Kehadiran sosok wanita cantik yang memasuki sebuah rumah mewah, tiba-tiba berubah menjadi teror yang sangat mengerikan bagi penghuninya dan beberapa pria yang tiba-tiba saja mati mengenaskan.
Sosok wanita cantik itu datang dengan membawa dendam kesumat pada pria tampan yang menghuni rumah mewah tersebut.
Siapakah sosok tersebut, ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wajah Pucat
Ayu Sutini, wanita cantik yang kini menyandang gelar sebagai istri Mahardika sedang berjalan menuju halaman belakang rumah.
Ia menggerutu karena Bi Darmi tidak datang hari ini, sebab sakit. Sedangkan pakaian kotor sangat banyak dan terpaksa ia haeus mencucinya.
Menikah dengan Mahardika seharusnya menjadi ratu dirumah megah itu, tetapi sejak kehadiran Dayanti, sepertinya pria itu mulai berubah padanya. Bukankah dahulu sang pria yang mengejarnya dengan begitu menggebu? Lalu mengapa secepat itu mengabaikannya?
Ia menjemur pakaian dengan bibirnya yang maju ke depan dan tentunya dengan tidak ada keikhlasan disana.
Saat ia merundukkan kepalanya untuk mengambil cucian didalam ember pakaian, ia dikejutkan oleh sepasang kaki berkulit putih mulus dan sangat bening yang berdiri tegak tepat dihadapannya.
Ia mengikuti arah pandsngannya menelusuri kaki jenjang itu hingga membuat kepalanya mendongak ke atas dan setelah mencapai titik pusat diwajahnya, ia tersentak kaget saat mengetahui siapa pemiliknya.
"Hah!" Sutini memegang dadanya menahan rasa keterkejutannya.
Jantungnya seolah hendak terlepas dari tempatnya saat wajah pucat pasi dengan dua mata yang tak berkedip menatapnya dengan dingin.
Rambut panjang sepinggang nan bergelombang terurai hampir menutupi wajahnya.
"Apa yang kau lakukan disini?!" hardik Sutini dengan sisia keberaniannya. Sungguh sebenarnya ia bergidik ngeri akan sikap wanita tersebut, namun baginya sang tamu tidak boleh menjadi tuan didalam rumahnya.
Tanpa menjawab, wanita itu melangkah dengan sangat lambat, seolah tidak bertenaga karena belum makan seharian.
"Hei, Tunggu!" cegah Sutini dengan lantang.
Sosok itu menghentikan langkahnya, namun tanpa menoleh ke arah orang yang memanggilnya.
"Jangan pergi dulu, tapi jemur pakaian ini! Kau fikir didunia ini ada yang gratis, sudah menumpang hidup tapi tidak tau diri!"
Sosok wanita itu masih bersikap dingin. Wajah pucatnya tampak semakin memutih ia menggerakkan jemari tangannya, lalu tanpa diduga, semua pakaian didalam ember bergerak cepat memukul wajah Sutini, bahkan ember kosong itu juga menghantam kepala sang wanita.
Sutini terhuying kebelakang dan terjungkal diatas lantai semen, lalu berteriak kesakitan. Suaranya terdengar hingga kesalam kamar tempat dimana Mahardika sedang bersantai sembari memikirkan sesuatu.
Kendengar sang istri berteriak histeris, ia bergegas turun dan memeriksanya. Setelah tiba dihalaman belakang, ia mengetahui jika Sutini sedang memegangi bokongnya yang terasa ngilu dan wajahnya tampak kesal.
"Kamu kenapa sih, Tin? Pakai jatuh dilantai bertopikan ember!" pria itu terlihat bingung.
Ia menatap.sang wanita dengan tatapan sedikit jengkel, ditambah lagi pakaian yang berhamburan kesana dan kemari.
"Ditolongin, dong!" omel Sutini bertambah kesal.
Mahardika beranjak daribtempatnya dan menghampiri Sutini yang seperti kepayahan, dan membuka ember yang menutupi kepalanya hingga sebatas pundak.
Sedikit kesulitan, dan akhirnya terlepas juga.
Wanita itu meraup oksigen dengan cepat, dan rasanya ia sangat sesak.
"Apa yang kamu lakukan? Mengapa cucian berserakan?" cecarnya dengan kesal.
"Kamu kenapa jadi sewot, sih Kang? Ini semua salah sepupumu itu! Dia yang melakukan semua ini!" tuduh Sutini dengan kesal.
Mahardika tercengang, lalu tiba-tiba tertawa lucu. "Kamu ini jangan menuduh sembarangan. Sebab si Dayanti sejak masak nasi goreng tadi pergi ke warung dan belum kembali!"
Sontak Sutini membeliakkan kedua matanya. Ia menatap bengong pada suaminya. Bagaimana mungkin? Jelas ia tadi melihat wanita itu, bahkan sudah membuatnya celaka.
"T-tapi,"
"Sudahlah, kamu terlalu serius dalam menanggapi kehadirannya," Mahardika kembali menyela. "Aku ada keperluan sebentar, mungkin pulang akan lama." ujarnya. Lalu beranjak meninggalkan Sutini yang masih dalam kondisi kalut.
*****
Seorang remaja berseragam SMA sedang memungut botol-botol bekas minuman untuk ia kumpulkan dan dijual sebagai biaya pertahanan hidup dan bahkan mengobati ibunya yang sakit keras. Sedangkan ayahnya sudah menghilang sekitar sebulan yang lalu, dan entah apa penyebabnya.
Remaja bernama Jojo itu kini menjadi tulang punggung keluarganya beserta satu adiknya yang masih berusia dua tahun.
Sepeda motor butut peninggalan ayahnya masih berfungsi dan dapat membawanya bekerja serabutan setelah pulang sekolah hingga larut malam.
S9re ini ia mendapatkan tawaran membersihkan perkarangan rumah pak Bayu dan pastinya ia bersemangat untuk mendapatkan upahnya.
Karung goni ukuran lima puluh kilo itu kini sudah hampir penuh dengan botol bekas, ia akan membawanya ke pengepul dan hasilnya untuk makan.
Saat dalam perjalanan, ia melihat seorang wanita cantik sedang berdiri dipinggiran jalan dan sepertinya ia mengenali wanita itu, ya, tentu saja. Karena wanita tersebut yang malam itu pernah ia bonceng ke rumah Mahardika sang Juragan.
Jojo menghentikan mesin motornya, lalu menyapa sang wanita. "Mau kemana, Mbak? Mau tumpangan?" tanyanya dengan ramah.
Wanita itu mengangguk lemah.
"Ya sudah, ayo!"
Jojo menghidupkan mesin motornya, dan sang wanita naik keatas boncengan. "Mau diantar kemana, Mbak?" tanya bocah itu dengan ramah.
"Hutan bambu," jawabnya dengan lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Oh, ya sudah," Jojo melajukan motornya dengan kecepatan sedang, sebab kondisi jalanan yang belum tersentuh aspal.
Sungguh wanita itu sangat cantik, dalam pandangan Jojo ia sangat sempurnah, tapi jelas saja mereka berbeda usia cukup jauh. Wanita itu diperkirakan usia tiga puluh tahun, dan bocah itu tau batasannya.
Sepanjang jalan mereka bercerita, dan setiap orang yang berpapasan dengan Jojo menggeleng-gepengkan kepalanya karena menganggap bocah itu sudah gila, sebab berbicara seorang diri.
"Ayah kamu kemana?" tanya wanita itu dengan sangat lirih.
"Saya tidak tahu, Mbak. Menghilang sejak sebulan yang lalu, dan tidak jelas dimana rimbanya,"
"Maafkan saya,"
"Kenapa mbak harus minta maaf?"
Wanita itu hanya diam tak menjawab. Hingga tiba ditempat yang dituju, ia meminta Jojo menghentikan motornya. "Sudah, disini saja,"
Jojo menghentikan motor bututnya. Pandangannya menyapu hutan bamnu yang terlihat sangat menyeramkan. Bahkan para penduduk juga tidak pernah datang ketempat ini, karena banyak ular berbisa.
"Mau cari rebung, ya Mbak?" tanya bocah itu dengan rasa penasaran.
Wanita cantik itu hanya diam, dan ia memberikan uang dua lembar dalam lembaran seratus ribu.
"Sudah, Mbak, saya ikhlas, kok," jawab bocah itu tulus.
"Ambillah, anggap saja uang untuk ojek saya, dan obati ibumu yang sedang sakit," ucap.sang wanita dan memaksa Jojo untuk mengambilnya.
Bocah itu akhirnya menerimanya. Jujur saja sebenarnya ia membutuhkan uang tersebut, dan ia pun pergi meninggalkan sang wanita.
Wanita cantik itu menatap hutan bambu yang sangat rimbun. Pandangannya begitu sedih dan bulir bening jatuh disudut matanya, lalu ia mepangkahkan kakinya dengan perlahan, dan menghilang dibalik gelapnya hutan yang tak pernah terjamah manusia dikarenakan pernah ada rumor tentang ular berukuran raksasa yang menelan seorang pencari rebung.
Sementara itu, Jojo pulang ke rumah dengan hatinya yang gembira karena mendapatkan uang hasil dari ngojeknya hari ini.