"Gue tahu gue salah," lanjut Ares, suaranya dipenuhi penyesalan. "Gue nggak seharusnya mengkhianati Zahra... Tapi, Han, gue juga nggak bisa bohong."
Hana menggigit bibirnya, enggan menatap Ares. "Lo sadar ini salah, kan? Kita nggak bisa kayak gini."
Ares menghela napas panjang, keningnya bertumpu di bahu Hana. "Gue tahu. Tapi jujur, gue nggak bisa... Gue nggak bisa sedetik pun nggak khawatir sama lo."
****
Hana Priscilia yang mendedikasikan hidupnya untuk mencari pembunuh kekasihnya, malah terjebak oleh pesona dari polisi tampan—Ares yang kebetulan adalah tunangan sahabatnya sendiri.
Apakah Hana akan melanjutkan balas dendamnya, atau malah menjadi perusak hubungan pertunangan Zahra dan Ares?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Ruka mengernyit, mencoba mengingat lebih jelas bentuk ukiran tersebut.
"Coba lo inget-inget lagi deh, ini petunjuk satu-satunya yang bisa bawa gue ke pria misterius itu." Desak Hana penuh harap.
"Entahlah Han, gue nggak inget, tapi gue pernah lihat di simbol ini, tapi entah dimana. Sumpah gue lupa."
Hana menghembuskan nafasnya berat. "Ya udah deh. Kalau lo ingat, kasih tahu gue."
"Iya," jawab Ruka lalu mengambil foto liontin unik tersebut. "Gue coba tanya El, barang kali dia paham."
"Hmm…" Jawab Hana malas.
Ruka mencubit pipi sahabatnya itu, “Jangan cembetut gitu dong, zeyeeenk… Jelek banget sumpah! Ayolah, kita nyalon! Kayaknya lo butuh banget potong rambut biar kelihatan lebih dewasa dikit. Lo nggak mungkin ngampus dengan dandanan sok imut gini."
"Imut itu tanda awet muda."
"Iya-iya, i know. Tapi nggak kayak bocil gini dong. Ingat lo itu mahasiswa bukan cabe-cabean."
"Sialan lo Ruka!!!"
***
Suasana salon penuh dengan aroma harum dari berbagai produk kecantikan. Ruka sudah duduk manis di kursi manikur-pedikur. Dia asyik memilih warna kuku. “Hmm… yang ini kayaknya cocok banget sama vibe aku hari ini. Pink fuchsia!” katanya pada terapis kuku.
Sementara itu, di kursi sebelah, Hana duduk dengan wajah seperti tahanan. Kapster dengan dandanan ala-ala Lucinta Luna mendekat dengan senyum ramah sambil membawa gunting yang terlihat sangat tajam di mata Hana.
“Jadi, mau potong model apa, Cin?” tanyanya manja.
“Gue nggak mau potong!” sergah Hana cepat. “gue cuma dipaksa duduk di sini aja oleh monster di sana,” sambil menunjuk Ruka, yang hanya melambaikan tangan sambil tersenyum ceria.
“Potong pendek aja, Cin! Kayaknya rambutnya bakal cocok kalau dipotong sebahu. Biar kayak model runway gitu!” sahut Ruka enteng, sambil cengengesan.
“RUKA!” Hana menoleh tajam. "Enggak Cin, jangan potong pendek."
Dengan nada khas waria yang ceria, Cinta bertanya, “Jadi… mau dipotong gimenong ini, Cin? Pendek sebahu, atau panjang-panjang manjah gitu?”
“Eh… gimana ya? Gue…”
“Pendek, sebahu, dong, Cin!" Ruka langsung memotong. "Kasih gaya ala selebgram. Yang modern tapi nggak ribet. Buat Hana jadi kelihatan dewasa dikit, jangan kaya bocil kematian gitu dandanannya. Masa anak kuliahan kayak anak SMP gitu dandanannya."
Hana melotot tajam pada Ruka yang terkekeh puas meledeknya. Namun bukannya takut, bumil itu makin terkekeh geli.
“Pendek sebahu ya? Aduh, cakep itu, Cin! Biar kelihatan lebih glowing-glowing gemes, yakan?”
“Enggak, enggak, enggak!” Hana menyela cepat, hampir meloncat dari kursinya. “Cuma di rapiin dikit aja, seperempat senti. Jangan dengar tu manusia, Cin. Dia nggak tahu apa-apa soal rambut gue!”
“Seperempat senti? Aduh, itu mah nggak ada bedanya sama nggak potong rambut, teu! Rambut ye, udah kayak… modelan cabe-cabean Hana sayang."
Ruka tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk Hana. “Nah, kan? Udah dibilangin! Dengerin tuh, si Cinta yang ahli. Rambut lo butuh penyelamatan, Han.”
Hana menatap Cinta dengan tatapan memohon. “Cin, tolong ya, seperempat senti aja. Kalau lebih dari itu, gue bisa trauma seumur hidup.”
Cinta tersenyum lebar, penuh pengertian. “Santai aja. Rambut lo aman sama gue, Cin. Tapi percaya deh, kalau potong pendek sedikit, aura lo bakal naik sepuluh tingkat dan lo kelihatan lebih modis dan gaul. Yakin deh, cowok-cowok bakal nengok!”
“Maksud lo, mereka bakal ngetawain gue, gitu?”
“Astoge, Han. Kenapa makin lemot otak lo ya? Kalau cowok-cowok pada nengok, itu karena lo cantik ege. Positif thinking, dong!” sewot Ruka, sambil memposting foto kukunya yang cantik di Instagram.
"Iya-iya gue tahu. Tapi ingat, Cin, jangan pendek-pendek. Gue nggak biasa dengan model rambut pendek.” tegas Hana sekali lagi.
Si Cinta mengedipkan mata manja. “Rebes Cin... Percaya deh, gunting eyke ini ajaib! Eyke akan sulap ye, jadi cantuliti, ulala, yeyeyeye.....”
Tangan terampil si Cinta mulai menari indah menggunting dan menata rambut Hana yang sudah kelewat panjang. Beberapa menit kemudian, Hana membuka mata. Rambutnya memang lebih pendek sedikit, tapi terlihat jauh lebih rapi dan segar. Bahkan Hana yang tadinya skeptis harus mengakui hasilnya.
“Gimana, Cin? Cantuliti, kan? Lo kayak model di majalah, sumpah,” kata Cinta sambil memutar kursi Hana ke arah cermin. Tipis-tipis menata poni Hana yang berbentuk tirai itu.
Ruka menoleh dari kursi sebelah, “Astaga, Han! Lo kelihatan kayak… kayak cewek-cewek yang keluar dari Webtoon nggak sih? Serius, ini transformasi level main character!" Teriak Ruka dengan mata berbinar. "Hebat banget, Cin, gue kasih bintang lima di review!”
Hana memutar mata sambil tersenyum setengah hati. "Lebay!"
"Tapi Cin, ini masih bisa lebih cetar badai lagi loh. Kasih warna karamel manjah, ulala... cucok meong deh. I yakin, Hana bakalan mirip sama Jisso Blackpink."
Ruka menepuk tangan penuh semangat. “YES! Gue setuju! Warna karamel itu warna yang lagi hits banget, Han. Rambut lo bakal kelihatan kayak artis K-Pop, sumpah!”
"Ogah-ogah!" Tolak Hana cepat. "Please cukup, Ruka."
“Cin, percaya deh sama eyke. Pewarnaan ini bukan sekadar warna. Ini seni! Rambut ye akan gue sulap jadi mahakarya hebat. Yang bakalan bikin semua orang di jalan berhenti buat ngelirik lo.”
“Dan kalau semua orang berhenti buat ngelirik gue, macet dong, Cin? Ogah ah!” tolak Hana dengan datar, mencoba mencari alasan apa saja untuk menolak.
Ruka tertawa terbahak-bahak. “Zeyeeenk, macet nggak apa-apa asal lo glowing!”
"Jangan gila lo, Ruka!"
"Demi gue dan ponakan lo, please nurut." Tukas Ruka tak memperdulikan protesan Hana. Ia bangkit dan menepuk pundak Cinta. "Coloring, Cin. Bikin bestie gue jadi yang paling cantik di sini setelah gue.” ujarnya sambil melempar senyum penuh kemenangan.
Hana menghela napas panjang, namun tak lagi punya tenaga untuk melawan. Lagipula, apa gunanya membantah jika Ruka sudah mengeluarkan senjata pamungkasnya.
Proses pewarnaan rambut terasa seperti ritual panjang yang tiada akhir. Suara gunting yang beradu, aroma kimia dari cat rambut, hingga sentuhan lembut jemari Cinta yang telaten menata setiap helai rambut Hana membuatnya hampir kehilangan kesabaran. Namun, begitu semuanya selesai, dan ia diputar menghadap cermin besar di sudut ruangan, waktu seolah berhenti.
Hana terdiam, matanya terpaku pada refleksi di hadapannya. Sosok di cermin itu tampak begitu asing, tapi pada saat yang sama, ia tahu betul siapa yang sedang menatap balik ke arahnya. Rambut panjang hitam pekatnya kini berubah menjadi cokelat madu yang berkilau, dihiasi highlight lembut yang menyala indah di bawah lampu terang salon. Potongan rambut berlayer-layer membingkai wajah tirusnya dengan sempurna, menonjolkan garis rahang yang lembut dan tulang pipi yang selama ini tersembunyi. Poni curtain yang menjuntai di kedua sisi wajahnya membuatnya terlihat seperti tokoh utama dalam drama Korea.
“Tuh kan, cucok banget! Jisoo Blackpink mah lewat, Cin!” seru Cinta dengan nada puas, sambil membenarkan poni Hana yang sedikit berantakan. Ia mundur selangkah, memandangi hasil karyanya dengan bangga seperti seorang seniman yang baru saja menyelesaikan lukisan masterpiece.
Hana masih tertegun, tangannya perlahan terangkat menyentuh rambutnya yang terasa begitu ringan. "Ini... gue?" bisiknya, nyaris tak percaya.
“Sumpah, Han, lo kelihatan beda banget,” sela Ruka yang sejak tadi memperhatikan dari belakang. Ia melangkah mendekat, menyentuh pundak Hana dengan bangga. “Aura baby face lo luntur. Sekarang gantinya aura elegan dan dewasa. Gue nggak nyangka, bestie gue bisa sedewasa ini.”
Hana menoleh ke arah Ruka, lalu kembali menatap cermin. Perlahan, sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman kecil. Ada rasa asing di dadanya—sebuah kehangatan yang aneh, seperti kepercayaan diri yang perlahan-lahan tumbuh. Selama ini ia terbiasa dengan dandanan anak sekolahan yang imut. Tapi hari ini, semuanya terasa berbeda. Lebih anggun, dewasa dan elegan. Memang, duit tidak membohongi hasil akhir.
“Gue enggak tahu harus bilang apa...” Hana akhirnya berucap, suaranya sedikit bergetar.
“Enggak usah bilang apa-apa,” potong Ruka sambil tertawa. "Ini hadiah gue, lo cukup siapin mental buat bikin semua orang di kampus esok melongo saat jadi Maba, kalau perlu lo jadi ayam kampus, Han.”
Tuing!
Hana menoyor kepala Ruka. "Sialan lo!"
Bersambung...