Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17.
Masih terkesima dengan ruangan yang cukup luas itu hingga Luna melupakan Danar sesaat, dimana lelaki itu setelah dibaringkan pelan oleh perempuan muda nan manis tadi langsung meringkuk dan kembali hampir tidak sadarkan diri. Perhatian Luna kembali teralihkan ke Danar ketika lelaki itu mengeluarkan suara agak mengigau, dia mencoba membalik tubuh Danar yang menghadap menyamping menjadi terlentang dan lepas kedua sepatu serta dibenahi posisi kedua kakinya yang menindih selimut lalu ditarik benda cukup tebal itu untuk menyelimuti tubuh Danar yang mulai sedikit gemetaran. Masih cukup panik, penglihatan Luna menyisir sekitar untuk mencari keberadaan kotak obat dan tidak membutuhkan waktu lama ditemukan kotak yang berada dekat dengan pintu lain yang ada di ruangan itu. Dibuka dan mulai mencari obat penurun panas dan juga obat lain yang sekiranya dapat membantu Danar dengan pengetahuan minim Luna mengambil beberapa pil itu. Setelahnya dia kembali berpikir cara agar Danar dapat meminum obat - obatan itu.
"Bukan cuman lokasi ruangannya yang ajaib, semua yang aku butuhkan mulai dari obat sampe air minum tersedia. Jangan - jangan dibalik pintu ini kamar mandi sama dapur lagi?" ucap Luna sambil melihat kearah pintu dekat dengan kotak obat tadi sambil menerka - nerka sendiri.
Setelahnya Luna kembali membawa air serta obat - obatan tadi dan mencoba membuat Danar bangun, namun kali ini lelaki lumayan tampan itu benar - benar sudah tidak sadar. Bulir peluh sudah memenuhi pelipis serta mengalir dikulit capingnya. Helaan napas yang sedikit putus asa, kembali Luna terdiam sambil menggit bagian bawah bibirnya karena berpikir.
"Yah, mau gimana lagi? Pak tolong dengarkan saya baik - baik, saya harus sekali melakukan ini karena Bapak tidak kooperatif bukan karena saya mau tapi harus saya lakukan. Saya ijin ya Pak...," ujar Luna.
Perempuan agak langsing itu memasukkan pil yang dibawanya lalu mengalir air minum ke dalam mulutnya hingga terlihat kedua pipi Luna kembung, satu tangan perempuan itu memegang kedua pipi Danar hingga bibir bawah dan atasnya membuat mulut lelaki itu terbuka. Wajah Luna dicondongkan kearah wajah Danar, bibir keduanya menempel dengan maksud memasukkan obat - obatan yang diperlukan oleh Danar. Sedikit menahan napas setelah berhasil, wajah Luna dengan cepat kembali keposisi awal dengan menutup pelan mulut Danar. Terlihat dari arah tenggorokan lelaki itu gerakan meneguk sesuatu. Ekspresi lega Luna terlihat dan kemudian dia mengusap bibir Danar, lalu perempuan muda itu baru hendak bangkit namun pergerakan tangannya ditahan oleh genggaman agak kuat Danar. Luna kembali melihat kearah Sang Atasan, mata perempuan itu menyiratkan sesuatu ketika melihat bibir Danar berkomat - kamit, dia lalu mendekatkan salah satu daun telinganya kearah wajah lelaki berkulit putih pucat itu.
"Maaf, maafkan aku...," terdengar ucapan itu berkali - kali diucapkan oleh Danar dengan dahi yang berkerut lalu perlahan aliran air mata keluar dari ujung mata cukup indahnya.
Luna kembali mendekat dan duduk disamping ranjang juga tubuh Danar, dihapus aliran air mata laki itu dan perlahan juga diluruskan kerutan di kulit dahi lelaki itu. Debaran aneh kembali muncul di dada Luna tatkala melihat semua ekspresi dan juga keadaan mental dari Danar yang belum pernah dilihatnya, pergelangan tangannya yang dipegang erat berusaha untuk dilepas dengan perlahan dielus punggung tangan lelaki berotot itu dan benar adanya genggaman Danar perlahan melemas lalu digantikan tangan Luna yang meraih terus digenggam lembut. Luna terus mengelus lembut tangan Danar hingga suara mengigau, kerutan di dahinya menghilang begitu pula dengan aliran air matanya.
"Beban apa yang harus kamu tanggung, Danar? Apa iya karena Ibu Rania atau ada hal lain...," tanya Luna dalam hati.
Luna terus mendampingi Danar hingga tidak terasa waktu menunjukkan tengah malam, perempuan itu terduduk dilantai dengan terus menggenggam tangan Sang Atasan dalam posisi tertidur cukup pulas. Tidurnya terusik tatkala dia merasakan pergerakan cukup hebat dari Danar, kedua mata Luna seketika terbuka dan kepalanya agak mendongak keatas, pupilnya membesar tatkala dilihat tubuh Danar bergerak cukup agresif, dia menggigil kedinginan. Luna bangkit dan kemudian memeriksa suhu tubuh Danar dengan termometer yang juga ditemukannya di kotak obat. Lagi - lagi perempuan itu dibuat terkejut karena suhu tubuh Danar tidak sama sekali mengalami penurunan, dia berjalan agak cepat kembali ke kotak obat, diobrak - abrik untuk dia mencari obat dapat membantu Sang Atasan. Ternyata tidak ada obat yang dicarinya lalu dia mengutak - atik kembali ponsel miliknya dan berniat menelpon seseorang untuk meminta bantuan tapi diturunkan oleh Luna.
"Kalau aku telepon ambulans bakal bikin heboh area sekitar sini, karena ini sudah tengah malam. Apa iya harus pakai cara kayak yang internet tadi?" lagi - lagi dia mendapatkan sebuah cara unik dan cukup ekstrem.
Arah pandang Luna terpecah dengan pikirannya yang bimbang, dilihat Danar yang semakin bergetar dan mulai merubah posisi tidurnya. Akhirnya perempuan itu memantapkan hati dan mulai menjalankan misi kemanusiaannya.
"Pak, kali ini saya harap Bapak nggak salah paham. Ini bukan reka adegan malam itu, tapi kita harus melakukan ini agar suhu tubuh Bapak turun, saya nggak mungkin minta pertolongan karena banyak faktor yang saya pikirkan lebih banyak ruginya di saya ketimbang rugi di Bapak...," jelas Luna kembali di hadapan Danar.
Luna dan Danar kini sudah berada di dalam selimut yang sama, tindakan perempuan itu adalah menularkan suhu tubuhnya yang normal ke suhu tubuh Sang Atasan yang tinggi, sesuai artikel kesehatan yang sempat dibacanya tadi dan 80% berhasil asal keduanya menanggalkan semua pakaian. Semua aturan itu dilakukan Luna yang kemudian memeluk erat tubuh Danar yang terus bergetar, bukan hanya itu perempuan berkepang itu juga memanjat beberapa doa untuk kesembuhan Sang Atasan.
Beberapa waktu berlalu...
Suara angin kencang dan juga petir yang menyambar tiba - tiba membuat Luna tersadar, dia berusaha membuka kedua matanya dan pandangannya samar melihat sepasang mata yang juga melihat kearahnya. Kedua kelopak mata Luna seketika membesar saat dia teringat soal Danar dan juga posisi tubuh mereka. Luna kemudian mendorong tubuhnya perlahan berusaha menjauh dari tubuh Danar namun sebaliknya lelaki itu menahan punggung halus perempuan itu.
"Pak, jangan salah...," ucapan Luna terpotong ketika bibir Danar sudah langsung menutup bibirnya.
"Sekali lagi hanya sekali lagi, jika kamu tidak merasakan apapun, saya akan menyerah dan jika terjadi sesuatu padamu karena malam ini, saya akan bertanggung jawab penuh sesuai dengan aturan yang kamu mau...," ucap Danar lembut ketika bibir mereka tidak lagi bertaut.
Mata keduanya saling menatap sangat dalam, Danar masih terlihat lemah. Cukup lama mereka bertatapan dalam diam hingga Danar menundukkan pandangan dan bermaksud melepas dekapannya namun diurungkan ketika Luna mulai mengeluarkan suara,
"Hanya untuk membuktikan perasaan aneh yang - saya rasakan belakangan ini, tapi tolong jangan masuk terlalu dalam...,"
Danar mengumbar senyum simpul lemahnya dan angukkan pelan dilakukan oleh lelaki berotot itu. Sisa waktu sebelum fajar menyingsing dengan ditemani guyuran hujan angin, mereka kembali mengulangi kejadian di masa pertama kali mereka bertemu.
********