"Kau hanya perlu duduk dan menghabiskan uangku, tapi satu hal yang harus kau penuhi, yakni kepuasan!" Sagara Algyn Maheswara.
"Asal kau bisa membuatku keluar dari rumah sialan itu, aku bisa memberikan apapun termasuk yang satu itu, Tuan." Laura Alynt Prameswari.
Laura menderita karena hidup dengan keluarga tirinya, ayahnya menikah lagi dan selama itu dia selalu ditindas dan diperlakukan seenaknya oleh keluarga barunya itu, membuat Laura ingin bebas.
Akhirnya, dia bertemu dengan Sagara. berawal dari sebuah ketidaksengajaan, namun siapa sangka berakhir di atas ranj*ng bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Kalian sudah pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Sam sambil melirik Sagara, pria itu hanya menyunggingkan senyuman kecilnya, dia duduk sambil menyedekapkan tangannya di dada.
Laura menganggukan kepalanya, ini pertemuan ketiganya dengan pria tampan ini. Gadis itu terlihat gugup, berbeda dengan Sagara.
"Oke, baiklah. Silahkan kalian mengobrol berdua, kami akan pergi jalan-jalan." Ucap Sam sambil beranjak dari duduknya, dia menarik tangan Lily menjauh dari meja tempatnya duduk bersama Sagara tadi.
"Ly.." Panggil Laura.
"Calm, Lau. Semuanya bakalan baik-baik aja, kalo ada apa-apa, telpon gue. Oke?" Lily pergi bersama Sam meninggalkan Laura bersama Sagara.
"Duduk.." Pinta Sagara. Laura pun menurut, dia duduk di kursi yang masih kosong yang tepat berada di depan Sagara.
"Aku tidak suka basa-basi, Laura. Katakan tujuan dan niatmu mau menjadi baby?" Tanya Sagara. Laura terdiam, dia bingung harus menjawab apa, dia tidak terlalu ngebet untuk menjadi seorang sugar baby, tapi Lily yang terus mengomporinya hingga akhirnya dia tertarik.
"Jujur?"
"Hmm.."
"Aku ingin membalas dendam pada keluarga baru ayahku dan juga merebut kembali rumah peninggalan mendiang ibu yang dijual oleh ayahku."
"Hanya itu?" Tanya Sagara sambil tersenyum sinis. Laura menganggukan kepalanya mengiyakan. Dia tidak memiliki tujuan apapun selain itu, rasa sakitnya terhadap keluarga baru ayahnya membuatnya timbul dendam. Tidak salah kan? Selama bertahun-tahun lamanya dia hanya bisa diam, inilah saatnya. Ini kesempatan yang bagus untuk membuat orang-orang yang merendahkannya bungkam.
"Iya, Tuan."
"Kau sudah tahu apa saja tugas seorang baby, Nona Laura?" Tanya Sagara. Laura menggelengkan kepalanya dengan polos, membuat pria itu terkekeh.
"Tapi, aku bisa belajar, Tuan."
"Panggil Daddy, aku lebih suka panggilan itu dibanding caramu memanggilku barusan."
"I-iya, Daddy."
"Baiklah, kau akan menjalankan tugasmu sambil belajar."
"Baik, Dad."
"Laura Alynt Prameswari, 23 tahun?" Tanya Sagara sambil melihat secarik kertas yang dibawa Laura berisi biodatanya, lengkap dengan semua riwayat hidupnya karena Lily mengatakan untuk membawa itu. Bukan apa-apa, pria yang akan menjadikannya sugar baby bukanlah orang biasa.
"Iya, Dad."
"Aku Sagara Algynt Maheswara, kau mungkin tau namaku." Laura menganggukan kepalanya. Lily sudah memberitahu nama pria ini tapi wajahnya dia tidak membocorkannya, maka dari itu dia terkejut saat melihat pria yang akan menjadi Daddy nya itu adalah pria yang datang berkunjung ke butik tadi siang.
"Syarat pertama, aku ingin kau tinggal bersamaku." Ucap Sagara, Laura membulatkan kedua matanya saat mendengar ucapan pria di sampingnya.
"Tinggal bersama?"
"Ya, aku akan memberimu apartemen untuk tempatmu tinggal. Aku akan memenuhi semua kebutuhanmu." Jawab Sagara, dia menatap Laura dengan wajah seriusnya.
"Apartemen yaa?"
"Tidak mungkin aku harus datang ke rumahmu hanya untuk bertemu, kan?" Tanya Sagara. Laura cengengesan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya mengiyakan.
"Kau bisa pindah besok, tidak perlu membawa banyak barang karena asistenku sudah mengurus semuanya termasuk keperluanmu."
"Aku mengerti."
"Bagus." Sagara tersenyum kecil, dia beranjak dari duduknya, Laura refleks ikut berdiri dan mengikuti langkah Sagara. Pria itu mengulurkan sebelah tangannya dan Laura menyambutnya. Entahlah, dia masih merasakan kegugupan tapi nalurinya berkata lain.
"Kau ingin membeli sesuatu? Makanan atau barang?"
"Hah?"
"Ini rules pertama, kau harus belanja bersamaku sekarang."
"Tapi kan kita.."
"First day kamu jadi sugar baby-ku, Laura." Jawab Sagara. Laura terheran-heran, tapi dia juga bingung kalau membeli barang-barang mahal karena itu akan dirampas kakak tirinya.
"Kenapa?"
"Aku gak bisa belanja, nanti dirampas kakak tiriku."
"Kau punya kakak tiri?" Tanya Sagara. Laura menganggukan kepalanya mengiyakan.
"Usianya lebih tua dua tahun dariku, Dad."
"Baiklah, lain waktu saja kalau begitu. Bagaimana kalau kita makan malam?"
"Kalau ujung-ujungnya makan malam, kenapa kita keluar dari restoran tadi, Dad?" Tanya Laura sambil mendongak menatap wajah Sagara.
Pria itu sangat tinggi, membuat Laura harus mendongak agar bisa menatap wajah pria itu. Tinggi badannya hanya sebahu pria itu, padahal dia bisa dibilang tinggi. Malahan, dia lebih tinggi dari Lily. Tapi saat berdiri berdampingan dengan Sagara, Laura menciut.
"Aku tidak suka makan disana."
"Ohh gitu, yaudah ayo makan di tempat kesukaan Daddy." Ajak Laura. Tidak tahu kenapa dia bisa berubah antusias begini, aneh memang.
"Hmm.. Kau yakin tak ingin membeli beberapa barang? Ponsel baru, mungkin?" Tawar Sagara lagi, dia melihat ponsel milik Laura yang terlihat ketinggalan jaman, modelnya sudah lama, terlihat seperti ponsel jadul.
"Hehe, boleh deh yang itu.." Sagara hanya tersenyum kecil, lalu membawa Laura ke toko ponsel di mall itu dan memberikan ponsel keluaran terbaru untuk Laura. Jangan tanyakan harganya, sudah pasti puluhan juta.
'Harga ponselnya sama kayak usiaku. Orang kaya memang unik, habisin duit sebanyak itu dalam sekejap mata.' Laura membatin, dia melihat paper bag di tangannya yang berisi ponsel itu.
"Sudah atau kau mau membeli sesuatu?" Tanya Sagara lagi, sambil memasukkan kartu saktinya ke dalam dompetnya yang tebal.
"Tidak. Ini sudah sangat cukup kok." Laura tersenyum hingga matanya menyipit seperti bulan sabit.
"Malam ini, kau akan tidur di apartemen atau pulang ke rumah?"
"Pulang ke rumah aja deh, soalnya kan mau pindahannya besok."
"Baiklah."
"Dad.."
"Ya."
"Bisakah secepatnya anda menebus rumah peninggalan mendiang ibuku?" Tanya Laura pelan.
"Akan kuurus secepatnya."
"Benarkah?"
"Kau tidak perlu khawatir, aku akan mengurusnya." Jawab Sagara. Laura tersenyum manis lalu mengangguk-anggukan kepalanya, tak banyak hal yang dia inginkan, dia hanya ingin merebut kembali rumah peninggalan mendiang sang ibu.
Rumah itu memiliki banyak sekali cerita dan kenangan masa kecilnya. Andai saja, sang ayah tidak menikah lagi dengan wanita itu, pasti rumah itu masih menjadi miliknya.
"Kita makan dulu sebelum aku antar kau pulang." Ucap Sagara. Laura hanya bisa menurut, dia mengiyakan apapun ucapan Sagara. Mau menolak pun rasanya percuma karena perutnya sudah berdemo meminta diisi.
Setelah selesai makan malam, Sagara pun mengantarkan Laura pulang ke rumahnya, tapi sepertinya Laura melupakan sesuatu.
"Lily gimana ya?"
"Dia sudah pulang sama Sam."
"Oh, yaudah. Tapi apa mereka juga tinggal bersama, Dad?" Tanya Laura sambil melirik ke arah samping, melihat wajah Sagara yang terlihat fokus. Gantengnya bukan main, bahkan saat dilihat dari sisi manapun, dia tetap tampan.
"Kenapa tidak kau tanyakan pada temanmu itu?"
"Kadang lupa, hehe.."
"Setahuku iya, tapi entahlah." Jawab pria itu sambil menatap wajah Laura.
"Dimana rumahmu?"
"Di gang itu.." Tunjuk Laura. Sagara mengernyitkan keningnya, rumah di area itu cukup padat dan kumuh.
"Kau yakin?" Tanya Sagara lagi dan Laura hanya menjawab dengan anggukan kepalanya.
"Iya." Pria itu mengemudikan mobilnya memasuki gang itu dan setelahnya, Laura meminta Sagara berhenti di depan sebuah rumah sederhana dengan halaman yang cukup luas. Halaman yang dipenuhi dengan tanaman hias.
"Ini rumahmu?"
"Rumah ibu tiriku. Aku menumpang disini, jadi diperlakukan kayak pembantu." Jawab Laura jujur.
"Setelah ini, kau takkan merasakan sakit apapun lagi."
"Semoga saja." Jawab Laura sambil tersenyum.
"Aku keluar dulu ya?"
"Ya, pergilah. Besok, kita bertemu di tempatmu kerja." Laura mengiyakan, dia membuka pintu mobil dan terlihat menyembunyikan paper bag yang berisi ponsel ke samping rumahnya. Awalnya, Sagara merasa heran tapi tak lama kemudian..
"Heh, darimana saja kamu hah? Gak ada kapok-kapoknya yaa!" Baru saja Laura membuka pintu rumah, suara menggelegar terdengar, lengkap dengan suara pukulan yang mengenai tubuh Laura. Sagara membulatkan kedua matanya saat melihat gadis itu dipukul di depan matanya.
Tanpa banyak pikir lagi, dia turun dari mobil dan menarik tangan Laura hingga tubuh gadis itu menabrak dada bidangnya.
"Beginikah caranya memperlakukanmu, Laura?" Tanya Sagara. Laura menyembunyikan wajahnya di pelukan Sagara, dia menangis menahan rasa sakit di tubuhnya akibat pukulan yang dilayangkan ibu tiri Laura.
"Siapa kau hah? Berani sekali mencampuri urusanku."
"Semua hal yang berkaitan dengan Laura, sekarang jadi urusanku!" Tegas Sagara. Matanya menatap tajam semua anggota keluarga yang ada disana. Ada satu perempuan yang lebih muda di dalam sana, Sagara bisa menebak kalau itu adalah kakak tiri Laura.
"Mulai hari ini, Laura akan ikut bersamaku. Keluarga macam apa yang menyakiti anaknya sendiri? Gilaa!"
"Heh!"
"Kita pergi, Laura." Ajak Sagara, dia menggendong tubuh gadis itu karena kakinya bisa dipastikan sakit karena wanita itu memukulnya dengan sangat keras menggunakan gagang sapu.
"Dad, ponselnya.."
"Iya, aku tahu." Sagara memasukan tubuh gadis itu ke dalam mobil dan menutup kembali pintu mobilnya, dia kembali berjalan dan mengambil paper bag yang tadi di sembunyikan oleh Laura.
"Heh, mau kau bawa kemana gadis itu? Enak saja bawa-bawa anak orang. Heh!" Teriak Ratih tapi Sagara tak menghiraukannya, tapi beberapa detik kemudian dia berbalik dan menatap tajam wanita paruh baya itu lagi.
"Setelah ini, kau takkan pernah bisa menyentuh milikku. Berani menyentuhnya, kau akan mendapatkan akibatnya!" Tegas Sagara memperingatkan wanita itu. Kemudian, dia berjalan cepat ke arah mobil mewahnya dan segera melajukan mobilnya menjauhi rumah sialaaan itu.
.
lanjut Thor dobel Napa Thor...