Arsa menjalani hidup yang sangat sulit dan juga aneh. Dimana semua ibu akan bangga dengan pencapaian putranya, namun tidak dengan ibunya. Alisa seperti orang ketakutan saat mengetahui kecerdasan putranya. Konfilk pun terjadi saat Arsa bertemu dengan Xavier, dari situlah Arsa mulai mengerti kenapa ibunya sangat takut. Perlahan kebernaran pun mulai terkuat, dimulai dari kasus terbunuhnya Ayah Arsa, sampai skandal perusahaan besar lainnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humble, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesta
Bryan dan Harris sempat menoleh ke belakang, saat kedua orang itu di bawa. Namun Arsa yang berjalan di sebelah mereka, terlihat tidak peduli sama sekali.
Keduanya saling bertatapan, dan menggelengkan kepala mereka bersamaan. Namun, karena tidak tahan dengan rasa penasarannya, Bryan yang lebih dahulu bertanya.
“Arsa, bagaimana bisa? Maksudku, kartu apa yang sebenarnya ada di dompetmu itu?” Tanya Bryan setengah berbisik.
Arsa sebenarnya bukan tidak peduli dengan apa yang menimpa Fitri saat ini. Namun lebih memperdulikan apanyang harus dia jawab, begitu kedua temannya bertanya.
Dan benar saja, jika Arsa berpikir keduanya akan menunggu, ternyata dia salah. bryan, bahkan sepertinya tidak tertari lagi dengan acara yang mereka ingin datangi saat ini.
Arsa tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya bersuara menanggapi. “Bryan, ini hanya sebuah kartu, dan percayalah aku tidak menipu siapapun untuk mendapatkannya.
Mata Bryan melebar begitu pun dengan Harris. Bryan langsung menahan bahu Arsa, agar temannya itu sedikit memelankan langkahnya karena Arsa berjalan terasa semakin cepat.
“Sial! Arsa, bicara apa kau? Kami tahu bagaimana kartu itu bisa sampai di tanganmu. Jelas kau tidak sedang menipi siapaun disini. Bahkan siapapun tidak akan membunuh seseorang, untuk mendapatkan kartu seperti itu.” Seru Bryan, yang langsung di sambut anggukan kepala Harris.
Melihat perubahan sikap sekua staff hotel ini begitu Arsa benar-benar pemilik kartu tersebut, tentu saja keduanya sudah menyadari bahwa itu bukanlah hal yang biasa saja.
“Arsa, meski begitu sekalipun kamu tahu kamu bukan orang seperti itu. Aku dan Bryan hanya ingin tahu, itu saja.” Ucap Harris, menambahkan.
Mendengar itu, Arsa merasa sedikit lega. Namun dia tetap belum bisa mengatakan bagaimana dia bisa memiliki kartu ini kepada keduanya, setidaknya untuk saat ini.
Arsa tersenyum, sebelum akhirnya berbalik menoleh pada keduanya. “Bryan, jika aku tidak ingin menceritakan hal ini pada kalian, apa kalian keberatan?”
Saat mengatakan itu, Arsa menatap keduanya secara bergantian. Dia benar-benar berharap keduanya melepaskannya untuk kali ini saja.
Bryan dan Harris sempat terdiam, dan kembali saling bertatapan. Tak lama kemudian, senyum mengembang di kedua wajah mereka.
“Sial! Arsa, tentu saja kami tidak keberatan. Selama yang memiliki kartu itu adalah teman kami. Aku rasa itu tidak masalah, hahahaha…” jawab Bryan tertawa bangga.
“Tuan-Tuan silahkan.”
Suara Bella yang tiba-tiba saja menyela ketiganya, membuat Arsa dan yang lainnya berhenti berbicara. Di depan mereka pintu lift baru saja terbuka. Bella sengaja membiarkan ketiganya untuk masuk lebih dulu, baru mengikuti di belakang.
Mata Bryan dan Harris melebar saat menyadari bertapa indahnya lekuk tubuh wanita di depan mereka ini.
setelah menekan tombol di sebelah pintu Lift yang akan membawa mereka ke lantai atas, dimana pesta yang sebenarnya berada, bella kembali bersuara.
“Tuan muda Pratama, sekali lagi aku minta maaf atas ketidaknyamanan ini.”
Arsa tentu tahu bagaimana cara seorang profesional bekerja. Lagipula, dia tahu siapa yang memulainya.
“Nona Saphira, tidak perlu. Tapi aku sangat menghargainya, jika kau mau merahasiakan ini.” Ucap Arsa.
Meski saat itu dirinya tidak menghadap pada Arsa, namun untuk sesaat apa yang dikatakan pemuda itu membuatnya melebarkan mata.
Cepat dia menganggukan kepalanya, lalu bersuara. “Percayalah padaku, aku seorang profesional.”
Bella benar-benar kagum dengan pemuda di belakangnya ini. Jelas dia sangat ingin merahasiakan identitasnya, bahkan pada kedua temannya sendiri.
Sebagai manajer hotel, dia sudah beberapa kali bertemu dengan beberapa orang yang memiliki kartu yang hampir sama, namun jelas tidam sesuperior kartu yang di miliki Arsa.
Menurut Bella, jika Arsa memilih untuk menggunakan kartu yang hanya di miliki oleh segelintir orang di dunia ini, Arsa bahkan bisa membuat pesta ulang ini di hentikan begitu saja. Karena dia tahu benar sekuat dan seberkuasa apa pemilik kartu itu, hingga nyaris bisa melakukannya.
Richard Carlton pemilik hotel ini pun tentu akan dengan senang hati menyambut pemuda ini, jika mengetahui seseorang seperti Arsa muncul untuk menghadiri pesta ulang tahun putrinya.
Sekarang, menyadari bahwa pemiliknya seorang pemuda yang mengatakan jika dirinya baru saja pulang kuliah. Bella sama sekali tidak bisa membayangkan sekaya apa keluarga Arsa, sehingga bisa memberikan kartu yang terkenal dengan sebutan one percent card itu.
Karena hanya ada nol koma satu persen saja dari total orang di seluruh dunia yang mampu memilikinya, dan di Kota Dreams ini, Bella yakin tidak lebih dari lima orang yang memilikinya, atau mungkin tak ada yang lain.
“Terima kasih, aku percaya padamu nona Saphira, di masa depan jika butuh bantuanku, kau bisa mencariku.” Ucap Arsa dengan senyum simpul.
Lift baik salam suasan diam. Namun seperti kebanyakan pemuda lainnya, Bryan dan Harris begitu hanyut dengan pemandangan yang ada di depan mereka, sehingga keduanya tidak menyimak apa yang di bicarakan dua orang itu.
“Ting…!” Pintu lift kembali terbuka. Dan di saat yang sama, mata ketiganya langsung melebar.
Bahkan saat keluar lift, masih di koridor hotel saja, namun pemandangan yang mereka lihat saat ini sudah sangat jauh berbeda.
Di lantai itu, orang-orang dengan pakaian mewah nampak sedang berlalu lalang. Hal yang membuat Bryan dan Harris saling bertatapan, sebelum akhirnya memperhatikan pakaian yang di gunakan mereka masing-masing.
“Silahkan.” Ucap Bella sekali lagi, dan ketiganya kembali mengikuti langkah wanita itu.
Saat keluar dan berjalan. Beberapa orang tampak menunduk saat menyapa Bella, namun saat melihat ketiga orang dibelakangnya, tentu saja hal itu membuat mereka mengerutkan kening, heran.
Menyadari itu. Arsa sudah mulai gugup, saat pemuda itu sedikit menyesali keputusannya. Melihat bagaimana semua orang memperhatikan mereka, dia berpikir memang seharusnya dia mengganti pakaian saja sebelum datang kesini.
Sekarang dia dan kedua teman lebih terlihat seperti karyawan magang yang mengikuti seorang manager, yang akan menunjukkan dimana seharusnya mereka bekerja.
Dan seperti cerita-cerita novel drama pada umumnya, tentu saja keadaan mereka yang seperti itu tidak akan lengkap jika tidak di bumbui satu drama lagi yang menunggu di depan mata.
Tepat saat di depan pintu ballrom lantai itu, saat Bella ingin membawa ketiganya masuk, suara seorang wanita pun menyela.
“Hei, lihat! Siapa yang ada disini?”
Ketiganya langsung berbalik, dan melihat dari arah mana suara itu datang. Mata mereka kembali melebar, karena saat itu, entah takdir atau sudah di setting oleh Author. Hawk teman kuliah mereka datang mendekar.
Bella sempat ingin bersuara, namun Bryan dan Harris mendahuluinya. “Hawk!”
Seharusnya mereka tidak perlu terkejut dengan kehadiran Hawk, apalagi di tempat seperi ini. Dari semua yang mereka kenal, tentu saja Hawk yang paling masuk akal di undang untuk hadir di pesta ini.
Keduanya sangat tahu siapa ayahnya, dan hubungannya perusahaan ayahnya dengan perusahaan milik Carlton.
“Hahaha! Sepertinya kalian tidak ingin melewatkan hal ini.” Ejek Hawk sambil tertawa.
“Maaf, Tuan… apa kau mengenal..”
Saat Bella ingin bersuara, Hawk yang paham maksud dari wanita cantik itu langsung menyela. “Nona Saphira, tidak apa-apa, aku mengenal merka bertiga. Mereka adalah teman kuliahku.”
Bella menoleh pada ketiganya, namun tidak ada satupun dari pemuda bersamanya, menyangkal apa yang dikatakan Hawk.
“Ck… Hawk berdecih. Sambil menggelengkan kepala seolah tak percaya.
“Apa kalian datang untuk kerja sampingan? Yah tentu saka begitu. Aku rasa tempat ini menawarkan bayaran yang tinggi untuk malam ini, bukan? Hahaha!” Ucap Hawk sambil tertawa mengejek ketiganya.
Mendengar itu, Bella merasa tidak nyaman. Apalagi saat dia menatap Arsa, jelas pemuda itu menunjukkan wajah tidak suka.
“Maaf, tapi siapa anda?” Tanya Bella, menyela Hawk.
Hawk Berpikir sebelumnya Bella mengenali dirinya, namun ternyata tidak. Hal itu membuat Hawk berbalik dan menoleh pada bella.
“Aku Hawk Houston, putra dari Thomas Houston.” Ucap Hawk memperkenalkan dirinya dengan bangga.
“Houston?”
“Ya benar.” Jawab Hawk seperti sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh Bella selanjutnya.
Setelah itu, Hawk kembali berbalik, menatap ketiganya secara bergantian. “Jadi berapa anda membayar pecundang-pecundang ini untuk kerja paruh waktu?”
“Maaf Tuan Houston.” Ucap Bella.
Hawk mengangguk kepala, namun sama sekali tidak berbalik menatap Bella, saat wanita itu bertanya.
“Ya, Hawk Houston.” Ucap Hawk menegaskan namanya.
“Hmmmm… apa kau dari luar kota? Aku belum pernah mendengar nama keluarga Houston di kota ini sebelumnya.” Ucap Bella tiba-tiba.
Kata-kata Bella yang sama sekali tidak dia duga itu, langsung membuat Hawk membeku di tempatnya berdiri.
“Siapa sebenarnya dirimu?” Lanjut Bella dengan nada sedikit tinggi.