Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jejak yang hilang
Naya menahan napas, otaknya berputar cepat mencari jalan keluar. Di tengah ketegangan yang memuncak, Andra mencengkeram lengan Naya, memberi isyarat untuk tidak bergerak. Dosen Hwang berdiri teguh di depan mereka, sementara pria misterius itu mendekat semakin dekat, menelusuri setiap sudut perpustakaan dengan tatapan dingin.
"Vano tak seharusnya mengutak-atik sesuatu yang bukan urusannya," ujar pria itu, suaranya rendah dan penuh ancaman. Ia menatap ketiganya seakan melihat mangsa yang tak bisa lagi berlari.
Andra memberanikan diri berbicara, meski suaranya sedikit bergetar. "Apa yang sebenarnya Vano temukan? Mengapa kalian begitu ingin membungkamnya?"
Pria itu tertawa kecil, namun ada sesuatu dalam tawa itu yang terasa menakutkan, seolah penuh dengan kebencian yang dipendam. "Kalian ingin tahu? Kadang, tidak tahu adalah hal terbaik yang bisa kalian lakukan. Berhenti sekarang, atau hidup kalian akan berakhir seperti Vano."
Kata-katanya membuat Naya merasa mual. Hatinya penuh amarah, tapi di sisi lain, rasa takut mulai menguasai dirinya. Namun, ia berusaha tetap tegar, meskipun tangannya terasa dingin dan berkeringat.
Tiba-tiba, suara langkah kaki lain terdengar dari arah pintu masuk perpustakaan. Pria itu sejenak terganggu, menoleh ke arah suara, lalu bergerak cepat mundur ke arah bayang-bayang rak buku, menghilang secepat ia muncul. Ketiganya hanya bisa menahan napas, berusaha tetap tenang saat sosok pria itu lenyap di balik kegelapan.
Pintu perpustakaan terbuka, dan cahaya senter menyorot ke arah mereka. Sosok seorang penjaga keamanan masuk, tampak bingung melihat Dosen Hwang, Naya, dan Andra berdiri di sana.
“Pak Hwang? Naya? Andra? Apa yang kalian lakukan di sini sepagi ini?” tanya penjaga itu, tatapannya curiga.
Dosen Hwang langsung berusaha menenangkan situasi. “Kami... kami sedang mencari bahan untuk kuliah pagi ini,” jawabnya dengan suara datar. Naya dan Andra mengangguk, berusaha menyembunyikan kegugupan mereka.
Penjaga itu tampak masih curiga, tapi akhirnya ia mengangguk pelan. "Baiklah, tapi hati-hati di sini. Saya akan mengunci pintu perpustakaan sebentar lagi."
Setelah penjaga pergi, Dosen Hwang segera mengajak mereka keluar dengan cepat, membawa mereka ke halaman kampus yang perlahan mulai diterangi cahaya matahari pagi. Mereka berdiri di sana, saling berpandangan dalam keheningan yang penuh makna. Di dalam pikiran mereka, ada satu kesadaran yang sama: kematian Vano bukan kecelakaan. Ada rahasia kelam yang tersimpan di baliknya, dan mereka kini terjebak dalam permainan berbahaya yang tak pernah mereka bayangkan.
Dosen Hwang menatap mereka dengan tatapan serius. "Kita harus berhati-hati. Apa pun yang terjadi dengan Vano, tampaknya ini melibatkan sesuatu yang besar. Saya tahu kalian ingin mencari kebenaran, tapi ingat, ada pihak yang akan melakukan apa saja untuk menjaga rahasia ini tetap tersembunyi."
Andra mengangguk pelan, sementara Naya menggigit bibirnya, tekad dalam dirinya semakin membara meski ketakutan masih menyelimuti. Di antara kebingungan dan ketegangan yang mereka rasakan, satu hal menjadi jelas: ini baru permulaan. Mereka harus lebih waspada, karena apa pun yang mereka lakukan selanjutnya bisa saja mengancam nyawa mereka.
Naya menarik napas dalam, berjanji dalam hati bahwa ia akan mengungkap kebenaran di balik kematian Vano, tak peduli seberapa berbahaya jalannya. Tapi untuk melangkah maju, ia tahu mereka perlu mencari sekutu – seseorang yang mungkin tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Tanpa sadar, ia melirik Andra. Pria itu menatapnya balik dengan sorot mata yang penuh ketegasan. Meskipun ketakutan melingkupi hati mereka, satu hal kini menyatukan mereka: keinginan untuk menemukan kebenaran di balik misteri ini.