Hafsah bersimpuh di depan makam suaminya, dalam keadaan berbadan dua.
Karena kesalahan fatal dimasalalunya, kini Hafsah harus hidup menderita, dan berakhir diusir oleh orangtuanya.
Sepucuk surat peninggalan suaminya-Raga, berpesan untuk diberikan kepada sahabatnya-Bastian. Hafsah bertekad untuk mencari keberadaan sahabatnya itu.
5 tahun pencarian yang nihil, akhirnya Hafsah bertemu juga dengan Bastian. Namun, pertemuan itu mengungkap sebuah rahasia besar, yang akhirnya membuat Hafsah semakin benci setengah mati kepada Bastian.
"Bunda ... Yuna ingin sekali digendong Ayah!" Ucapan polos Ayuna mampu menggunjang jiwa Hafsah. Ia dihadapkan pada kebingungan, dan sebuah pilihan sulit.
Mampukah Hafsah mengendalikan rasa benci itu, demi sang putri? Dan, apa yang sebenarnya terjadi?
SAQUEL~1 Atap Terbagi 2 Surga~
Cuma disini nama pemeran wanitanya author ganti. Cerita Bastian sempat ngegantung kemaren. Kita simak disini ya🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29
Hafantara ... Buku diary itu memuat kisah Hafsah sejak dia pertama kali kuliah, hingga cerita kesehariannya, bahkan setiap masalah dia tuangkan pada buku diarynya itu.
Masalah demi masalah, Hafsah rangkum sedemikian rupa, hingga pada saat kesuciannya terenggut oleh sahabatnya sendiri. Namun pada saat Dinda membaca, gadis itu meloncati bab awal, dan hanya mengambil bacaan saat Hafsah begitu tertarik, hingga dapat menikah dengan Ragantara.
Niat hati, Dinda akan mencicil bacaannya, karena dia juga mendapat beberapa tugas kuliah, jadi memaksakan dia harus mengurunkan niat bacanya terlebih dahulu.
"Kamu cari apa sih, Din?" tegur Firda merasa heran dengan sikap temannya, yang sejak tadi seperti mencari sesuatu.
'Duh ... Buku mbak Hafsah dimana, ya? Bagaimana kalau hilang? Dosaku bisa double nih. Udah aku bacanya diam-diam, ini pake hilang segala'
"Dinda ... Apa ada sesuatu yang hilang?" Tegur sang Dosen.
"hehe ... Nggak, bu. Nggak ada kok! Ini buku tugasnya nyelip," jawab Dinda, sambil mengangkat buku tulisnya.
Dosen cantik itu hanya mengangguk paham, dan kembali melanjutkan tugas pembelajarannya.
"Din, bu Aisyah sebentar lagi nikah deh, sama pak Dava! Kamu sudah bener-bener ikhlas 'kan?" bisik Firda meyakinkan sahabatnya.
Dinda sontak saja memicingkan matanya, "Gila, kamu Fir! Aku sudah nggak tertarik lagi sama tuh Rektor! Sekarang, aku lagi ngincer anak fakultas hukum," jawab Dinda seolah sedang membayangkan pria idamannya.
"Siapa, sih? Apa aku kenal?"
"Udah, kamu tenang saja Fir! Nanti aku lihatin orangnya!"
Dinda memang benar-benar belajar, namun pikirannya terus saja mencari buku diary milik Hafsah. Bagaimana jika buku itu benar-benar hilang? Padahal, Dinda sudah berniat ingin mengembalikan jika bertemu. Tetapi hingga sekarang, dia belim juga bertemu dengan Hafsah.
*
*
*
"Dada, Paman! Nanti sore kita bermain lagi ya, Paman ...." Ayuna melambaikan tangannya, sebelum bocah kecil itu masuk kedalam.
Dengan segala perjuangan Bastian pagi ini, akhirnya dia berhasil meluluhkan hati Hafsah, agar bisa mengantarkan Ayuna pergi kesekolah.
"Wah, Ayuna diantar Papah ya, Sayang?" tegur ustadzah Nikmah, setelah Ayuna selesai menyalimi tangannya.
"Dia bukan Ayah Yuna, Ustadzah! Dia Paman baik, temannya Bunda Yuna!" jawab Yuna antusias.
'Astaqfirullahaladzim! Ya ALLAH ... Bagaimana aku lupa, jelas-jelas di kartu keluarga Hafsah, tertera jika suaminya meninggal. Ya ALLAH, berdosa sekali aku!'
Ustadzah cantik itu rupanya lupa. Dan dia sekarang merasa tak enak hati dengan bocah kecil dihadapanya saat ini.
"Yunna ... Maafin Ustadzah ya, Sayang! Sekarang, mari kita menggambar sama-sama!"
"Yeay ...." Ayuna langsung saja berorak ramai, seketika lupa dengan pertanyaan Ustadzahnya.
Bastian yang biasanya berangkat ke kantor pukul 09.00 kini dia kembali lagi kerumah Hafsah, berniat untuk mengantarkan sahabatnya itu.
Dan sekarang, baru pukul 08.00!
Hafsah sudah bersiap-siap, rapi dengan seragam dinasnya. Dia sangka, Bastian setelah mengantarkan Ayuna kesekolah, maka pria itu akan langsung berangkat menuju kantornya. Namun siapa sangka, mobil hitam itu kembali lagi didepan jalan rumahnya.
'Ya ALLAH, mau apa lagi, dia?' Hafsah meluruhkan kedua pundaknya, karena merasa lelah dengan kalimat-kalimat sang sahabat yang sok meyakinkan itu.
"Tak anterin saja! Kamu mau, kejadian sore lalu terjadi lagi? Kamu dihadang pria gila itu, lalau dia mengancammu, dengan mengatasnamakan pernikahan?" ucap Bastian begitu sampai diteras Hafsah.
Huh ....!!!!
Hafsah mendesah dalam, rasanya dia kehabisan kata-kata untuk saat ini. Jika dipikir, ada benarnya juga ucapan Bastian. Tetapi, Hafsah masih merasa muak dengan pria didepannya saat ini.
Sreettt!!
Merasa kelamaan menunggu, Bastian langsung saja menarik lengan Hafsah, dan meletakan kembali helm yang dipegang sahabatnya saat ini. Walaupun terasa meronta, tetapi Bastian terus saja mengeratkan genggamannya, hingga dia berhasil memasukan Hafsah kedalam mobilnya.
Bastian, dia sedikit mengulas senyum lega, karena pagi ini dia dapat mengantarkan Hafsah menuju tempat kerjanya.
Walaupun hanya tatapan datar yang Bastian terima, setidaknya dia dapat dekat kembali dengan sahabatnya dulu. Wanita yang pertama kali dia puja, yang kini memberikanya seorang putri cantik. Namun karena keegoisannya dulu, Bastian harus menangggung semua ini.
"Apa kita sarapan dulu?" tanya Bastian membuka suara.
"Tidak perlu bersikap akrab denganku lagi!" sergah Hafsah. Sejah tadi dia menatap kearah jendela, tanpa mau menoleh sedikitpun.
"Aku sudah berjanji pada Raga, jika aku akan bertanggung jawab kepada kalian! Tolong jangan persulit harapanku, Hafsah!" balas Bastian menoleh sekilas, dengan wajah seriusnya.
"Ayuna anak mas Raga, bukan anakmu!"
"Mau sekeras apa kamu menyangkal, Ayuna tetaplah darah dagingku! Akulah Papah kandungnya, Hafsah!" pekik Bastian mencoba meyakinkan.
Hafsah menarik sebelah sudut bibirnya. Dia benar-benar muak, harus berhubungan dengan pria manipulatif seperti sahabatnya itu. Setelah puas mendapat apa yang dia mau, Bastian pergi begitu saja, hingga menghilangkan jejak kakinya.
"Kenapa kamu dulu tidak mengatakan itu, 5 tahun yang lalu? Kenapa baru berkoar sekarang, setelah aku bersusah payah, berjuang hidup dengan Ayuna-"
"JIKAPUN IYA, APA KAMU JUGA AKAN MENCINTAIKU, HAFSAH! APA KAMU JUGA AKAN MEMBALAS PERASAANKU, SEPERTI HALNYA KAMU MENCINTAI RAGANTARA?" sentak Bastian yang menaikan nada suaranya. Pria itu sudah mulai terpancing, merasa terabaikan oleh cinta sahabatnya.
Hafsah terdiam. Baru kali ini dia mendengar suara tinggi sahabatnya. Bukanya Hafsah terkesima atas pernyataan Bastian. Hafsah malah seketika teringat mantan suaminya~Raga.
Semarah apapun Raga, dia tidak pernah meninggikan suaranya kepada Hafsah. Raga selalu memperlakukannya dengan penuh kasih dan juga kelembutan. Rasanya terlalu sulit, jika harus dipaksa untuk jatuh cinta lagi.
"Maafkan aku, Hafsah! Aku belum dapat mengontrol emosiku," lirih Bastian menyesali ucapannya tadi.
Dia menoleh kembali kearah Hafsah, karena wanita itu sejak tadi memalingkan wajahnya. Bastian memejamkan mata dalam, mengatur nafasnya, agar emosinya juga ikut terkendali.
Drrt.. Drrt..
Bastian segera merogoh ponsel yang berada disaku depan celananya. Keningnya mengernyit, kala mendapati sang Ayah yang menelfon.
"Hallo pah, ada apa?"
"Kamu sekarang dimana, Bastian? Perasaan berangkat pagi sekali, tapi belum juga sampai di Kantor?" hardik tuan Gading menggeram.
"Iya, ini sebentar lagi sampai! Tadi Bastian mampir ke apartemen dulu, Pah!"
"Ya sudah, cepat datang! Meting dimulai 15 menit lagi!"
Tut!!!!
'Aku tidak tahu, bagaimana jika keluargamu tahu tentang Ayuna, Bastian! Apa kamu juga akan berbohong seperti tadi?'
Hafsah mendengar betul, bagaimana Bastian menutupi semua masalah dari keluarganya. Ayuna, malang sekali nasibnya. Dia memiliki kedua kakek nenek yang masih lengkap, namun tiada satu dari mereka yang menganggap keberadaanya.