jhos pria sukses yang di kenal sebagai seorang mafia, mempunya kebiasaan buruk setelah di selingkuhi kekasih hatinya, perubahan demi perubahan terjadi dia berubah menjadi lebih kejam dan dingin, sampai akhirnya dia tanpa sengaja membantu seorang gadis mungil yang akan menjadi penerang hidupnya. seperti apakah kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Sesampainya di depan hotel, Jhos segera membuka pintu mobil dan memasukkan Nisa ke dalamnya. Ia kemudian duduk di kursi pengemudi dan segera menyalakan mesin, meninggalkan tempat itu secepat mungkin.
“Sudah, jangan menangis lagi. Kamu aman sekarang,” ucap Jhos dengan lembut, berusaha menenangkan Nisa yang masih terisak dari tadi. Ia tahu betul bahwa gadis di sampingnya sedang mengalami trauma berat. Bagaimana tidak? Gadis berusia 18 tahun itu hampir saja dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya.
“Paman... hiks... aku takut, paman. Aku sungguh takut...” jawab Nisa di sela tangisnya. Ia memeluk lututnya erat, masih terbayang wajah buas dan penuh nafsu Jonson yang hampir memperkosanya tadi.
“Aku tahu kamu takut, tapi sekarang aku ada di sini bersamamu. Jangan khawatir, oke? Tidak akan ada yang menyakitimu atau mengganggumu lagi,” kata Jhos dengan penuh ketulusan, berusaha meyakinkan Nisa.
Setelah beberapa lama, suara tangis Nisa tak lagi terdengar. Jhos melirik ke samping dan melihat Nisa sudah tertidur dengan kepala bersandar di kursi mobil. Air mata masih terlihat mengalir di pipinya yang lembut.
“Hemmm... aku lebih tenang kalau kamu tertidur,” gumam Jhos pelan sambil menatap wajah Nisa yang tampak begitu polos dan rapuh. Ia menggelengkan kepalanya dan berbisik, “Nisa, kamu sungguh gadis yang mungil dan manis. Wajahmu yang cantik pasti menarik perhatian banyak pria, terutama pria hidung belang seperti Jonson. Tapi aku berjanji... aku akan selalu melindungimu, asalkan kamu bersedia menjadi wanitaku.”
Jhos masih merasa terkejut bahwa Nisa kini menjadi target Jonson. Ia bersyukur bisa mengetahuinya lebih awal. Kalau tidak, Nisa pasti sudah menjadi korban pria bejat itu.
Saat Nisa meneleponnya tadi, Jhos langsung mengenali alamat hotel yang disebutkan. Tanpa berpikir panjang, ia segera bergegas ke sana. Ia sangat mengenal Jonson—pria yang gemar mempermainkan wanita dan tidak akan melepaskannya sebelum puas. Beruntung, ia datang tepat waktu. Kalau terlambat sedikit saja, Nisa pasti sudah jatuh ke dalam cengkeraman Jonson.
Sambil menyetir menuju apartemennya, ponsel Jhos tiba-tiba berdering. Ia melirik layar dan segera mengangkat panggilan itu.
“Halo, Jhos. Aku minta kamu kembalikan gadis itu. Jangan biarkan aku memaksamu. Dia adalah wanitaku,” suara Jonson terdengar di seberang sana, terdengar penuh tekanan.
“Kali ini, jangan harap,” jawab Jhos singkat dan dingin.
“Jhos, aku peringatkan sekali lagi! Kembalikan gadis itu, atau kita akan berperang! Mulai sekarang, kau dan aku putus hubungan. Kita adalah musuh!” ancam Jonson dengan nada penuh amarah.
Mendengar ancaman itu, Jhos hanya tersenyum kecil. Ia sama sekali tidak takut. Baginya, melindungi Nisa jauh lebih penting daripada berurusan dengan Jonson.
"Jonson, aku selalu membiarkanmu memperlakukan perempuan semaumu dan tidak pernah mengganggumu. Tapi tidak dengan gadis ini, karena aku menyukainya. Mulai saat ini, aku yang akan melindunginya," ujar Jhos sebelum mematikan sambungan telepon dan kembali fokus mengemudi.
"Sial... Kamu berani menantangku, Jhos? Baiklah, kalau begitu, ini berarti perang!" geram Jonson dengan penuh amarah.
Dia tidak percaya bahwa Jhos kini berani menantangnya demi seorang gadis. Jonson merasa tidak terima dan yakin bahwa dirinya lebih dulu mengenal dan mencintai Nisa dibandingkan Jhos.
"Aku tidak akan mengalah semudah itu. Aku akan merebut Nisa kembali darimu, Jhos!" gumam Jonson penuh tekad.
Dengan wajah yang semakin memanas karena amarah, Jonson segera memberikan perintah kepada bawahannya yang paling setia.
"Niji, aku ingin kamu segera mencari tahu di mana Jhos membawa gadis itu. Selidiki mereka sekarang juga!" perintahnya dengan nada penuh tekanan.
"Baik, Tuan. Saya akan segera mencari tahu tentang mereka," jawab Niji dengan wajah dingin, lalu berbalik pergi untuk melaksanakan tugasnya.
Sesampainya di apartemen, Nisa perlahan terbangun dari tidurnya.
“Paman, kita di mana?” tanyanya dengan suara lemah, merasa asing dengan tempat ini. Ia mengamati sekeliling dengan penuh kebingungan. “Ini bukan apartemen paman, kan?” gumamnya pelan.
“Kamu sekarang berada di tempat yang aman. Jonson tidak akan bisa menemukanmu di sini karena dia tidak tahu lokasi ini,” jawab Jhos tenang. Ia memang sengaja membawa Nisa ke apartemen ini demi keamanannya.
“Tapi kenapa paman membawaku ke sini?” tanya Nisa, masih bingung dengan situasi yang dihadapinya.
“Karena mulai sekarang, kamu adalah wanitaku. Tidak ada seorang pun yang boleh menyentuh atau memilikinya selain aku,” kata Jhos dengan tegas.
Nisa terkejut mendengar pernyataan itu. Kata-kata Jhos membuatnya semakin bingung. “Maksud paman apa? Aku tidak mengerti,” ucapnya polos, matanya menatap Jhos dengan penuh tanda tanya.
Jhos tersenyum tipis, lalu menatap Nisa dalam-dalam. “Maksudku, mulai sekarang kamu adalah milikku. Aku akan menjagamu dan memastikan tidak ada orang lain yang berani menyentuhmu,” ucapnya penuh keyakinan.
Nisa hanya terdiam, lalu menyipitkan matanya sambil memanyunkan bibirnya ke depan, kebiasaan yang sering ia lakukan saat sedang berpikir.
Melihat ekspresi lucu Nisa, Jhos tanpa ragu langsung mencium bibirnya. Nisa semakin terkejut, matanya membelalak karena tidak menyangka akan hal itu.
“Kecupan tadi adalah tanda kepemilikanku atas dirimu. Ingat itu,” ujar Jhos dengan santai, lalu keluar dari mobil meninggalkan Nisa yang masih terdiam dan kebingungan.
Melihat Nisa yang masih terpaku di dalam mobil, Jhos memanggilnya. “Kamu mau terus di dalam mobil? Ayo, ikut aku masuk,” ucapnya sambil melangkah menuju pintu apartemen.
Setelah masuk ke dalam apartemen, Jhos langsung menyuruh Nisa untuk mandi. Ia sendiri pergi ke ruang kerja untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
Nisa naik ke kamar Jhos untuk mandi. Setelah selesai, ia membuka lemari pakaian untuk mencari sesuatu yang bisa dikenakannya. Namun, matanya membelalak saat melihat isi lemari tersebut.
“Kenapa semua pakaiannya terbuka dan... seksi?” gumamnya dengan wajah memerah. Meski merasa canggung, ia tetap memilih salah satu pakaian yang dirasa paling layak dikenakan.
Nisa mencoba beberapa bra yang ada di dalam lemari, namun semuanya terlalu kecil untuknya. Akhirnya, ia memutuskan untuk tidak mengenakan bra dan hanya memakai kaus yang tersedia.
Setelah berpakaian, Nisa menuju dapur untuk memasak. Ia ingin membalas kebaikan Jhos dengan menyiapkan makanan sederhana untuknya.
Saat masakannya sudah siap, Nisa berjalan menuju ruang kerja Jhos dan memanggilnya. “Paman, makanannya sudah siap,” ujarnya dengan suara lembut.
“Paman, ayo makan. Masakannya sudah jadi,” panggil Nisa lembut dari dapur.
Jhos yang mendengar panggilannya segera keluar dari ruang kerja. Namun, saat sampai di depan pintu, ia terkejut melihat penampilan Nisa. Tubuh mungil gadis itu tampak begitu menggoda dalam pakaian yang terlalu terbuka, memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan jelas. Pakaian itu ternyata milik Sinta, mantan pacarnya, yang dulu sering tinggal di apartemen ini.
Dulu, pakaian itu tampak biasa saja di tubuh Sinta, tetapi di tubuh Nisa, semuanya terlihat berbeda—lebih menggoda. Jhos menatapnya tanpa berkedip, perasaan tak menentu mulai menguasai pikirannya.
“Paman? Kenapa bengong begitu? Ayo kita makan,” tegur Nisa sambil menatapnya dengan heran.
Jhos segera tersadar dari lamunannya, menelan ludah, lalu berusaha menguasai dirinya. “I-iya, ayo,” jawabnya sambil mencoba bersikap normal, meski dalam hati ia masih berusaha menenangkan pikirannya.
Ia berjalan mengikuti Nisa menuju meja makan, berusaha mengalihkan pikirannya dari godaan yang ada di depan matanya.