Bukan salah Anggun jika terlahir sebagai putri kedua di sebuah keluarga sederhana. Berbagai lika-liku kehidupan, harus gadis SMA itu hadapi dengan mandiri, tatkala tanpa sengaja ia harus berada di situasi dimana kakaknya adalah harta terbesar bagi keluarga, dan adik kembar yang harus disayanginya juga.
"Hari ini kamu minum susunya sedikit aja, ya. Kasihan Kakakmu lagi ujian, sedang Adikmu harus banyak minum susu," kata sang Ibu sambil menyodorkan gelas paling kecil pada Anggun.
"Iya, Ibu, gak apa-apa."
Ketidakadilan yang diterima Anggun tak hanya sampai situ, ia juga harus selalu mengalah dalam segala hal, entah mengalah untuk kakak ataupun kedua adik kembarnya.
Menjadi anak tengah dan harus selalu mengalah, membuat Anggun menjadi anak yang serba mandiri dan tangguh.
Mampukah Anggun bertahan dengan semua ketidakadilan karena keadaan dan situasi dalam keluarganya?
Adakah nasib baik yang akan mendatangi dan mengijinkan ia bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LIMA
Aulia adalah gadis yang feminim, ia sangat memperhatikan setiap detai penampilannya. Meski hanya dengan dress yang sederhana, namun ia pandai memadu padankan pakaian dan dandanannya hingga membuatnya terlihat sangat rapih dan girly.
Aulia tengah mempersiapkan Outfit yang ingin ia pakai untuk kuliah esok hari. Bukannya belajar untuk ujian, ia justru sibuk memilah-milah baju di lemarinya. Hingga akhirnya ia menemukan dress bermotif mini krisan, berwarna biru muda terlipat sedikit berbeda dari lipatan lainnya.
"Kenapa dress ini lipatannya terbalik?" gumamnya seraya melembarkan dress kesayangannya itu di kasurnya. "Noda apa ini?" seketika raut wajahnya menjadi kesal.
Aulia berjalan kasar menuju ke ruang tengah dengan dress di tangannya, "Nggun! Kamu apakan dressku? Kamu diam-diam pakai dress ku ya?!" tuduh Aulia dengan semena-mena.
Anggun yang tengah asik mengajari kedua adik kembarnya membuat seni lipatan origami, mendongak menatap sang kakak dengan raut wajah terkejut bercampur heran. Sesaat anggun tampak mengingat-ingat.
"Aku tidak ingat pernah memakai dress itu, Mbak." Anggun kembali fokus pada kedua adiknya. "Setelah kejadian waktu itu, aku tidak pernah menyentuh semua barang-barangmu," imbuh Anggun dengan lirih seraya menyelesaikan lipatan kertas terakhirnya.
"Hore!!! Mbak Andun hebat!" seru girang kedua adik Anggun dengan kompak.
"Heh! Jangan berisik dik! Udah malem loh!" sergah Aulia seraya berkacak pinggang, menatap gemas pada kedua adik kembarnya.
"Maaf ...." Dengan kompak, Arpin dan Arpan tertunduk menjawab dengan lesu.
"Nah, sekarang sudah selesai, kalian sudah siapin tas dan buku buat sekolah besok?" tanya Anggun dengan lembut.
"Nggun! Sambil diingat-ingat lagi ya, aku yakin kamu yang pakai dress ini, soalnya lipatannya kelihatan banget beda dari yang lain, cuma kamu yang suka lipat bajunya asal-asalan." Aulia berjalan kesal menuju meja makan.
"Mbak Lia jangan malah-malah teyus ...," ujar Arpan dengan wajah cemberut.
"Huum. Kalau mayah-mayah, nanti dayah yendah," sahut Arpin.
"Heeeh, bukan dayah yendah, tapi da ... lah len ... dah!" sambung Arpan dengan gemas.
"Apaan kalian, sama aja bahasa planet tau! Anak kecil nggak usah ikutan urusan orang gede," celetuk Aulia.
"Ssst ... udah ya, kalian siapin jadwal buat sekolah besok. Mbak Anggun mau beberes dapur dulu. Jangan ganggu Mbak Lia, nanti di gigit," kelakar Anggun dengan senyum teduhnya.
"Hiii ... atut ...!" sahut kompak Arpan dan Arpin seraya berlari kecil menuju kamar mereka.
"Dih! Emangnya aku singa apa?" sahut Aulia mendengar candaan Anggun.
"Galaknya mirip, mwleeek ...!" goda Anggun seraya berjalan menuju tumpukan peralatan masak yang kotor.
"Dah ah, pokoknya besok pagi kamu harus ingat dan jelasin kenapa dress ini ada noda luntur kayak gini, dan pasti kamu pelakunya, nggak ada orang lain yang suka minjem barang-barang bagusku!" gerutu Aulia masih kekeh dengan pemikirannya.
"Daripada marah-marah nggak jelas, kalau belajarmu udah selesai, bantuin bersih-bersih gih, lihat cucian kotor menepuk semua tuh!"
"Dih, enak aja. Kamu tuh yang sekolah sampai Maghrib. Aku sudah bantuin ibu masak pesenan tadi sore, sekarang jatahmu tuh bersih-bersih!" sergah Aulia tak mau kalah. "Dah, aku mau lanjut belajar, selamat bersih-bersih adikku yang rajin."
Aulia melenggang meninggalkan Anggun menuju kamarnya. Anggun berdiri menatap cucian alat masak dan pakaian kotor yang menumpuk, ia menghela napas beberapa kali, lalu meregangkan kedua lengan tangannya untuk meregangkan otot-ototnya. Anggun mengenakan celemek, Lalu bersiap membersihkan semuanya.
Rasa kantuk dan lelah sebenarnya sudah menggelayuti badan Anggun, namun belum juga selesai ia mencuci peralatan masak yang menumpuk, kedua adiknya kembali mendatanginya.
"Mbak Andun ... Pipin ngantuk ...."
"Papan juga ...."
Dengan kompak kedua bocah TK itu menggosok-gosok mata dan menggaruk kepala, dengan wajah masam karena menahan kantuk.
Anggun menghentikan aktivitasnya, kemudian menggiring kedua adiknya kembali ke kamar, untuk menemani mereka tidur.
"Mau di puk-puk ...," pinta Arpin dengan gemas.
"Mau nina bobok ...," pinta Arpan seraya merebahkan kepalanya di bantal.
Dengan sabar, Anggun bahkan tak menolak setiap permintaan kecil adiknya, ia menyanyikan lagu nina bobok seraya menepuk pelan punggung Arpin hingga keduanya tertidur pulas.
Tak lama Bu Maryani kembali dari mengantar pesanan, melihat cucian di dapur belum selesai, ia terlihat sedikit jengah. Ekspresi lelahnya sangat terlihat, tatkala melihat Anggun berjalan santai menuju dapur.
"Cuma disuruh cuci peralatan kotor aja belum selesai, kamu ngapain aja? Pasti asik mainan sama adek-adekmu kan?" tuduh Bu Maryani. "Pulang sekolah bukannya langsung pulang, malah maen sampai Maghrib. Sekolahmu itu mahal! Bantu-bantu pekerjaan rumah gituloh!"
Anggun tak berani menjawab, meski batinnya terkejut dengan omelan sang ibu. Dengan menahan perasaan pilu, Anggun melanjutkan pekerjaan dapur. Batinnya ingin sekali menjerit, ingin sekali memberontak, namun keadaan tak mengijinkannya untuk bermanja.
Anggun sangat mengerti bagaimana susahnya ibu dan ayahnya harus bekerja membanting tulang untuk membiayai anak-anaknya. Perasaan Anggun terlalu peka akan hal itu, sehingga membuatnya terpaksa harus mengulum berbagai keinginan, Bahkan keinginan kecil sekalipun.
"Ibu mau meluruskan pinggang sebentar, kamu selesaikan cucian alat masak, sekalian tolong rendam cucian baju pakai detergen, nanti malam biar ibu yang selesaikan." Bu Maryani tampak kelelahan, berjalan menuju kamar.
Bu Maryani melongok sejenak ke kamar si kembar, memastikan kedua anak bungsunya tertidur dengan benar. "Anak-anak hebat ibu, kalian pasti kelelahan menunggu Ibu ya, sampai tertidur begini," gumam Bu Maryani seraya menyelimuti kedua anaknya.
Bu Maryani berjalan melongok kamar putri sulungnya, dan mendapati Aulia begitu serius dengan bukunya di meja belajar. "Masih belajar? Udah malem loh, besok ujian jam berapa?"
Aulia membalikkan badan dengan terkejut, "Ah, Ibu bikin kaget aja," sahutnya. "Hmm, jam delapan kok Bu."
"Hmmm ... ya wes, jangan tidur terlalu malem, besok pas ujian ngantuk kan bisa kacau."
"Ya Bu, ini dikit lagi selesai."
"Bagus, Ibu juga mau rebahan sebentar, pegel banget pinggang ini, rasanya mau patah, makasih ya udah dibantu bikin pesanan ibu jadi selesai tepat waktu. Beberapa hari kedepan masih lanjut loh ya bantu ibunya."
"Siap Bu, tenang aja."
Anggun masih berkutat dengan aktivitas dapurnya, suasana rumah sudah sangat sepi karena sudah malam, air matanya tak mampu ia tahan saat ia kembali teringat hal menjijikkan yang ia alami siang tadi, ditambah dengan tagihan uang sekolah. Tak tega rasanya menyerahkan selembaran tagihan dari sekolah pada ayahnya nanti.
"Kasihan ayah harus lembur sampai larut begini, sudah hampir jam sembilan belum juga sampai ke rumah." gumam Anggun seraya melirik jam dinding.
Berbagai ketakutan kembali menyambangi pikirannya, rasa sakit dan pegal di pergelangan tangannya karena cengkeraman dan cambukan keras pak Tono masih sangat terasa, hingga ia tak kuasa mengangkat dandang besar dari atas kompor untuk dibersihkan, hingga dandang itu terjatuh menimbulkan suara bising.
Bu Maryani yang baru saja hendak merebahkan badan, kembali bangkit setelah mendengar keributan di dapur. "Kamu kenapa Nggun?" ucapnya panik saat melihat anggun duduk di lantai dengan tangis.
Bu Maryani menghampiri sang putri, membantu membereskan dandang yang terguling di lantai dapur.
"Maafkan Anggun, Bu ... aku nggak sengaja." Anggun berusaha menyembunyikan kegetirannya, dan menghapus air matanya dengan segera dan melanjutkan pekerjaannya.
Bu Maryani memandang heran pada sang putri, "Kamu ada masalah di sekolah?" tutur lembut Bu Maryani menatap teduh pada putri keduanya.
...****************...
To be continue....
Ini Anisa sama temennya kan 😮💨
Apa ig nya 🤭
lebih cocok jadi anaknya Tono dia 😩