Seperti artinya, Nur adalah cahaya. Dia adalah pelita untuk keluarganya. Pelita untuk suami dan anaknya.
Seharusnya ...
Namun, Nur di anggap terlalu menyilaukan hingga membuat mereka buta dan tak melihat kebaikannya.
Nur tetaplah Nur, di mana pun dia berada dia akan selalu bersinar, meski di buang oleh orang-orang yang telah di sinarinya.
Ikuti kisah Nur, wanita paruh baya yang di sia-siakan oleh suami dan anak-anaknya.
Di selingkuhi suami dan sahabatnya sudahlah berat, di tambah anak-anaknya yang justru membela mereka, membuat cahaya Nur hampir meredup.
Tapi kemudian dia sadar, akan arti namanya dan perlahan mulai bangkit dan mengembalikan sinarnya.
Apa yang akan Nur lakukan hingga membuat orang-orang yang dulu menyia-nyiakannya akhirnya menyesal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Bisma yang memang tak mengerti, semakin di buat tak mengerti degan sikap ayahnya dan Sisil.
"Papah tuh aneh, kenapa malah anter tante Sisil yang udah dewasa. Harusnya kan papah mikirin kita anak-anaknya," gerutu Bisma yang masih menunggu pesanan mereka.
Lelah mendengar ocehan sang adik, Amanda memutuskan untuk pergi ke toilet untuk mencuci wajahnya.
Di dalam toilet, Amanda menatap cermin dengan pandangan kosong.
Belum apa-apa kehidupannya sudah terasa kacau. Ada sedikit perasaan bersalah pada sang ibu, sebab dirinya memang sudah mengetahui hubungan ayah dan sahabat ibunya itu lama.
Bahkan sore tadi, mereka sempat berbincang di sebuah kafe dan membicarakan tentang rencana ayah dan Sisil untuk memberitahu ibunya.
Amanda tengah berpikir, bagaimana kalau apa yang dia pikirkan tentang sang ibu salah. Bagaimana kalau akhirnya sang ibu menyerah dan memilih melepas ayah mereka.
Setelah membasuh muka untuk bisa menyejukan wajahnya, Amanda bergegas keluar dari toilet.
Namun langkahnya terhenti, kala melihat seorang pemuda jangkung tengah bersandar tak jauh darinya.
Awalnya lelaki itu menunduk, tapi setelah mendengar pintu toilet terbuka pemuda itu lantas menengadahkan wajahnya.
Ia Ridho, anak Sisil yang tengah menunggunya.
Ridho berjalan sembari melipat kedua tangannya di dada.
"Aku enggak tau. Kamu pura-pura tutup mata atau gimana," sindir Ridho dingin.
"Apa maksud kamu?" tanya Amanda gugup.
"Kamu tega membiarkan mamahmu terluka karena mamahku?" cibir Ridho tajam.
Amanda membuang muka, dia tahu maksud pemuda itu. Namun anak yang masih bergantung kepada orang tua, terutama papahnya bisa apa? Selain hanya bisa pasrah dan menerima bukan.
"Dia ibumu, orang yang melahirkanmu, kamu tega melukai dia?"
Merasa jengah karena di sudutkan oleh anak dari sahabat ibunya itu, Amanda pun menatap Ridho dengan berani.
"Kenapa kamu seolah-olah menyalahkanku, bukankah ini salah mamahmu juga? Secara ngga langsung kamu sedang membicarakan ibumu yang seorang perusak hubungan rumah tangga orang bukan?" balas Amanda tak kalah sinis.
Telak, Ridho hanya bisa terdiam. Memang apa yang di ucapkan gadis itu benar. Ibunyalah sang penggoda.
Melihat Ridho yang terdiam, Amanda lantas berlalu dari sana dengan perasaan yang semakin tak karuan.
"Lama banget sih ka! Ini sopir taksinya udah nungguin kata papah!" gerutu Bisma kesal.
Tanpa menjawab ucapan sang adik, Amanda segera menarik Bisma untuk segera pulang.
Sesampainya di rumah, Bisma yang mengkhawatirkan sang ibu, mencoba berulang kali memanggil ibunya, tapi tetap tak ada jawaban.
"Udah biarin mamah tidur, mamah lagi enggak enak badan," ucap Amanda yang tak tega dengan usaha adiknya untuk membujuk ibu mereka.
Dengan lesu, Bisma lantas bergabung dengan Amanda di meja makan.
Mereka menyingkirkan masakan Sisil agar bisa meletakan makanan yang tadi mereka beli.
"Ka, entah kenapa perasaanku kaya ngga enak gitu lihat papah sama tante Sisil tadi. Apalagi mamah yang biasanya senang kalau ada tante Sisil tiba-tiba kok kaya marahan, jangan-jangan papah selingkuh lagi, sama tante Sisil," tebak Bisma tepat sasaran.
Mendengar tebakan sang adik, Amanda yang tengah menyantap makanannya lantas terbatuk.
"Ishh ... Kakak ini, kenapa buru-buru sih makannya. Aku ngga bakal minta makanan kakak tahu, santai aja!" gerutu Bisma kesal.
"Kamu berisik Dek, udah makan aja, keburu dingin!" perintah Amanda tegas.
Meski napsu makannya sudah hilang, Bisma tetap memaksakan makanan itu masuk ke dalam mulutnya.
Pikiran remaja itu tengah kalut. Dia tengah menyusun beberapa puzel yang berkelebat di ingatannya tentang sikap aneh ayah dan sahabatnya ibunya itu.
Namun tetap saja dia merasa kedekatan ayah dan sahabat ibunya aneh, karena tak seharusnya dua orang dewasa yang telah berumah tangga bersikap seperti itu.
"Kalau udah, kamu harus langsung tidur, nanti kesiangan!"
"Iya ka," jawab Bisma lemah.
Sepeninggal sang adik, Amanda lantas mendekati kamar ibu mereka.
Dia kembali mengetuk pintu kamar ibunya. Namun seperti usaha adiknya tadi, usahanya pun tak membuahkan hasil. Sang ibu tetap tak mau membukakan pintu untuknya.
Apa mamah sangat terluka?
.
.
Di kediaman Sisil, wanita itu masih saja menangis. Ia masih mengingat tentang perkataan putranya yang sangat menyakitinya.
Dirinya melupakan satu hal, yaitu Ridho sangat menentang keputusannya untuk bisa menjadi istri kedua Pamungkas.
Berulang kali sang putra mengingatkannya untuk menjauhi Pamungkas, tapi selalu dia abaikan.
Bahkan tak segan Ridho mengingatkan tentang pengkhianatan ayah mereka hingga membuat kehidupan mereka sempat terpuruk beberapa tahun lalu.
Namun tetap saja dirinya tak mau di samakan dengan selingkuhkan ayahnya Ridho.
Dengan mengabaikan perasaan putranya, dia justru sibuk mencari perhatian anak-anak Nur dan pamungkas agar mereka mau menerima dirinya.
Sisil berpikir jika nanti mereka sudah resmi menjadi keluarga, dirinya yakin Ridho lambat laun akan menerima pernikahannya dengan Pamungkas.
.
.
.
Lanjut
semoga bukan anak sakti kasian ortu sakti dpt mantu kyak gini.