pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan yang sangat jauh
Kemenangan mutlak Kelompok 7 dalam ujian final masih menjadi buah bibir di seluruh Akademi. Tidak ada yang bisa percaya bagaimana tim yang dipimpin oleh Thanzi, yang dianggap tidak memiliki bakat sihir atau fisik yang sebanding dengan 'tiga pilar', bisa mengalahkan Michael, Pangeran Lyra, dan Elian. Rasa tak percaya bercampur dengan kebingungan, seolah tatanan dunia telah terbalik. Namun, Thanzi tak menghiraukan semua itu. Setelah ujian selesai dan timnya, berkat strateginya, mendapatkan nilai tertinggi yang pernah ada, dia segera kembali ke kamar asramanya.
Thanzi menjatuhkan diri ke tempat tidur, menatap langit-langit yang polos. Keheningan kamarnya membiarkannya tenggelam dalam pikirannya. Entah datang dari mana, sebuah ingatan samar muncul di benaknya. Ingatan akan dirinya yang dulu.
Dulu... aku adalah seseorang yang suka membantu, batinnya, merasa sedikit aneh dengan pikiran itu. Aku senang melihat orang lain bahagia. Senyum mereka... itu adalah hadiah bagiku. Kilasan-kilasan memori melintas: dirinya yang dulu dengan tulus membantu teman yang kesulitan, merasa bangga saat melihat senyum lega di wajah orang lain. Sebuah perasaan hangat yang kini terasa begitu asing.
Sekarang, dirinya adalah seseorang yang licik. Setiap langkahnya diperhitungkan, setiap interaksinya adalah bagian dari manipulasi besar. Ia senang melihat lawan-lawannya kebingungan, frustrasi, bahkan terpecah belah. Kemenangan baginya bukan tentang kejujuran, melainkan tentang dominasi pikiran. Senyum yang kini ia tunjukkan lebih sering adalah seringai licik, bukan senyum tulus yang dulu.
Mungkin sifat baruku ini berasal dari tubuh sang antagonis, Thanzi, ia merenung. Atau mungkin ini adalah aku yang sebenarnya, yang terbebas dari belenggu "protagonis ideal" di duniaku sebelumnya. Perasaan aneh itu, campuran kerinduan akan masa lalu dan penerimaan atas dirinya yang sekarang, bercokol di dalam hatinya. Ia adalah perpaduan dari dua dunia, dan perpaduan itu telah melahirkan sesuatu yang jauh lebih kompleks dan berbahaya.
Thanzi yang asik beristirahat di kamar asramanya, menikmati keheningan yang ia butuhkan setelah hiruk pikuk ujian, tiba-tiba mendapatkan ketukan di pintu. Seorang petugas Akademi mengabarkan kalau dirinya dipanggil oleh Kepala Akademi.
Ah, ini dia, pikir Thanzi, bangkit dari tempat tidur. Mereka pasti ingin tahu lebih banyak tentang 'kemampuan aneh'ku. Ia sudah siap dengan jawaban yang telah ia siapkan matang-matang.
Panggilan Tak Terduga dan Misi Rahasia
Setibanya di tempat Kepala Akademi, Thanzi mendapati pemandangan yang sangat asing. Ruangan Kepala Profesor yang luas itu penuh sesak. Bukan hanya Kepala Profesor, Profesor Eldrin, dan Profesor Serena yang ada di sana, tetapi juga beberapa profesor senior lain dari berbagai disiplin ilmu sihir dan bela diri, bahkan beberapa anggota Dewan Akademi. Aura serius memenuhi ruangan, nyaris mencekik. Mereka semua menatapnya dengan tatapan yang sama: campuran keheranan, kecurigaan, dan... rasa ingin tahu yang dalam.
"Thanzi, silakan duduk," kata Kepala Profesor, suaranya lebih berat dari biasanya.
Thanzi duduk, menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang dan netral, menyembunyikan sedikit pun kegugupan yang mungkin dirasakannya.
"Kami telah mendiskusikan apa yang terjadi di ujian final," Kepala Profesor memulai, pandangannya beralih dari satu profesor ke profesor lain, lalu kembali ke Thanzi. "Kemampuanmu... belum pernah ada presedennya di sejarah Akademi ini. Kami telah menganalisis rekaman pertarungan berulang kali, namun tidak ada penjelasan yang masuk akal secara konvensional."
Profesor Eldrin maju. "Kau mampu menyebabkan gangguan mental dan fisik yang melumpuhkan, tanpa jejak mana yang signifikan. Bahkan sensor sihir kami tidak bisa melacak sumbernya. Bagaimana kau melakukannya?"
Thanzi menjawab dengan tenang, menggunakan penjelasan yang sama seperti yang telah ia persiapkan. "Saya mengembangkan pemahaman mendalam tentang resonansi energi internal setiap individu, dan bagaimana memanipulasinya dari jarak jauh. Ini adalah sebuah bakat yang sangat langka, dan saya masih dalam tahap mempelajari batas-batasnya." Ia sengaja terdengar sedikit misterius dan jujur di permukaan, agar mereka percaya bahwa ia sendiri pun masih dalam proses memahami.
Profesor Serena, dengan mata berbinar, mengajukan lebih banyak pertanyaan teknis tentang cara kerja resonansinya, tentang batasan, dan bagaimana ia mengembangkan kemampuan itu. Thanzi dengan cekatan menghindari jebakan, memberikan jawaban yang samar namun masuk akal, tanpa pernah mengungkapkan detail inti dari sistem ilusi resonansi miliknya. Ia berhasil meyakinkan mereka bahwa itu adalah bakat alami yang unik, bukan sihir yang bisa dipelajari.
Setelah hampir satu jam interogasi, suasana ruangan sedikit mereda, namun ketegangan masih terasa. Para profesor saling berbisik, lalu Kepala Profesor mengetuk meja.
"Thanzi," katanya, suaranya kini berubah menjadi lebih serius, mengarah pada sesuatu yang tak terduga. "Kami telah membuat sebuah keputusan penting, berdasarkan usulan dari semua profesor yang hadir."
Thanzi menunggu, merasakan firasat aneh.
"Akademi ini membutuhkan inovasi, dan bakatmu... adalah sebuah anomali yang harus diselidiki. Kami telah memutuskan untuk memberikanmu sebuah misi rahasia. Misi ini sangat berbahaya, melampaui apa pun yang pernah kami berikan kepada siswa lain. Misi ini di luar kurikulum normal."
Thanzi mengerutkan kening. Misi rahasia?
"Tujuannya adalah menguji batas kemampuanmu, dan juga mengumpulkan data penting untuk Akademi. Jika kau berhasil dalam misi ini, kau akan mendapatkan gelar istimewa dari Akademi, bahkan mungkin posisi yang sangat terhormat di masa depan. Sebuah pengakuan yang akan mengubah statusmu secara drastis, jauh melampaui semua siswa lain."
Sebuah tawaran yang sangat menggiurkan. Status, pengakuan... dan kendali.
"Namun," Kepala Profesor melanjutkan, tatapannya menusuk, "jika kau gagal dalam misi ini, atau jika kemampuanmu tidak seperti yang kami harapkan... kau akan mati dalam misi tersebut. Ini adalah risiko yang harus kau terima. Kami tidak akan mengirimkan bantuan."
Thanzi merasakan hawa dingin merambat di punggungnya. Ini bukan sekadar ujian, ini adalah cara mereka untuk menguji dan mengendalikan dirinya. Jika ia selamat, mereka bisa mengklaim bakatnya. Jika ia mati, masalah 'Thanzi yang aneh' akan selesai.
"Misi ini... adalah sebuah ekspedisi ke Hutan Terlarang," lanjut Kepala Profesor, dan Thanzi menyadari betapa kebetulannya ini dengan rencananya sendiri mencari Seruling Giok Hitam. "Kau harus mencari dan mengamankan sebuah artefak kuno yang hilang di sana, di dalam Reruntuhan Kuil Bulan. Artefak itu sangat kuat, dan berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah. Detail lebih lanjut akan diberikan setelah kau menerima misi ini."
Semua mata tertuju pada Thanzi, menunggu jawabannya. Sebuah taruhan besar. Hidup atau mati. Gelar dan kekuasaan, atau kehancuran.
Thanzi menatap mereka semua, senyum tipis, nyaris tak terlihat, terukir di wajahnya. Ini adalah kesempatan emas. Ia akan melangkah lebih jauh dari sekadar manipulator, menjadi pemain kunci dalam permainan yang lebih besar.
"Saya terima misi ini, Kepala Profesor," jawab Thanzi, suaranya mantap, penuh keyakinan. Ia akan mengubah misi ini menjadi kesempatan baginya untuk meraih apa yang ia inginkan.