"Kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu kota" peribahasa ini tidak tepat bagi seorang Arini, karena baginya yang benar adalah "kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu mertua" kalimat inilah yang cocok untuk menggambarkan kehidupan rumah tangga Arini, yang harus hancur akibat keegoisan mertuanya.
Tidak semua mertua itu jahat, hanya saja mungkin Arini kurang beruntung, karena mendapatkan mertua yang kurang baik.
*Note: Cerita ini tidak bermaksud menyudutkan atau menjelekan siapapun. Tidak semua ibu mertua itu jahat, dan tidak semua menantu itu baik. Harap bijak menanggapi ataupun mengomentari cerita ini ya guys☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom's chaby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EMPAT
Selesai dengan pekerjaannya, Arini langsung masuk ke dalam kamar, membalut telunjuknya yang luka tergores serpihan beling piring tadi.
Dia sholat isya lalu berbaring di kasur, memejamkan mata dan seketika kejadian barusan terbayang di matanya. Dia kembali merutuki kebodohannya dalam hati. Perasaanya kembali tak tenang, apalagi saat dia ingat bu Ratih yang berbisik-bisik pada Nena. Arini sempat melihatnya tadi, saat ia sedang menyelesaikan pekerjaannya. Arini yakin apa yang dikatakan bu Ratih tadi tidak sungguh-sungguh. Arini tahu ibu mertuanya itu pasti marah, karena dia telah memecahkan dua piring sekaligus, walau tak sengaja.
"kamu udah tidur?." Suara Alfian terdengar di telinga Arini membuatnya sedikit tersentak.
Dia membuka matanya, menatap wajah suaminya yang sedang tersenyum.
"Itu, aku bawain kamu martabak." Ucap Alfian seraya menunjukan jarinya ke arah dus persegi berisi martabak yang dia simpan di kursi.
Arini pun tersenyum. Suaminya itu memang baik. Dia selalu bisa membuatnya bahagia dengan perhatian dan juga sikap lembutnya.
Alfian mengajak Arini menikmati martabak itu. Walau tidak berselera, Arini tetap bangun dan menikmati martabak yang dibelikan suaminya.
"Tangan kamu kenapa?." Tanya Alfian saat melihat plester di jari telunjuk istrinya.
"Ohh ini. Gapapa, cuman luka kecil." Jawab Arini.
"Biarpun kecil tetap aja luka. Kenapa jari kamu bisa terluka." Kembali Alfian bertanya. Arini pun menjawab sesuai dengan apa yang terjadi.
"Makannya lain kali, kamu jangan terlalu rajin cuci piring, biar si Rosa ( Adik Alfian) sesekali yang cuci piring. Keenakan dia kalau kamu terus yang ngerjain pekerjaan di rumah ini." Kata Alfian, Arini hanya tersenyum.
....
Dua hari kemudian.
Siang itu Arini dan Alfian sedang menikmati rujak buah yang mereka buat berdua di dapur. Nena dan Tedi sudah kembali ke rumahnya kemarin. Pak Hardiman sedang tidur siang, sedangkan bu Ratih entah pergi kemana.
Tak lama kemudian, bu Ratih datang. Mimik mukanya sangat tidak enak dipandang, hingga seketika atmosfer di ruangan itu pun terasa berbeda.
Alfian menawari ibunya rujak itu, tapi ia menolak dengan raut muka masam, jauh lebih masam dari mangga muda yang menjadi pelengkap rujak tumbuk tersebut.
Dia (bu Ratih) lalu mencuci panci yang ada di tempat cuci piring. Tak lama berselang, pak Hardiman yang baru bangun dari tidurnya menghampiri Alfian dan Arini, lalu menawari pak Hardiman.
"Rujak apa Rin?." Tanya pak Hardiman.
"Rujak tumbuk pak." Alfian yang menjawab
Berbeda dengan bu Ratih yang menolak, pak Hardiman justru meminta rujak itu. Arini lalu mengambil mangkuk kecil dan mengisinya, dan Alfian yang memberikannya pada pak Hardiman.
Saat Alfian memberikan rujak itu, tiba-tiba handphone pak Hardiman berdering, dia menjawab panggilan telepon dengan satu tangannya, sedangkan tangan yang satunya meraih mangkuk rujak.
Karena kurang hati-hati saat memegangnya, mangkuk yang berada di tangan pak Hardiman pun akhirnya jatuh dan pecah.
Pak Hardiman, dan Alfian nampak terkejut, begitupun Arini. Tak hanya mereka bahkan juga bu Ratih, yang saat itu langsung berteriak " Apa lagi yang pecah?." Ucapnya dengan suara yang sangat keras, membuat Arini langsung tak enak hati.
"Apa itu yang pecah?." Tanya bu Ratih masih dengan nada tinggi.
"Mangkok." Jawab Alfian
"Siapa yang mecahin?." Tanya bu Ratih lagi.
"Bapak." Jawab Alfian
"Terus.....terus aja pecahin sampe habis semuanya. Kenapa suka banget memecahkan perabotan?. Heran. Kalau di negara Arab sudah pasti dipotong itu tangan." Suara bu Ratih terdengar begitu lantang, membuat ketiga orang itu refleks menoleh padanya. Pak Hardiman hanya tersenyum mendengar ocehan bu Ratih lalu berkata
"Gak sengaja, maaf!! Ucap pak Hardiman. lalu berlalu dari sana, setelah meminta Dani membersihkan pecahan beling yang berserakan di lantai.
Sementara di sana, Arini duduk ditempatnya. Tubuhnya tiba-tiba gemetar, tapi lemas setelah mendengar ucapan bu Ratih barusan, yang dirasa telah menyindirnya. Arini sangat yakin semua yang dikatakan bu Ratih memang ditujukan untuknya, karena pak Hardiman selama ini belum pernah memecahkan piring atau mangkok kecuali saat ini.
Kata-kata yang keluar dari mulut bu Ratih begitu tajam, bahkan mungkin lebih tajam dari pecahan beling itu, membuat Arini sangat sakit hati.
.
.
.
Bersambung......🌻
follow me ya thx all