Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Berhari-hari Ahen melakukan hal serupa hingga di hari ke-15 Alena mulai luluh.
Pagi ini Ahen masuk ke kamar Alena dan melihat Alena sudah bangun dan sudah membersihkan diri.
"Sarapanmu," ujar Ahen sambil meletakkan piring makanan Alena.
Setelah itu Ahen berbalik badan dan bersiap melangkah pergi dari kamar Alena.
"Ahen." panggil Alena.
Panggilan Alena menghentikan langkah Ahen, ia menoleh pada Alena.
"Kamu nggak capek?" tanya Alena.
Ahen menggeleng. Alena berjalan mendekati Ahen.
"Makasih ya, kurang lebih 2 minggu lebih kamu udah sering liat aku kesini." ucap Alena di selingi senyum tipis.
"Aku nggak pengen ada yang mati kelaparan disini."
Alena langsung memukul lengan Ahen.
"Makanlah, aku mau berangkat."
"Kemana?" tanya Alena.
"Kerja lah, masa maling ayam?"
Alena terkekeh.
"Oke."
Ahen tersenyum tipis setelah keluar dari kamar Alena, Alena mengambil piring berisi makanan untuknya, ia membawanya ke ruang makan, Alena duduk di meja makan sambil menikmati sarapannya.
"Lidahku rasanya seperti terkejut mendapat asupan berbagai rasa makanan pagi ini, enak banget."
"Nyonya?!"
Alena menoleh ke arah sumber suara dan melihat Bi Mia menatap Alena dengan tatapan bahagia.
"Kenapa, Bi? Kok kaget?" tanya Alena.
"Akhirnya Nyonya kembali seperti dulu, hiks."
Bi Mia sampai menitikkan air mata saat melihat Alena kembali seperti semula.
"Bi Mia bisa aja sih."
"Saya khawatir tau pas Nyonya tidak mau makan 2 hari lebih, tidak pernah keluar kamar."
Alena tersenyum,
"Maaf ya, Bi."
"Sekarang Nyonya makan yang banyak ya! Saya masakin makanan yang lain, Nyonya kurusan soalnya." Bi Mia langsung berjalan ke dapur dengan langkah cepat tanpa menunggu respon Alena.
Alena melihat sekelilingnya, ia menghela napas, mengingat 2 minggu ia mengurung diri di kamar membuatnya hampir lupa suasana ruangan lainnya di rumah ini.
"Nyonya mau pudding rasa coklat atau lainnya?" tanya Bi Mia.
"Yang mana aja boleh." jawab Alena, ia terharu melihat Bi Mia yang begitu antusias.
"Oke!"
****************
Di kamar...
Alena mengambil foto milik Ahen yang dulu ia curi dari tempatnya.
"Pasti ada alasan di balik foto ini, aku juga belum tau gimana Ahen yang sebenernya. Apa nanya aja ke Ahen ya?"
"Tapi... Ahen baik banget sama aku."
Alena menghela napas dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
"Masa sih orang baik kayak Ahen ternyata belok?" gumamnya.
"Mana mukanya kayak orang bener."
Malam harinya, selesai melaksanakan Shalat Maghrib, Alena langsung pergi ke ruang makan karena perutnya sudah keroncongan.
"Bi Mia masak apa nih?" tanya Alena dengan antusias.
"Ini teri campur pete, super pedes! Nyonya pasti suka. Ada cumi-cuma juga dan sayur buncis yang tidak terlalu pedas, Nyonya." jawab Bi Mia sambil menghidangkan nasi hangat di meja.
"Wah! Enak banget kelihatannya."
Alena langsung duduk dan mengambil nasi dengan semangat membara.
"Emmm! Aku suka makanan malam ini. Masakan Bi Mia emang nggak pernah gagal."
Bi Mia tersipu mendapat pujian dari Alena.
"Terima kasih, Nyonya."
"Bi Mia udah makan belum? Kalau belum makan, ayo makan sama aku."
"Sudah, Nyonya."
"Beneran?"
"Iya, Nyonya."
"Oke deh kalau gitu. Aku makan dulu ya, wah petenya menggoda."
Alena melahap makanannya dengan ekspresi bahagia, ia juga mendengar suara mobil Ahen.
"Tumben pulang jam segini."
Alena mengendikkan bahu dan kembali menyantap makanan di piringnya, Ahen terkejut melihat keberadaan Alena di ruang makan dan lebih terkejut lagi saat Alena makan dengan lahapnya hingga tidak menyadari kedatangan dirinya.
"Pelan-pelan aja, nggak akan ada yang nyuri."
Alena menoleh dan melihat Ahen duduk di sampingnya kemudian ikut makan.
"Udah pulang?" Alena berbasa-basi.
"Ya iya, dikira ini aku jelmaan?"
Alena menyipitkan kedua matanya.
"Tinggal jawab iya, ah."
"Iya istriku, aku sudah pulang." jawab Ahen sambil mengambil cumi di mangkok.
Sedetik kemudian ia baru menyadarinya, ia menoleh pada Alena yang sedang memberikan tatapan aneh.
"Bilang apa tadi?" tanya Alena.
"Yang mana?" Ahen bertanya balik.
"Yang barusan."
"Yang barusan kan banyak."
Alena mencubit paha Ahen.
"Geli dengernya tau."
"Telingamu salah dengar itu,"
Ahen lanjut mengambil sayurnya, ia lalu membaca doa dan mulai menyantap makan malamnya dengan lahap.
"Itu makan udah berapa kali nambah?" tanya Ahen di sela-sela makannya.
Alena menelan ludah.
"Baru nambah 1 kali." jawab Alena dengan ragu, ia mengira akan dimarahi dan sejenisnya.
Tanpa di sangka, Ahen mengambil satu centong nasi lagi dan meletakkannya di piring Alena.
"Makan, kamu mulai kurus."
Alena ternganga.
"Laper sih laper ya, tapi perutku nggak semelar itu sampai bisa nampung makanan ini lagi."
"Lambung kali."
"Iya maksud aku lambung, bawel banget pak Aji."
"Harus habis itu nasi di piringmu, kasian Bi Mia capek-capek masak."
Alena melotot.
"Enak aja,"
Alena langsung menyentil telinga Ahen, Ahen meringis kesakitan dan hal itu membuat Alena tertawa.
"Jangan macem-macem sama aku. Masih mending ku sentil kupingmu, kalau ginjalmu ku sentil apa nggak heboh? Hahaha."
"Kamu kalau ku sentil pasti diem."
Tawa Alena terhenti mendengar perkataan Ahen.
"Kok bisa?" tanya Alena.
"Ya bisa lah."
"Iya kok bisa?"
"Ya bisa, Alena."
"Ya kok bisa, Ahen?"
"Ya intinya bisa."
Di balik tembok, Bi Mia tersenyum haru mendengar kedua majikannya sedang akur.
"Kalau di rumah ini rasanya mereka berdua ya begitu-begitu saja. Hmmm, cara apa yang bisa mendekatkan mereka lebih dari ini, ya?"
Bi Mia tampak sedang berpikir keras.
"Aha!" Bi Mia tersenyum saat ide menyentuh otaknya.
Bi Mia berjalan dan berdiri hadapan keduanya.
"Kenapa, Bi?" tanya Ahen.
"Tuan, maaf saya lancang."
"Bicara saja."
"Sebenernya saya ingin menyarankan Tuan dan Nyonya pergi ke pasar malam di lapangan yang ada di dekat balai Desa."
"Pasar malam?!" tanya Alena dengan semangat.
"Iya Nyonya, saya ingin melihat-lihat disana."
"Jadi Bi Mia ingin kita bertiga ke sana?" tanya Ahen.
Bi Mia mengangguk.
"Tapi kan Mas Ahen baru pulang, Bi. Pasti capek. Gimana kalau Bi Mia sama aku aja ya yang kesana."
Bi Mia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Eee... Itu..."
"Ya sudah, setelah Isya kita bertiga kesana. Bi Mia juga sudah lama tidak liburan, kan?" Ahen pun setuju.
"Yeeee ntar kamu pingsan disana gimana?"
"Aku nggak selemah itu, Alena."
Alena memasang wajah meledek Ahen.
"Baik, Tuan. Saya siap-siap dulu. Permisi."
Bi Mia dengan semangat berlalu dari ruang makan.
"Wah Bi Mia semangatnya kayak anak muda ya?"
Ahen hanya tersenyum. Setelah selesai makan, Alena tidak mau kalah dari Bi Mia, ia juga melakan persiapan agar tampil segar nantinya. Ia masuk ke kamar Ahen dan mulai merias diri.
"Buat apa dandan tebel sampek 5 kilo, Alena?" tanha Ahen.
"Lebay ah lima kilo. Ini mah satu ons juga nggak ada. Aku kan mau keliatan cantik." jawab Alena, ia memasang eyeliner dengan hati-hati.
"Emang kamu mau dikira nggak bisa modalin istri buat cantik? Enggak kan?"
Ahen hanya menghela napas.
"Ya udah cepetan. Udah satu jam loh."
Alena menoleh ke arah Ahen.
"Berisik Pak Aji."
Sekali lagi Ahen hanya menghela napas.
Suami istri ❎
Tom n Jerry✅
prosotan pake kumis geli dong🤣🤣🤣🤣🤦🏻♀️