Olivia Caroline adalah seorang wanita matang dengan latar belakang kedua orang tua broken home. Meski memiliki segalanya, hatinya sangat kosong. Pertemuan dengan seorang gadis kecil di halte bis, membuatnya mengerti arti kejujuran dan kasih sayang.
"Bibi, mau kah kamu jadi Mamaku?"
"Ha? Tidak mungkin, sayang. Bibi akan menikah dengan pacar Bibi. Dimana rumahmu? Bibi akan bantu antarkan."
"Aku tidak mau pulang sebelum Bibi mau menikah dengan Papaku!"
Bagaimana kisah ini berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kumi Kimut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
Olivia tersenyum." Iya pak, aku tahu kamu akan melakukan hal terbaik untukku. Makasih ya mau menunggu aku menerima cinta kamu," ucap Olivia senang.
Aarav lantas memeluk kembali Olivia, kali ini dengan hati yang sangat sedih. Dia merasa kalau penantiannya tidak berakhir sia-sia.
"Terima kasih Olivia, kamu sudah menjadi orang yang baik dan sangat sayang sama Alesia. Dia tidak punya siapa-siapa selain aku. Kalau aku tiada...."
Olivia melepaskan pelukan, lalu menutup mulut Aarav dengan tangannya." Ssst, jangan bilang seperti itu. Kita akan hidup bersama selamanya,pak."
Aarav memegang tangan Olivia dengan lembut." Baiklah, sayang." Kini kedua mata itu saling menatap. Aarav semakin dekat dengan wajah Olivia. Tapi ...
"Mbak Oliv! Aku ... eh, sorry aku gak tahu kalau kalian lagi ...." Suara Peter terdengar jelas. Aarav dan Olivia tampak memundurkan langkah dan pura-pura tidak terjadi sesuatu.
Peter merasa canggung, dia membalikkan tubuhnya." Mario sudah masuk penjara. Dia sudah dihukum karena kejahatannya."
"Oh oke, ada lagi yang ingin kamu sampaikan?" tanya Olivia.
"Gak ada mbak, Ehm ... Aku pulang duluan ya? Nanti mbak diantar sama pak Aarav. Silakan dilanjutkan ehem ehemnya...." Seketika Peter langsung lari menuruni tangga.
"Eh, Peter! Maksud kamu apa hey?"
**
Peter yang sudah berada di lantai bawah, senyum-senyum sendiri karena melihat sang kakak mendapatkan kebahagiaannya." Hah, akhirnya mbak Olivia laku juga," ucapnya.
Alesia yang baru saja keluar dari kamar, tampak menguap lalu memanggilnya." Paman? Hoaaam, ada apa? Siapa yang laku?" tanya Alesia masih dengan muka bantalnya.
"Kamu bakalan punya mama baru lho."
"Ha? Serius paman? Memangnya, Bibi mau menerima cinta Papaku?"
"Iya dong, mereka lagi ada di loteng, coba deh susul."
"Gak ah, nunggu aja di bawah. Gak sopan kalau ngintip, kata Papa gitu."
"Hadeh, susah kalau ngomong sama kamu. Gak bisa diajak kerjasama."
Disaat yang sama, Olivia dan Aarav turun dari loteng, mereka mendengar percakapan antara Peter dan Alesia. Olivia lantas bilang." Tuh dengerin Peter, anak kecil aja tahu. Kamu malah kek gitu. Huhu gak ngajarin yang bener," sahut Olivia.
"Eh, ya ggp dong kak. Kan, memang kakak udah otw mau nikah. Tadi aku lihat, udah mau ...." Peter membuat gerakan kuncup dengan jari-jarinya seolah menggambarkan kalau Olivia dan Aarav sedang kiss.
"Tadi mau gini kan? Tapi ada aku, gak jadi deh. Hahaha."
"Eh, kamu nakal ya Peter! Awas kamu!" Olivia mengejar Peter, keduanya cuma berputar-putar. Alesia lantas menghentikan kejar-kejaran ini." Heh, udah! Kayak anak kecil aja. Lebih baik, kita persiapkan nikahan papa sama bibi aja. Gimana?"
Kata-kata yang diucapkan oleh Alesia membuat Olivia berhenti mengejar Peter." Astaga, Alesia. Aku kan malu sama pak Aarav," gumamnya yang tak kuasa menahan bahagia. Meski pengen langsung dinikahi, rasanya gimana gitu kalu minta duluan.
"Boleh, sayang. Yuk kita sewa Wedding Organizer aja, biar gampang," timpal Aarav.
Deg!
Jantung Olivia tidak baik-baik saja, dia sangat bahagia meski rasa was-was masih ada. Aarav menggenggam tangan Olivia secara tiba-tiba. Sampai Olivia menatap tangannya yang cukup dingin itu." Tenang saja, gak ada namanya gagal nikah. Kita akan bersama selamanya, Olivia."
"Pak Aarav ...." Olivia menatap wajah sang calon suami dengan penuh haru, ini pertama kalinya dia percaya dengan kata-kata seorang lelaki setelah pengkhianatan Mario.
"Ya sayang, yuk kita menuju pelaminan?"
"Cie cie." Alesia dan Peter menggoda keduanya. Olivia cuma senyum-senyum aja.
Aarav yang tegak badannya lantas mengandeng lengan sang calon istri." Gimana, mau gak yang?" goda Aarav.
"Jangan gitu pak, aku malu," jawab Olivia lirih.
"Astaga, kenapa malu? Gak usah malu kali. Yuk, ikut aku aja."
Olivia mengangguk, dia dan sang calon suami bersama menemui seorang W.O yang merupakan teman baik Aarav. Sedangkan untuk Alesia dan Peter cuma cengengesan tahu dua orang dewasa sedang kasmaran.
"Paman, lihatlah mereka berdua, seperti bocah yang lagi jatuh cinta," bisik Alesia.
"Iya sayang, wah. Papamu keren, gercep."
"Hehe, siapa dulu. Papahku."
*
*
*
Sementara itu, Olivia dan Aarav sudah masuk ke dalam mobil. Aarav lantas menghidupkan mesin mobilnya. Disamping kursi kemudi, Olivia hanya melihat keluar jendela. Aarav mengamati." Sayang, kenapa kamu lihat keluar sana? Kenapa gak natap mata aku?"
Olivia geli mendengar ucapan Aarav." Ngapain sih lihat muka kamu? Malesin."
"Cie, yang bener malesin? Coba aku lihat?"
smangat