Di puncak Gunung Kunlun yang sakral, tersimpan rahasia kuno yang telah terlupakan selama ribuan tahun. Seorang pemuda bernama Wei Xialong (魏霞龙), seorang mahasiswa biasa dari dunia modern, secara misterius terlempar ke tubuh seorang pangeran muda yang dikutuk di Kekaisaran Tianchao. Pangeran ini, yang dulunya dipandang rendah karena tidak memiliki kemampuan mengendalikan Qi surgawi, menyimpan sebuah rahasia besar: dalam tubuhnya mengalir darah para Dewa Pedang Kuno yang telah punah.
Melalui sebuah pertemuan takdir dengan sebilah pedang kuno bernama "天剑" (Tian Jian - Pedang Surgawi), Wei Xialong menemukan bahwa kutukan yang dianggap sebagai kelemahannya justru adalah pemberian terakhir dari para Dewa Pedang. Dengan kebangkitan kekuatannya, Wei Xialong memulai perjalanan untuk mengungkap misteri masa lalunya, melindungi kekaisarannya dari ancaman iblis kuno, dan mencari jawaban atas pertanyaan terbesarnya: mengapa ia dipilih untuk mewarisi teknik pedang legendaris ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaiiStory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebenaran dan Pengkhianatan 真相与背叛
Raungan Kaisar Ular mengguncang fondasi Kuil Seribu Bayangan, membuat pilar-pilar kuno bergetar hingga ke akar-akarnya. Namun yang lebih mengejutkan adalah perubahan yang terjadi pada sosok transparannya—alih-alih melebur dengan tubuh Wei Tianfeng seperti yang direncanakan, energi hitamnya justru mulai pecah dan mengalir ke segala arah.
"Tidak!" Kaisar Ular menggeram. "Apa yang kalian lakukan?!"
Benang-benang cahaya keperakan dari Pedang Bulan Perak masih menghubungkan Xialong dan Tianfeng, menciptakan resonansi yang semakin kuat dengan setiap detik yang berlalu. Di tanah, Selir Yang berlutut dengan wajah pucat, kedua tangannya masih menggenggam erat pedangnya yang tertancap.
"Ibu tidak akan bisa mempertahankan ini lama-lama," Xialong menyadari dengan ngeri. Energi vital ibunya terkuras dengan cepat untuk mempertahankan koneksi di antara mereka.
"Bodoh!" salah satu tetua Klan Ular Hitam berteriak. "Cepat hentikan wanita itu sebelum—"
Kata-katanya terputus oleh kilatan biru yang tiba-tiba melesat dari Tian Jian. Xialong, yang masih melayang di udara, merasakan pedang legendaris itu bergetar dengan cara yang berbeda—seolah merespons sesuatu yang bahkan ia sendiri belum pahami.
"Kakak," ia memanggil Tianfeng yang masih berjuang dengan energi hitam yang menyelimutinya. "Aku tahu sekarang. Kita tidak perlu menjadi apa yang mereka inginkan!"
"Diam!" Kaisar Ular mengayunkan cakar energinya, mencoba memutus koneksi spiritual di antara dua bersaudara itu. "Kalian adalah alat takdir! Tidak lebih!"
Namun kata-kata Xialong telah mencapai sesuatu dalam diri Tianfeng. Perlahan, ia mengangkat wajahnya. Matanya masih berkilat kekuningan, tapi ada percikan kesadaran manusiawi yang mulai kembali.
"Xiao... long," suaranya bergetar, berjuang melawan pengaruh Kaisar Ular. "Aku... aku selalu membencimu. Tapi bukan karena kau mendapat kasih sayang ibu..." air mata mengalir di pipinya, "...melainkan karena kau masih bisa tersenyum tulus meski takdir mempermainkanmu."
Pengakuan itu menggetarkan sesuatu yang dalam. Tian Jian dan pedang gelap Tianfeng beresonansi lebih kuat, menciptakan melodi yang kini terdengar seperti lonceng-lonceng kuno yang bergema dari kejauhan.
Tepat saat itu, sosok baru muncul dari kegelapan. Kaisar Li Tianming, dengan jubah kebesarannya yang berkibar, melangkah masuk ke halaman kuil. Di belakangnya, pasukan elite kerajaan mengepung tempat itu.
"Yang Mulia!" para kultivator Klan Ular Hitam berlutut, masih mempertahankan formasi mereka.
Namun alih-alih murka melihat pengkhianatan di dalam istananya sendiri, Kaisar justru tersenyum. Bukan senyum kebapakan yang biasa ia tunjukkan, melainkan senyum dingin yang terasa asing.
"Lanjutkan ritual ini," perintahnya dengan suara yang anehnya bergema. "Biarkan takdir terpenuhi."
Selir Yang mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata dan keringat. "Tidak... bahkan kau juga?"
"Ya, istriku tersayang," Kaisar melangkah maju. Dengan setiap langkah, aura kegelapan yang familiar mulai memancar dari tubuhnya. "Atau haruskah kupanggil kau... adik seperguruan?"
Dunia seolah berhenti berputar. Xialong dan Tianfeng, masih terhubung oleh benang-benang cahaya keperakan, menatap tidak percaya pada sosok ayah mereka yang kini diliputi aura yang sama dengan Kaisar Ular.
"Mustahil..." Selir Yang tergagap. "Kau... kau adalah..."
"Sang Pendekar Pedang Ungu?" Kaisar tertawa. "Guru kita yang hilang seribu tahun lalu? Ya, aku memang mengambil kesempatan reinkarnasi ini dengan baik. Bahkan sampai menikahi adik seperguruanku sendiri..." ia menatap tajam pada Selir Yang, "...yang ternyata mengkhianati kepercayaanku dengan memecah jiwa reinkarnasi yang seharusnya menjadi kunci kebangkitan kita."
Potongan puzzle terakhir mulai tersusun. Xialong akhirnya memahami mengapa Selir Yang bisa memiliki Pedang Bulan Perak, mengapa ia memiliki kemampuan untuk memecah jiwa reinkarnasi, dan yang paling penting—mengapa takdir sepertinya selalu bermain-main dengan keluarga mereka.
"Tapi yang tidak kau sadari, istriku," Kaisar melanjutkan, "adalah bahwa rencanamu justru membuat segalanya sempurna. Karena yang kita butuhkan bukanlah satu jiwa yang kuat..." ia mengangkat tangannya, dan seluruh formasi Klan Ular Hitam bersinar lebih terang, "...melainkan harmoni dari chaos. Penyatuan yang lahir dari perpecahan!"
Mendadak, sosok transparan Kaisar Ular pecah menjadi ribuan serpihan energi hitam. Namun alih-alih menghilang, serpihan-serpihan itu mulai merasuki setiap anggota Klan Ular Hitam, termasuk Kaisar sendiri. Satu per satu, mata mereka berubah kuning dengan pupil vertikal.
"Lihat!" Kaisar berseru dengan suara yang kini adalah campuran dari suaranya sendiri dan Kaisar Ular. "Inilah evolusi sejati! Bukan penyatuan dalam satu wadah, tapi penyebaran dalam ribuan jiwa yang terikat dalam satu kesadaran!"
Selir Yang, meski hampir kehabisan tenaga, tertawa lemah. "Kau masih belum mengerti... bahkan setelah seribu tahun..."
"Apa maksudmu?"
"Ramalan itu..." ia menatap kedua putranya yang masih terhubung oleh cahaya Pedang Bulan Perak, "...tidak pernah berbicara tentang penyatuan fisik atau spiritual. Yang dibutuhkan adalah..." ia batuk, darah menetes dari sudut bibirnya, "...penerimaan akan dualitas dalam diri sendiri."
Tepat saat itu, sesuatu yang luar biasa terjadi. Resonansi antara Tian Jian dan pedang gelap Tianfeng mencapai puncaknya. Namun alih-alih menciptakan harmoni yang dipaksakan seperti yang Klan Ular Hitam inginkan, energi kedua pedang justru mulai berputar dalam tarian yang indah—saling melengkapi tanpa kehilangan identitas masing-masing.
"Kakak," Xialong memanggil, mengulurkan tangannya pada Tianfeng. "Kita tidak perlu menjadi sama untuk menjadi satu."
Tianfeng, masih berjuang dengan pengaruh Kaisar Ular dalam dirinya, menatap tangan adiknya. Untuk pertama kalinya sejak mereka kecil, ia melihat Xialong bukan sebagai ancaman atau saingan, melainkan sebagai cermin dari sisi dirinya yang selama ini ia tolak.
"Ya," ia berbisik, air mata mengalir di pipinya yang kini bergaris-garis sisik ular. "Kita adalah dua sisi dari koin yang sama. Tapi itu tidak berarti salah satu dari kita harus menghilang."
Saat kedua tangan mereka bertemu, cahaya keperakan Pedang Bulan Perak berpadu dengan energi kedua pedang mereka. Menciptakan pusaran energi yang membuat seluruh Klan Ular Hitam terhuyung mundur.
"Tidak!" Kaisar berteriak, kini dalam suara Kaisar Ular sepenuhnya. "Kalian tidak mengerti! Kekuatan sejati datang dari dominasi! Dari—"
Namun kata-katanya terputus oleh pemandangan yang bahkan membuatnya tercekat. Di tengah pusaran energi, sosok Dewa Pedang yang transparan mulai muncul. Namun alih-alih sosok tunggal yang agung seperti yang dibayangkan semua orang, yang muncul adalah dua sosok yang saling memunggungi—satu memancarkan cahaya keemasan, satu diliputi bayangan kelam.
"Akhirnya," kedua sosok itu berbicara bersamaan, suara mereka bergema dalam kepala semua orang. "Kalian memahami kebenaran tertinggi."
"Tidak mungkin..." Kaisar tergagap. "Bahkan dalam wujud aslinya..."
"Ya," sosok terang berkata. "Kami selalu ada sebagai dua."
"Karena hanya dalam keseimbangan antara terang dan gelap," sosok kelam melanjutkan, "terdapat kekuatan sejati."
Xialong dan Tianfeng, masih terhubung oleh cahaya keperakan, akhirnya memahami sepenuhnya. Selama ini mereka mencari cara untuk menghapus atau mendominasi sisi lain dari diri mereka, tanpa menyadari bahwa justru dalam penerimaan akan dualitas itulah terletak kunci kekuatan mereka.
"Tapi," Tianfeng berkata pelan, masih berjuang dengan pengaruh Kaisar Ular dalam dirinya, "bagaimana dengan kegelapan yang telah mengakar dalam diriku?"
"Kegelapan bukanlah musuh," sosok kelam menjawab. "Ia adalah guru yang mengajarkan kita tentang cahaya."
"Dan cahaya bukanlah penyelamat," sosok terang menambahkan. "Ia adalah cermin yang membantu kita melihat kegelapan dengan lebih jelas."
Pemahaman itu mengalir seperti air segar dalam benak kedua bersaudara. Perlahan tapi pasti, energi hitam Kaisar Ular yang menyelimuti Tianfeng mulai kehilangan kuasanya—bukan karena dikalahkan oleh cahaya, melainkan karena akhirnya diterima sebagai bagian dari keseimbangan yang lebih besar.
Namun pertarungan belum berakhir. Karena sementara kedua bersaudara mulai menemukan harmoni dalam dualitas mereka, Kaisar Li Tianming—atau lebih tepatnya, Pendekar Pedang Ungu yang terobsesi—masih memiliki satu kartu terakhir untuk dimainkan.
"Jika kalian tidak bisa dipersatukan," ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi, "maka tidak ada yang boleh memiliki kekuatan ini!"
Seluruh formasi Klan Ular Hitam mendadak berubah, menciptakan pusaran energi hitam yang mengancam akan menelan segala sesuatu di sekitarnya. Satu per satu, anggota klan mulai hancur, jiwa mereka ditarik paksa ke dalam tubuh Kaisar yang kini bersinar dalam cahaya ungu kehitaman yang tidak alami.
"Ayah, hentikan!" Xialong berteriak. "Kau akan menghancurkan dirimu sendiri!"
Namun Kaisar hanya tertawa—tawa yang semakin lama semakin tidak manusiawi. "Jika aku tidak bisa memiliki kekuatan sempurna..." tubuhnya mulai membengkak dengan energi yang tidak terkendali, "...maka tidak ada yang boleh memilikinya!"
Di tengah kekacauan itu, Selir Yang tiba-tiba bangkit. Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia mencabut Pedang Bulan Perak dari tanah. "Maafkan aku... suamiku."
Dalam gerakan yang mengejutkan semua orang, ia melompat ke arah Kaisar, pedangnya terayun dalam gerakan sempurna yang membelah udara malam. "Ini untuk masa depan anak-anak kita!"