Menikah dengan dosen sendiri?
Cinta Aida tidak pernah menyangka lelaki yang dijodohkan kedua orang tuanya adalah lelaki yang selamat setahun lebih dia benci. Bagaimana tidak, setiap kali dia melakukan kesalahan di kampus, hukuman yang diterima sangat tidak masuk akal. Namun ternyata pak dosen yang dia benci adalah calon suaminya sendiri.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya, akankah cinta tumbuh di hati keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Mami dan Papi tidak memiliki pilihan lain. Kamu pasti tahu keuangan keluarga kita sedang krisis dan Papi membutuhkan banyak biaya, untuk itu kami menerima penawaran dari Pak Faisal soal pernikahan anaknya denganmu. Maaf,sayang. Mami benar-benar terpaksa, tapi Mami dan Papi bisa menjamin kalau lelaki yang akan menikah denganmu adalah lelaki baik,"ungkap Lesti pada anaknya yang tengah menantikan penjelasan soal perjodohan yang akan mereka lakukan.
Aida terdiam, menatap lirih pada ibunya lalu mengatakan dengan nada berat,"jadi kalian menjualku? Kenapa kalian nggak mencari cara lain? Kenapa baru sekarang kalian mengatakan kalau kalian butuh biaya? Aku bisa kok bekerja untuk membiayai rumah sakit Papi."
"Sayang, semua tidak akan sesederhana itu. Emangnya kamu pikir mencari pekerjaan itu mudah? Di zaman sekarang tidak mungkin kamu bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar, apalagi kamu masih kuliah," jelas Lesti.
"Tapi nggak begini juga caranya, Mi. Kenapa kalian harus menjual aku? Kenapa kalian memaksa aku untuk menerima perjodohan ini? Memangnya kalian seyakin apa kalau calon suamiku itu orang baik? Apa kalian bisa menjamin? Bagaimana kalau dia itu jahat?" Isak Aida yang kini tak kuasa menahan air matanya.
"Mami yakin lelaki itu baik, dia bisa membahagiakanmu. Kalau dia tidak baik untuk apa kami menjodohkan mu dengannya? Tolong mengerti, Sayang."
Aida berdiri dari tempat duduknya. "Aku kecewa sama Mami! Harusnya Mami membicarakan ini sejak awal, aku pasti akan mencari cara untuk membayar semua biaya rumah sakit Papi."Ia pergi meninggalkan sang ibu yang masih duduk di ruang tamu.
Lesti menghela nafas panjang, tak ingin semuanya menjadi rumit, tetapi dia tidak bisa melakukan apapun.
Dia yakin lelaki yang akan menikah dengan anaknya adalah lelaki baik, tidak mungkin suaminya menjerumuskan anak mereka.
Di tempat lain, kini Aida sedang berusaha menghubungi Edo sang kekasih. Berharap menemukan cara untuk mereka agar tidak terpisah.
Hampir 100 kali Aida menghubungi Edo, tetapi tetap tak kunjung tersambung.
"Lo ke mana sih?"gumamnya pelan.
Aida mulai mengetik pesan untuk Edo.
\[Gue mau ngomong sama Lo, tolong angkat telepon. Ini penting!\]
Tetap tak ada tanggapan, bahkan pesan hanya terkirim namun tak dibaca oleh Edo. Gadis itu kembali mengirimkan pesan.
\[Lo harus tahu kalau gue mau dijodohin sama lelaki lain, gue mau dinikahin sama lelaki itu. Gue mohon sama Lo, perjuangin gue, Do. Gue mau Lo bantu gue atau Lo bawa gue pergi dari rumah. Gue cinta sama Lo Do, cuma Lo. Tolong perjuangin cinta kita, Do. Oh iya, alasan kedua orang tua gue menjodohkan gue sama lelaki itu karena mereka butuh uang buat biaya rumah sakit Papi gue. Gila kan? Artinya ngejual gue. Sumpah gue sakit banget, Do. Gue nggak mau nikah sama laki-laki nggak jelas. Gue cuma mau nikah sama Lo. Tolong jemput gue besok pagi di halte kayak biasa.\]
Lagi-lagi pesan hanya terkirim tetapi tidak dibaca oleh Edo.
Aida menghela nafas lesu, lalu meletakkan ponsel ke atas meja. "Gue nggak mau nikah sama orang lain selain Lo,Do."
Tangis Aida pecah, suaranya terdengar memenuhi ruang kamar. Aida berusaha untuk bisa tertidur walau dalam hati diselimuti kesedihan mendalam.
...****************...
Pagi harinya seperti biasa, Aida sudah bersiap untuk pergi kuliah. Namun berbeda dari hari-hari biasanya, saat ini tas yang dibawa oleh Aida adalah tas ransel berukuran cukup besar.
"Tumben kamu bawa tas ransel?"tanya Lesti menatap tas anaknya.
"Iya,Mi. Banyak pelajaran tambahan di kampus,"jawab Aida. "Aku berangkat dulu, Mi."
"Tunggu, dimakan dulu sarapannya,"tahan Lesti.
"Aku buru-buru, Mi. Maaf,"ucap Aida berlari keluar dari rumah.
Lesti tak menaruh curiga sama sekali, ia berpikir Aida memang sedang banyak tugas kuliah.
...****************...
Di halte, Aida berharap Edo membaca pesan darinya dan datang menjemput.
Saat ini ponsel sengaja dimatikan karena dia tidak ingin dihubungi oleh ibunya. Menunggu dengan gelisah sembari menggerakkan kedua kaki, tetapi yang ditunggu belum juga kunjung datang.
Aida mulai berpikir bahwa Edo tidak akan datang. "Lo jahat, Do. Jadi Lo udah rela gue nikah sama cowok lain? Lo nggak mau berjuang?"
Air mata kekecewaan runtuh membasahi wajah cantik Aida, tetapi dia masih berharap Edo datang untuk menjemputnya.
Dalam kesendirian di halte bus, Aida membayangkan wajah lelaki yang akan menjadi suaminya.
"Jangan-jangan bandot tua lagi,"gumamnya bergidik ngeri. "Gue nggak mau nikah sama lelaki itu."
Ciittt!!
Suara rem yang beradu dengan aspal terdengar. Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan halte bus, seorang lelaki mengeluarkan kepalanya dari kaca jendela.
"Heh! Kamu bolos? Astaga! Mau jadi apa kamu, hah?"tegur Raditya menatap Aida dari ujung kaki sampai kepala.
Aida memalingkan wajah seolah tak melihat apapun.
"Aida! Saya sedang bicara sama kamu. Mana sopan santunmu?"tegur Raditya.
Aida tetap tidak bergeming.
"Anak ini,"geram Raditya lalu membuka pintu mobil.
Melihat itu Aida mulai bereaksi,"Bapak mau apa sih? Ganggu saya mulu? Saya mau duduk di mana kek, itu kan urusan saya bukan urusan bapak!"
"Memang bukan urusan saya kalau bukan di jam kuliah, tapi ini kan jam kuliah, kenapa kamu ada di pinggir jalan seperti ini?"Raditya kini sudah turun dari mobilnya. "Cepat masuk ke mobil saya! Saya antar kamu ke kampus."
"Ogah,"tolak Aida lalu mengambil tas ranselnya. "Taksi!"teriak Aida lalu berlari menuju taksi.
"Cepat ke kampus! Atau saya DO kamu!"ancam Raditya.
"Bapak sendiri ngapain di jam kuliah keluyuran? Bukannya ngajar,"balas Aida lalu masuk ke dalam taksi.
Raditya menghela nafas kasar. "Dasar anak aneh."
...****************...
"Papi kritis, kamu harus mau menerima perjodohan ini. Kamu akan menikah besok pagi di KUA."
Aida Tak memiliki pilihan lain lagi, karena hingga saat ini Edo tak bisa dihubungi bahkan pesannya juga hanya dibaca dan sama sekali tidak dibalas.
Telepon darinya tidak diangkat. "Maaf,Do. Gue kira Lo beneran cinta sama gue," isak Aida.
Pagi harinya.....
Pernikahan dadakan itu dilaksanakan. Aida datang bersama keluarganya ke KUA yang berada di dekat rumah sakit tempat ayahnya dirawat.
Deg!
Pandang mata Aida tertuju pada sebuah mobil yang tak asing, tetapi dia tidak ingin memikirkan hal itu.
Banyak mobil serupa di Jakarta, bukan? Jadi untuk apa dibuat pusing. Kalaupun memang itu adalah mobil Raditya, mungkin dia juga sedang mengurus pernikahan karena kabarnya dia memang akan menikah dengan seseorang.
Aida dan keluarganya masuk ke dalam gedung KUA. Dia menghela nafas panjang saat melihat seorang lelaki sudah duduk di depan penghulu.
Terlihat keluarga inti dari mempelai pria sudah hadir dan tengah duduk di samping kiri dan kanan.
"Pengantin wanita sudah datang, kita mulai ijab kabulnya,"ucap Faisal tersenyum lebar menyambut kedatangan calon menantunya yang terlihat sangat cantik menggunakan kebaya putih dan riasan wajah seperti pengantin pada umumnya.
Mendengar ucapan sang ayah, pengantin lelaki yang ternyata Raditya itu memutar tubuhnya ke belakang, melihat pengantin wanita yang ternyata.....
"Akhhh!!!! Pak Radit!" teriak Aida histeris.
"Kamu? Cewek aneh!" Raditya tak kalah syok.
