Anand dan Shan, dua sepupu yang tumbuh bersama, tak pernah membayangkan bahwa hidup mereka akan berubah begitu drastis.
Anand dikhianati oleh kekasihnya—wanita yang selama ini ia cintai ternyata memilih menikah dengan ayahnya sendiri. Luka yang mendalam membuatnya menutup hati dan kehilangan arah.
Di sisi lain, Shan harus menelan kenyataan pahit saat mengetahui kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Pengkhianatan itu membuatnya kehilangan kepercayaan pada cinta.
Dalam kehancuran yang sama, Anand memutuskan untuk menikahi Shan.
Lantas apakah yang akan terjadi jika pernikahan tanpa cinta dilakukan? Akankah luka dapat disembuhkan dengan mereka menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 5
Setelah makan malam yang penuh ketegangan itu, suasana rumah terasa berat. Mikha pamit lebih dulu, dengan alasan harus bangun pagi untuk bekerja. Anand mengantarnya keluar, memberikan pelukan lembut untuk menenangkannya.
Sementara itu, di dalam rumah, Ranika duduk di sofa dengan wajah murung. Ia menghela napas panjang saat ibunya, Mona, ikut duduk di sampingnya.
"Aku nggak habis pikir ya ranika" Mona membuka percakapan dengan nada tajam. "Kenapa kau bisa dengan mudah menerima Mikha? Kau tahu kan, keluarga kita nggak bisa menerima seseorang dengan latar belakang yang nggak jelas."
Ranika mengusap pelipisnya. "Mama, bukan berarti dia orang yang buruk. Aku melihat bagaimana Mikha mencintai Anand, dan sebaliknya. Mereka sudah bersama selama lima tahun. Anand bahagia bersamanya."
Mona mendengus. "Lima tahun pacaran bukan jaminan apa pun, Ranika. Kau harus berpikir lebih jauh ke depan. Kau yakin ingin memiliki menantu yang nggak punya keluarga? Nggak ada yang tahu asal-usulnya? dan terlebih lagi dia itu miskin, sejak kecil tinggal di panti asuhan? hah kalian semua pasti sudah gila mau menerima perempuan itu"
Ranika menatap ibunya dengan lelah. "Mama, ini bukan zamannya menikah berdasarkan status keluarga. Yang penting Anand bahagia."
"Bahagia?" Mona tertawa sinis. "Kebahagiaan itu nggak hanya datang dari cinta, Ranika. Kau pikir setelah menikah, masalah selesai? nggak ran..nggak!!! Nanti jika ada masalah, kepada siapa mereka akan meminta nasihat? Keluarga siapa yang akan menjadi pendukung mereka? apa kau nggak sadar ya bahwa menerima Mikha berarti kita menerima orang asing yang bahkan nggak punya akar?"
Ranika terdiam, namun tidak bisa membantah sepenuhnya.
Mona melanjutkan dengan nada lebih rendah tapi penuh penekanan. "Aku nggak akan membiarkan ini terjadi, Ranika. Kau mungkin bisa menerima perempuan itu, tapi aku nggak bisa. Aku akan memastikan Anand membuka matanya sebelum semuanya terlambat."
Ranika menghela napas, merasa terjebak di antara ibunya dan kebahagiaan putranya sendiri.
Di sisi lain, Virzha yang mendengar percakapan itu dari kejauhan hanya menggelengkan kepala. Ia tahu ibunya keras kepala, dan ini hanya awal dari pertentangan yang lebih besar.
Setelah meninggalkan rumahnya, Anand membawa Mikha pulang. Malam itu terasa dingin, tetapi suasana di dalam mobil sunyi, hanya suara mesin yang terdengar. Mikha menatap ke luar jendela, pikirannya masih terbebani oleh perkataan Mona.
Sesampainya di rumah, Anand turun dari mobil dan mengambil sebuah kotak makanan dari jok belakang. Ia tersenyum kecil. "Aku bawakan makanan untuk nenekmu," katanya lembut.
Mikha mengangkat wajahnya, sedikit terkejut. "Anand, kamu itu nggak perlu repot-repot..."
"Aku ingin," potong Anand, lalu menggenggam tangannya. "Ayo kita masuk."
Mikha membuka pintu rumahnya dan langsung disambut oleh neneknya yang sudah duduk di ruang tamu. Wanita tua itu tersenyum lebar begitu melihat Anand.
"Nak Anand? Ya Allah, kamu sudah lama nggak datang ke sini. Sini.. sini duduk nak," ucapnya dengan senang hati.
Anand tersenyum hangat dan menyerahkan makanan yang ia bawa. "Aku bawakan makanan dari rumah. Semoga nenek suka."
Nenek Mikha terlihat senang. "Ah, kau ini memang selalu perhatian. Sepertinya kau benar-benar mencintai cucuku, ya?"
Mikha melirik Anand, wajahnya sedikit memerah. Anand justru menatap nenek Mikha dengan serius. "Iya nih nek, aku Sangat mencintainya"
Nenek itu tersenyum penuh arti. Ia bisa melihat ketulusan di mata Anand.
Mereka mengobrol beberapa saat sebelum akhirnya Anand berpamitan pulang. Saat keduanya berdiri di depan pintu, Mikha menatap pria itu dengan penuh pertanyaan.
"Sayang? Kamu yakin nggak apa-apa?" tanyanya pelan.
Anand menghela napas panjang, lalu meraih kedua tangan Mikha. "Aku minta maaf soal Nenekku tadi. Aku benar-benar minta maaf, Mikha."
Mikha menggeleng. "Itu bukan salahmu, Anand."
"Tapi tetap aja, aku nggak mau kamu merasa sakit hati," ucap Anand dengan nada penuh penyesalan. "Mikha, tolong jangan tinggalkan aku."
Mikha menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku nggak pernah berpikir untuk meninggalkanmu, Anand."
Anand tersenyum kecil, lalu perlahan mengangkat tangan Mikha dan menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. "Aku serius, Mikha. Aku benar-benar mencintaimu. Setelah menikah, kita akan pergi jauh dari sini. Kamu nggak akan berhadapan dengan keluargaku lagi. Hanya ada kita."
Mikha terdiam, merasakan genggaman Anand yang begitu erat, seolah pria itu takut kehilangannya.
"Aku nggak peduli apa pun yang mereka katakan. Aku hanya ingin bersamamu," lanjut Anand.
Mikha tersenyum kecil, lalu mengangguk. "Aku percaya sama kamu, Anand."
Anand menariknya ke dalam pelukan hangat. Di bawah langit malam yang bertabur bintang, mereka saling berjanji untuk tetap bersama, apa pun yang terjadi.
***
Di rumah keluarga Anand, suasana masih terasa canggung setelah makan malam yang sempat memanas. Shan, Mitha, Hasan, dan Raka masih duduk di ruang tamu, saling mengobrol ringan untuk mencairkan suasana.
Tak lama, Virzha menghampiri mereka dengan ekspresi menyesal. Ia menghela napas, lalu berkata dengan tulus, "Maaf ya, makan kalian pasti terganggu tadi. Aku nggak nyangka akan terjadi keributan seperti itu."
Mitha tersenyum tipis. "Kami mengerti, Kak. nggak apa-apa. Hal-hal seperti ini memang wajar dalam keluarga besar."
Shan, yang sejak tadi diam, akhirnya ikut bicara. "Om, aku mengenal Mikha dengan baik. Dia perempuan yang baik dan sangat cocok untuk Anand."
Virzha menatap keponakannya dengan penuh perhatian. "Kamu benar-benar berpikir begitu?"
Shan mengangguk yakin. "Mikha bukan hanya baik, tapi juga sabar. Aku tahu hubungan mereka sejak lama, dan Mikha selalu ada untuk Anand. Dia bukan tipe perempuan yang akan menyakiti atau meninggalkan orang yang dia cintai."
Virzha tersenyum kecil. Ia tahu Shan tidak asal bicara.
Saat itu, Mitha menimpali, "Oh iya, Kak, Mama minta maaf karena nggak bisa datang malam ini. Mama sedang ada urusan di kantor, jadi tidak bisa ikut makan malam bersama kita."
Virzha menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya. "Mama sudah tua, Mitha. Seharusnya beliau nggak perlu repot-repot datang ke kantor lagi. Lebih baik jaga saja kesehatannya."
Mitha tersenyum. "Mama memang keras kepala, Kak. Dia masih ingin ikut campur urusan perusahaan, padahal aku dan suamiku sudah bisa mengurus semuanya."
Virzha mengangguk pelan. "Aku titip Mama padamu, ya. Aku tahu kamu yang paling sering bersamanya sekarang."
Mitha mengerti maksud Virzha. Sebagai anak tiri, hubungan mereka memang tidak selalu sempurna, tapi Virzha tetap menghormati ibunya dan ingin yang terbaik untuknya.
Percakapan mereka berlanjut dengan suasana yang lebih tenang. Walaupun ada ketegangan di meja makan sebelumnya, malam itu mereka memilih untuk mengakhiri pertemuan dengan lebih damai.
Latar Belakang Keluarga Virzha dan Mitha
Malika dan Hardi adalah pasangan yang masing-masing membawa anak dari hubungan sebelumnya ke dalam pernikahan mereka. Hardi memiliki seorang putra bernama Virzha, sementara Malika membawa Mitha, anak yang lahir dari perselingkuhan suaminya terdahulu. Meskipun Mitha adalah hasil dari pengkhianatan, Malika menerima dan merawatnya dengan penuh kasih sayang, terutama setelah kematian suaminya dan selingkuhannya dalam kecelakaan mobil.
Setelah menikah, Malika dan Hardi dikaruniai dua putri, Sarah dan Zaniya. Keluarga ini menjadi keluarga campuran yang terdiri dari anak-anak dari berbagai latar belakang. Hubungan antara Virzha dan Mitha berkembang dengan baik, meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah langsung. Mereka tumbuh bersama sebagai saudara tiri, saling mendukung dan memahami satu sama lain.
Malika, dengan kebesaran hatinya, tidak membedakan kasih sayangnya antara Mitha dan anak-anak kandungnya. Dia berusaha menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis, di mana setiap anggota merasa diterima dan dicintai. Namun, dinamika dalam keluarga campuran ini tetap menantang, terutama dalam hal penyesuaian peran dan hubungan antara anggota keluarga.
Namun, di balik keharmonisan itu, tersimpan benih-benih kecemburuan yang perlahan tumbuh, terutama pada diri Sarah dan Zaniya.
Hardi, sebagai kepala keluarga, dikenal bijaksana dan adil. Ia tidak membedakan kasih sayangnya antara anak kandung dan anak tiri. Mitha, meskipun bukan darah dagingnya, diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Hardi bahkan berinisiatif mencarikan pasangan hidup yang terbaik untuk Mitha, yaitu Hasan, seorang pria berintegritas dan berkarakter baik.
Sebelum meninggal, Hardi memastikan bahwa semua anaknya mendapatkan bagian yang adil dari harta warisannya. Keputusan ini mencakup Mitha, yang meskipun bukan anak kandungnya, tetap menerima bagian yang setara dengan anak-anak lainnya.
Keputusan-keputusan Hardi ini menimbulkan rasa tidak puas pada Sarah dan Zaniya. Mereka merasa bahwa perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada Mitha terlalu berlebihan, melebihi apa yang mereka terima sebagai anak kandung. Kecemburuan ini semakin menguat ketika Mitha mendapatkan pasangan hidup pilihan ayah mereka, sementara mereka merasa diabaikan dalam hal tersebut.
Perasaan iri ini memicu konflik batin dalam diri Sarah dan Zaniya. Mereka mulai mempertanyakan keadilan dalam keluarga dan merasa bahwa posisi mereka terancam oleh kehadiran Mitha. Meskipun Hardi telah berusaha bersikap adil, persepsi berbeda di antara anak-anaknya menciptakan dinamika keluarga yang kompleks dan rentan terhadap konflik internal.
Situasi ini mencerminkan bahwa niat baik dan keadilan yang dijunjung oleh orang tua tidak selalu diterima dengan cara yang seragam oleh setiap anak. Persepsi dan perasaan masing-masing individu dapat memainkan peran penting dalam menjaga harmoni dalam keluarga, terutama dalam keluarga yang memiliki latar belakang yang beragam.
---
Setelah Anand pergi, Mikha menutup pintu dan berbalik menghadap neneknya yang duduk di ruang tamu. Wajah neneknya berseri-seri, matanya berbinar penuh semangat.
"Anand itu pemuda yang baik, Mikha. Nenek senang melihat kalian bersama. Dia tampak sangat mencintaimu."
Mikha tersenyum, merasa hangat mendengar pujian neneknya.
"Iya, Nek. Anand memang orang yang baik."
Namun, senyum neneknya perlahan memudar, digantikan oleh ekspresi serius.
"Tapi, Nak, sampai kapan kamu akan menyembunyikan semuanya dari Anand? Dia berhak tahu siapa dirimu sebenarnya."
Mikha menunduk, rasa bersalah menyelimuti hatinya.
"Aku takut, Nek. Bagaimana jika setelah tahu, dia meninggalkanku?"
Nenek menghela napas panjang, lalu meraih tangan Mikha dengan lembut.
"Anand mencintaimu apa adanya. Menyembunyikan kebenaran darinya sama saja dengan mengkhianati kepercayaannya. Jika kamu benar-benar mencintainya, kamu harus jujur. Jangan menipunya dengan kebohongan."
Mikha mengangguk pelan, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Aku mengerti, Nek. Aku akan mencari waktu yang tepat untuk memberitahunya."
"Jangan menunda terlalu lama, Nak. Semakin lama kamu menunggu, semakin sulit nantinya. Percayalah, kejujuran adalah dasar dari hubungan yang kuat."
Mikha memeluk neneknya erat, mencari kekuatan dari pelukan hangat itu.
"Terima kasih, Nek. Aku akan berusaha jujur pada Anand."
Setelah percakapan itu, Mikha duduk sendiri di kamarnya, merenungkan kata-kata neneknya. Selama lima tahun berpacaran, Anand belum sepenuhnya mengenalnya. Ada banyak hal yang disembunyikannya, rahasia yang belum pernah diungkapkan. Kini, Mikha dihadapkan pada pilihan sulit: tetap menyembunyikan kebenaran dan mempertaruhkan hubungannya, atau mengungkapkan segalanya dan menghadapi konsekuensinya.
Malam itu, Mikha bertekad untuk tidak lagi hidup dalam bayang-bayang kebohongan. Dia tahu, kejujuran adalah langkah pertama menuju hubungan yang lebih baik dengan Anand. Namun bagaimana cara memulai untuk jujur?
Virzha sebenarnya mencintai istrinya cuman krn dibawah pengaruh ibu nya Ranika jadi kayak gitu, Anand juga cintanya terlalu besar buat Mikha dan effort nya dia gak main main, sedangkan Mikha? neneknya meninggal gara-gara si Mona dan Ranika, dia nggak cinta tapi demi neneknya dia cuman pengen balas dendam🥺🥺
eps 1 udh menguras tenaga sekale