NovelToon NovelToon
ASI, Untuk Majikanku

ASI, Untuk Majikanku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa
Popularitas:56.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lusica Jung 2

Aneh Tapi Nyata. Nathan mengidap sebuah penyakit yang sangat aneh dan langka. Dia selalu bergantung pada Asi untuk menjaga kestabilan tubuhnya. Hampir setiap bulan sekali penyakitnya selalu kambuh sehingga Nathan membutuhkan Asi untuk mengembalikan tenaganya. Pada suatu ketika, stok ASI yang dia miliki benar-benar habis sementara penyakitnya sedang kambuh. Kedatangan Vivian, pelayan baru di kediaman Nathan mengubah segalanya. Mungkinkah Nathan bisa sembuh dari penyakit anehnya, atau dia harus terus bergantung pada Vivian? Hanya waktu yang mampu menjawab semuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5: Kambuh Lagi

Ketukan pada pintu menyita perhatian Nathan yang sedang duduk di meja kerjanya. Tanpa mengangkat pandangan dari dokumen di depannya, dia berseru, "Masuk."

Vivian dengan wajah tertunduk memasuki kamar, jantungnya berdebar kencang. Nathan meletakkan rokoknya di asbak dan menatap Vivian dengan tatapan dingin.

"Mendekat," perintahnya singkat.

Vivian ragu-ragu melangkah mendekat, ketakutan terlihat jelas di matanya. Nathan memperhatikan ekspresinya sejenak sebelum berkata dengan suara yang datar, "Jangan tegang. Aku tidak punya waktu untuk basa-basi."

Vivian mencoba mengendalikan rasa gugupnya, tetapi tatapan Nathan yang dingin membuatnya semakin sulit. Nathan berdiri, membuka kancing kemejanya dan memperlihatkan luka di perutnya yang terbalut seadanya.

"Aku terluka," katanya tanpa ekspresi. "Dan kau akan mengobatinya. Max mengatakan kau punya pengalaman merawat luka."

Vivian terkejut, tetapi segera menunduk lagi sambil menganggukkan kepala. "Ya, Tuan Muda. Saya akan melakukan yang terbaik," jawabnya dengan suara pelan.

Nathan mengangguk sekali, mengisyaratkan agar Vivian mendekat lebih dekat. Dia menyerahkan kotak P3K kepadanya.

"Mulailah. Aku tidak punya waktu untuk menunggu lebih lama."

Dengan tangan gemetar, Vivian mengambil perban dan antiseptik dari kotak P3K. Dia berlutut di depan Nathan, membersihkan lukanya dengan hati-hati. Nathan tetap diam, hanya sesekali meringis saat antiseptik menyentuh lukanya.

"Selesaikan dengan cepat," kata Nathan dengan suara tegas, meski ada nada kesakitan yang samar.

Vivian mengangguk, berusaha bekerja secepat dan sebaik mungkin. Setelah beberapa menit, dia berhasil membersihkan dan membalut luka Nathan dengan rapi.

"Selesai, Tuan Muda," katanya sambil berdiri, kembali menunduk.

Nathan memeriksa hasil kerja Vivian dengan teliti, lalu mengangguk singkat. "Bagus. Sekarang keluar."

Vivian mengangguk cepat dan bergegas keluar dari kamar, merasa lega sekaligus tegang. Nathan kembali duduk di kursinya, mengambil rokoknya lagi dan menghisapnya dalam-dalam, tatapannya kembali tertuju pada dokumen di hadapannya.

Nathan mengangkat kepalanya tiba-tiba, matanya menatap kepergian Vivian dengan intensitas yang sulit dijelaskan. Dia merasakan kebutuhan mendesak untuk menghentikan gadis itu sebelum terlambat.

"Vivian, tunggu!!" serunya tajam, menghentikan langkah Vivian yang hampir sampai di pintu. "Tentang kontrak pernikahan itu, apa kau sudah memikirkannya?" tanyanya tanpa basa-basi.

Vivian menoleh dengan perlahan, tatapannya masih penuh dengan ketegangan dari pertemuan mereka sebelumnya. Dia menggeleng pelan, lalu menjawab dengan suara ragu, "Saya masih belum yakin, Tuan Muda. Ini semua terlalu cepat bagiku."

Nathan mengangguk, tidak terkejut dengan reaksi Vivian. "Aku mengerti," ucapnya dengan nada dingin. "Ambil waktu yang kau butuhkan. Tapi ingat, keputusan ini tidak bisa ditunda terlalu lama."

Vivian mengangguk sekali lagi, berusaha menahan gemetar di dalam dirinya. "Terima kasih, Tuan Muda," ucapnya singkat sebelum melanjutkan langkahnya keluar dari kamar Nathan.

Nathan kembali duduk di kursinya, membiarkan pikirannya melayang dalam pertimbangan yang rumit. Ada sesuatu yang tidak biasa dalam dirinya yang terpanggil oleh Vivian, sesuatu yang sulit dijelaskan bahkan baginya sendiri.

"Sial!!" Nathan mengumpat dengan keras ketika penyakit anehnya tiba-tiba kambuh lagi. Tubuhnya terasa lemah dan jantungnya berdegup kencang, sesak napas memenuhi dadanya dan rasa panas seperti terbakar melanda. "Max!!" serunya panik sambil memanggil asistennya.

Max datang dengan cepat, membawa sekantong Asi yang seharusnya bisa meredakan gejalanya. Namun, saat Nathan mengonsumsinya, tubuhnya tidak memberikan respons apa pun. Rasa sesak dan kelemahannya tidak kunjung membaik.

"Ini tidak bekerja, bagaimana bisa!" desis Nathan dengan frustrasi. "Cepat, panggil Vivian, sekarang juga!"

Max mengangguk cepat dan pergi mencari Vivian. Dalam waktu singkat, Vivian memasuki kamar Nathan dengan penuh kekhawatiran di wajahnya. "Tuan Muda, apa yang terjadi?" tanyanya cemas.

Tanpa menunggu jawaban, Nathan dengan tegas menarik Vivian dan mendorongnya ke tempat tidur. "Aku butuh Asi darimu," ujarnya dingin, tanpa basa-basi. Tanpa menunggu persetujuan Vivian, Nathan langsung menghisap putingg gadis itu, membuat Vivian menangis tersedu-sedu.

"Sialan! Ini satu-satunya cara untuk meredakan gejala," ucap Nathan, wajahnya mencerminkan rasa bersalah dan keputusasaan.

Vivian terkejut dan terisak. Dia merasa terhina dan bingung dengan perlakuan Nathan yang tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi. Dengan langkah gemetar, Vivian berusaha mengumpulkan keberanian untuk bangkit dari tempat tidur.

"Tuan Muda, aku..." Vivian mencoba bicara, namun suaranya terputus oleh rasa sesak dan ketakutan yang melanda hatinya.

Nathan menatap Vivian dengan tatapan tajam yang mencerminkan perasaan campur aduk. "Keluar dari sini sekarang," ucapnya dengan suara rendah namun tegas, "Aku butuh waktu sendiri."

Vivian menelan ludah, merasa hatinya hancur oleh perlakuan Nathan yang kasar. Dalam diam, dia berjalan keluar dari kamar Nathan, meninggalkan suasana tegang dan penuh kebingungan di belakangnya. Nathan sendiri terdiam, terperangah oleh kenyataan bahwa ia terpaksa melakukan hal tersebut demi kelangsungan hidupnya.

Nathan duduk sendirian di tepi tempat tidurnya setelah Vivian pergi. Keringat dingin masih mengucur di pelipisnya, sementara tubuhnya masih terasa lemah akibat serangan penyakit aneh yang baru saja melanda. Dia menyesal atas perlakuannya terhadap Vivian, tetapi saat ini yang terpenting baginya adalah mencari solusi untuk kondisinya yang semakin memburuk.

Dalam keheningan kamar yang sunyi, Nathan memejamkan mata sejenak untuk mencoba meredakan detak jantungnya yang berdebar kencang. Setelah beberapa saat berlalu, dia bangkit dari tempat tidur dengan langkah gemetar menuju meja kerjanya. Dokumen-dokumen terkait pengobatan alternatif tersebar di atasnya, namun dia tahu bahwa solusi yang diinginkannya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Sementara itu, di ruang makan, Vivian duduk sendirian dengan pikirannya yang kacau. Tangisnya tak tertahankan, mengingat perlakuan Nathan yang kasar tadi.

Dia merasa terhina dan tak berdaya, tidak pernah membayangkan bahwa bekerja di kediaman ini akan membawanya pada situasi yang seperti ini. Namun, di balik rasa takut dan ketakutan, ada juga rasa iba terhadap Nathan yang terluka dan terjebak dalam penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Martha mendekati Vivian dengan hati yang penuh perhatian. Gadis itu terlihat sedang menangis, dan Martha ingin tahu apa yang terjadi. Dia memeluk Vivian dengan lembut, mencoba memberikan dukungan tanpa perlu banyak bertanya.

"Kenapa kau menangis, sayang?" tanya Martha dengan suara lembut.

Vivian tidak menjawab, dia hanya diam sambil terus menangis di pundak Martha. Kemudian Martha bertanya lagi, "Apakah Tuan Muda memarahimu?"

Vivian dengan cepat mengangguk, tidak mampu untuk mengungkapkan lebih banyak lagi kepada Martha. Dia merasa sulit untuk mempercayai orang lain dengan masalah yang dialaminya, namun Martha dengan penuh pengertian merangkulnya erat.

"Tenanglah, Vivian. Tuan Muda memang kasar kadang-kadang, tapi sebenarnya dia sangat baik," kata Martha dengan penuh kehangatan, mencoba menenangkan Vivian yang masih gemetar.

Vivian tidak merespon. Meskipun hatinya masih berkecamuk oleh peristiwa tadi, kehadiran Martha memberinya sedikit ketenangan. Mereka duduk bersama di ruang makan, Martha tetap merangkul Vivian sambil mendengarkan cerita hatinya yang terluka.

***

Bersambung

1
sella surya amanda
lanjut
Lissaerlina
lanjuttttt
sella surya amanda
lanjut
Vanettapink Fashion
Luar biasa
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
Lissaerlina
lanjuttttt
Musringah
lanjutt
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
Anonymous
semangat nulis😁
Iyan
/Ok/
Meiriya Romadhon
bagus
Putu Sriasih
Luar biasa
NAJ L
/Rose//Rose//Rose/
NAJ L
Buruk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!