja ia tersandung kaki meja yang dilapisi oleh logam kuning mengkilap. "Ayah saya adalah Pak Baskoro, pengemudi pribadi Anda yang sedang jatuh sakit secara tiba-tiba di tempat parkir bawah tanah."

Pria itu berdiri dari kursi kulitnya yang tampak sangat empuk, menunjukkan postur tubuhnya yang tinggi dan tegap yang seketika mendominasi seluruh penjuru ruangan. Ia berjalan memutar meja dengan langkah kaki yang pelan namun terasa sangat mematikan bagi rungu Kirana. Setiap ketukan sepatunya di atas lantai marmer terdengar seperti lonceng peringatan akan datangnya sebuah bencana yang sangat besar.

"Pak Baskoro belum pernah memberitahumu bahwa lantai lima puluh ini adalah area terlarang bagi orang luar yang tidak berkepentingan?" Pria itu kini berdiri tepat di hadapan Kirana, hanya menyisakan jarak beberapa jengkal saja di antara mereka.

Kirana menunduk dalam, menatap ujung sepatunya yang sudah kusam dan sedikit kotor karena debu jalanan yang ia lalui tadi. "Saya hanya ingin membantu agar Anda tidak marah karena dokumen penting ini terlambat sampai ke tangan Anda yang mulia."

Tawa singkat yang terdengar sangat sinis keluar dari bibir pria yang menjabat sebagai pemimpin tertinggi perusahaan raksasa tersebut. Ia mengambil dokumen dari tangan Kirana dengan gerakan yang sangat kasar, membuat jemari mereka bersentuhan sesaat secara tidak sengaja. Kirana merasakan sengatan aneh yang menjalar dari ujung jarinya hingga ke seluruh bagian tubuhnya yang menggigil.

"Membantu? Kamu tahu berapa miliar kerugian yang harus saya tanggung jika rapat besar ini batal karena keterlambatan ayahmu yang tidak becus?" Pria itu melemparkan dokumen tersebut ke atas meja hingga menimbulkan suara dentuman yang sangat keras dan memekakkan telinga.

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Kirana, namun ia sekuat-tenaga menahannya agar tidak jatuh membasahi pipinya yang mulai memerah. Bibirnya bergetar hebat saat ia mencoba untuk memberikan pembelaan diri terakhir di hadapan pria yang sangat angkuh dan sombong itu. Ia merasa sangat kecil dan tidak berarti di tengah kemewahan harta yang mengepungnya dari segala arah.

"Saya benar-benar memohon maaf kepada Anda. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk mengacaukan apa pun di kantor yang megah ini," ujar Kirana dengan suara yang pecah karena menahan tangis.

Pria itu menyipitkan mata, memperhatikan wajah Kirana yang memerah karena menahan perpaduan antara rasa tangis dan amarah yang bergejolak. Ada kilatan aneh yang melintas di matanya selama sepersekian detik sebelum kembali berubah menjadi tatapan datar yang membeku seperti es di kutub. Ia menghela napas panjang lalu berbalik membelakangi Kirana sambil menatap pemandangan kota dari jendela besar.

"Katakan pada ayahmu untuk tidak perlu bersusah-payah datang lagi ke kantor ini mulai besok pagi karena dia sudah saya berhentikan," perintah pria itu dengan suara yang sangat tenang namun sangat tidak terbantahkan oleh siapa pun.

Kirana tersentak seolah baru saja tersambar petir di siang bolong yang sangat terik dan menyilaukan mata. Ia tidak pernah membayangkan bahwa niat baiknya untuk membantu mengantar berkas justru akan membuat ayahnya kehilangan mata pencaharian utama untuk keluarga mereka. Ia segera mengejar pria itu dan memegang lengan kemeja hitamnya dengan sangat erat seolah sedang menggantungkan nyawa.

"Tuan, tolong jangan lakukan itu kepada ayah saya! Ayah saya sudah bekerja di sini dengan sangat setia selama belasan tahun lamanya!" teriak Kirana dengan air mata yang mulai jatuh bercucuran deras.

Pria itu menoleh dengan sangat cepat, menatap tangan Kirana yang masih memegang erat lengannya dengan pandangan yang sangat tidak suka dan penuh kebencian. Ia melepaskan tangan Kirana dengan gerakan yang sangat dingin seolah tangan gadis remaja itu adalah kotoran yang sangat menjijikkan bagi dirinya. Ia membenahi posisi kemejanya yang sedikit kusut akibat tarikan tangan Kirana yang penuh keputusasaan tadi.

"Kesalahan tetaplah sebuah kesalahan, dan ayahmu telah gagal menjalankan tanggung jawabnya dengan baik sebagai seorang pekerja profesional," jawab pria itu sambil melangkah menuju jendela kaca yang menampakkan gedung-gedung tinggi.

Kirana jatuh berlutut di atas lantai marmer yang sangat keras, tidak peduli lagi dengan harga dirinya yang sudah hancur berkeping-keping di depan pria asing ini. Ia memohon dengan suara yang sangat memilukan, berharap pria di depannya memiliki sedikit saja rasa kemanusiaan yang tersisa di dalam hatinya. Suasana ruangan itu terasa sangat mencekam dan penuh dengan tekanan yang luar biasa berat bagi seorang gadis sekolah.

"Saya akan melakukan apa saja asalkan Anda membatalkan keputusan untuk memecat ayah saya yang sedang sakit, Tuan!" seru Kirana di tengah isak tangisnya yang semakin menjadi-jadi dan tidak terkendali.

Mendengar kata-kata itu, sang pemimpin perusahaan muda itu menghentikan langkahnya secara mendadak tepat di depan pemandangan langit sore yang mulai menguning. Ia berbalik perlahan dengan senyum tipis yang tampak sangat misterius tersungging di sudut bibirnya yang berwarna merah tua. Ia seolah baru saja mendapatkan sebuah ide yang sangat menarik untuk dimainkan seperti sebuah papan catur.

"Apa saja? Kamu benar-benar yakin bisa menepati janji besar yang baru saja keluar dari mulutmu itu secara sadar?" tanya pria itu sambil berjalan kembali mendekati Kirana yang masih bersimpuh lemah di lantai.

Kirana mengangguk dengan sangat cepat tanpa berpikir panjang mengenai konsekuensi buruk yang mungkin akan ia hadapi nantinya dalam kontrak tersebut. Ia hanya memikirkan nasib ayahnya yang sudah tua dan sering sakit-sakitan di rumah mereka yang sangat sempit dan sederhana. Pria itu berjongkok di hadapan Kirana, lalu mengangkat dagu gadis itu dengan ujung telunjuknya yang terasa sangat dingin.

"Tanda-tangani surat perjanjian di atas meja itu tanpa banyak tanya, dan jadilah pelayan pribadi saya di rumah besar ini mulai malam ini juga jika ingin ayahmu selamat."

Kirana ternganga melihat sebuah map hitam yang tiba-tiba sudah terbuka lebar di atas meja kaca yang berkilauan tertimpa cahaya lampu. Kalimat-kalimat di dalam kertas putih itu tampak sangat menjerat dan penuh dengan aturan-aturan yang sangat mengikat kebebasan hidupnya sebagai seorang manusia. Ia menatap mata pria itu, mencari setitik kebaikan, namun ia hanya menemukan kegelapan yang sangat pekat dan tak berujung.

"Kenapa harus saya yang menjadi pelayan Anda? Bukankah Anda bisa membayar ribuan orang yang jauh lebih berpengalaman dari saya?" tanya Kirana dengan sapaan yang terbata-bata karena rasa bingung yang mendalam.

Pria itu mendekatkan wajahnya hingga napasnya yang hangat menerpa kulit wajah Kirana, menciptakan sensasi aneh yang membuat seluruh bulu kuduknya berdiri tegak. Ia membisikkan sesuatu yang membuat jantung Kirana seolah berhenti berdetak seketika itu juga di tengah keheningan ruangan yang luas tersebut. Sebuah rahasia besar tentang masa lalu keluarganya baru saja dibisikkan dengan nada suara yang sangat pelan namun tajam.

"Karena utang nyawa ayahmu kepada keluarga besar saya tidak akan pernah lunas hanya dengan sekadar mengemudikan mobil mewah selama belasan tahun lamanya."

Kirana terpaku dengan mata membelalak sempurna, sementara pria itu kembali berdiri tegak dan memberikan sebuah pena emas ke arah tangannya yang masih lemas. Ia menyadari bahwa pintu keluar ruangan itu telah terkunci rapat, dan hidupnya baru saja digadaikan pada seorang iblis berwajah malaikat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!