NovelToon NovelToon
HAZIM

HAZIM

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Haryani Latip

Awal pertemuan dengan Muhammad Hazim Zaim membuat Haniyatul Qoriah hampir terkena serangan Hipertensi. Meski gadis itu selalu menghindar. Namun, malangnya takdir terus mempertemukan mereka. Sehingga kehidupan Haniyatul Qoriah sudah tidak setenang dulu lagi. Ada-ada saja tingkah Hazim Zaim yang membuat Haniyatul pusing tujuh keliling. Perkelahian terus tercetus diantara mereka mulai dari perkelahian kecil sehingga ke besar.

apakah kisah mereka akan berakhir dengan sebuah pertemanan setelah sekian lama kedua kubu berseteru?
Ataukah hubungan mereka terjalin lebih dari sekadar teman biasa dan musuh?

"Maukah kau menjadi bulanku?"

~Haniyatul Qoriah~

🚫dilarang menjiplak

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haryani Latip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tarik Ulur

Angin malam membawaku pada bayang-bayang yang kelabu.

Memberikan harapan yang tak semu. Ketika senja pun berlabuh menitipkan rasa yang berkecamuk.

______________________________________

Hari yang indah, dengan cahaya mentari yang hangat serta semilir angin pagi yang mampu menghilangkan resah, menenangkan jiwa dan melapangkan dada.

Langkah kaki yang melaju, semakin laju hingga akhirnya mulai berlari, menghirup dalam-dalam aroma pagi dengan sebotol air Aqua di tangan. Percikan keringat mulai membasahi dahi, menetes kemudian di hapus kasar.

"Hosh! Hosh!"

Haniyatul tercungap-cungap mengatur napas, menghirup pasokan oksigen agar memenuhi paru-paru. Sekali lagi ia menyeka keringat yang mulai bercucuran di dahinya. Karena hari libur, Haniyatul memutuskan untuk berolahraga pagi.

Wanita Muslimah maupun bukan, memakai jilbab syar'i maupun tidak. Olahraga merupakan suatu hal yang wajib dilakukan karena tidak ada agama yang melarang umatnya untuk hidup sehat. Jadi menurut sebagian orang bahwa spekulasi wanita berhijab syar'i tidak boleh berolahraga di luar adalah salah, jika menutup aurat dan berpakaian sesuai yang dianjurkan agama mengapa tidak bisa berolahraga di luar? Yang salah itu jika aurat yang tidak dijaga dan diumbar ke mana-mana.

Awan kian bergerak, memperlihatkan matahari yang semakin meninggi. Haniyatul pun berdiri di bibir jalan sambil memperhatikan kendaraan lalu lalang di hadapannya. Tidak lama kemudian, ia mengarahkan pandangannya ke samping, ternyata ada seorang anak kecil yang berdiri tidak jauh darinya. Anak kecil itu mengepang rambutnya dengan memakai celana pendek sampai ke lutut dan baju berwarna biru. Matanya memperhatikan kendaraan yang lewat di hadapannya.

Haniyatul tersenyum manis ketika melihat anak kecil tersebut, anak kecil itu baru berusia tujuh tahun, tapi sudah berani berjalan sendiri.

Ketika kendaraan mulai berhenti menyusuri jalan, Haniyatul pun bergegas menyeberang. Namun, langkahnya terhenti. Ia membalikkan badannya. Dilihatnya anak kecil tadi terlihat ragu-ragu untuk menyeberang.

Dengan wajah tersenyum Haniyatul kembali mendekati anak kecil itu, lalu digandengnya tangan gadis kecil itu. Mereka bersama-sama menyeberang jalan raya sambil melihat ke kiri dan kanan.

Setelah menyeberang jalan, Haniyatul pun melepaskan tangannya dari terus menggandeng tangan si gadis kecil. Dan kembali tersenyum hangat pada si gadis kecil. Dan hal yang sama turut dilakukan oleh anak tersebut.

"Terima kasih kak," ucap anak kecil itu sembari mulai melangkah menjauh dengan senyuman di bibir.

"Sama-sama," jawab Haniyatul dengan lembut.

Berpisah lah Haniyatul dengan gadis kecil tersebut karena arah rumah mereka yang berbeda. Dari kejauhan terlihat Zaim sedang memperhatikan mereka di dalam sebuah mobil mewah yang terparkir tepat di depan toko buku. Ia duduk di kursi belakang dengan tangan yang memegang sebuah buku berjudul Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata.

Sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman. Hatinya tersentuh melihat kebaikan Haniyatul. Ternyata gadis yang sering cuek dan galak padanya juga bisa bersikap hangat pada anak kecil. 

***

Haniyatul berjalan santai menuju ke rumahnya, terkadang ia berpapasan dengan teman sekelasnya yang juga ikut berolahraga di hari minggu.

Dari kejauhan terlihat sebuah keluarga turut berolahraga dengan berlari-lari kecil. Mereka membahas berbagai hal, terkadang juga suara tawa mereka terdengar dari kejauhan.

Haniyatul memutuskan untuk duduk di sebuah bangku kayu untuk memperbaiki tali sepatunya, diikat kembali tali sepatu yang terbuka sembari duduk di atas kursi kayu yang memang tersedia di kawasan tersebut. Sementara, suara tawa keluarga kecil itu mulai terdengar mendekat.

Haniyatul mengangkat wajahnya setelah selesai mengikat tali sepatunya. Namun, kini ekspresinya berubah, ia duduk mematung di tempatnya, hatinya berdetak kencang karena melihat sosok Aydan. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama karena di sebelah ayah Aydan terlihat seorang wanita cantik yang sangat dikenalnya. Siapa lagi jika bukan gadis yang bernama Humaira, gadis yang pernah di ceritakan oleh Ainul beberapa hari yang lalu.

Serta merta hatinya tadi yang berada pada musim bunga kini retak berkeping-keping, hancur menjadi abu.

Haniyatul tercengang, kemudian ia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menetralisir kan kembali hatinya yang kian remuk. Ia berpaling melihat kembali kearah Aydan dan Humaira. Sungguh keluarga yang hangat. Bahkan Haniyatul sebelumnya tidak pernah melihat senyuman Aydan yang seperti saat ini. Ternyata lelaki itu hanya bisa tersenyum hangat pada Humaira.

Haniyatul pun kembali mengatur langkah untuk pergi, setelah ia mengira bahwa Aydan adalah lelaki yang dicarinya selama ini, gadis itu pun mulai menyimpan rasa suka pada lelaki tersebut. Namun, sayang sekali karena pada kenyataannya bukanlah Aydan pemilik suara merdu yang membuat hatinya berdesir.

***

Telepon rumah berbunyi, dengan sigap Aida menggapai ganggang telepon.

"Hallo. Assalamualaikum," ucap Aida.

"Walaikumsalam, maaf tante mengganggu, saya Ainul teman Haniyatul, Haniyatul ada tante?" tanya suara di seberang.

"Oh, ada nak, sebentar tante panggilkan,"

"Hani! Hani! Teman kamu telepon nak!" teriak Aida.

"Iya, bu, sebentar," sahut Haniyatul sambil berlari kecil ke ruang tamu.

"Siapa, bu?" tanyanya begitu tiba di hadapan ibunya.

"Namanya Ainul, teman kamu, bukan?"

"Oh, iya. Teman saya, bu," ucap Haniyatul sembari mengambil telepon yang diberikan padanya.

"Assalamualaikum," Haniyatul memberi salam.

"Walaikumsalam," jawab Ainul.

"Lah kok tiba-tiba telepon? Ada apa?" tanya Haniyatul pula karena tidak biasanya Ainul meneleponnya.

Haniyatul melabuhkan punggungnya ke atas kursi yang ada di ruang tamu seraya menunggu jawaban dari temannya yang berada di seberang.

"Yaa, sengaja, tidak ada alasan yang khusus. Oh iya, kamu sudah mengerjakan tugas bahasa?" kini Ainul kembali bertanya.

"Sudah dong," jawab Haniyatul, lalu ia memainkan benang kecil yang mencuat dari pinggiran baju tidurnya yang berwarna hijau diselingi dengan warna putih bermotif bunga.

"Ainul, ada yang ingin ku tanyakan,"

"Hmm apa itu?"

"Soal Aydan,"

"Aydan? Ada apa dengannya?"

"Kamu pernah cerita jika dia menyukai Humaira bukan? Kakak kelas kita itu,"

"Terus, kenapa?" tanya Ainul sambil merebahkan badannya ke atas kasur. Kemudian memperbaiki jilbab Rabani yang dipakainya.

"Tidak, aku tadi pagi berpapasan dengannya dan Humaira, bukankah kamu bilang perasaan Aydan ditolak oleh Humaira?" tanya Haniyatul langsung pada intinya.

"Iya juga, tapi sepertinya Aydan tidak ingin menyerah," Ainul memandang langit-langit kamarnya. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu.

Haniyatul memperbaiki pula jilbab panjang sebahu yang dikenakannya. Hatinya remuk, tapi ia tidak pula mengatakan kekecewaan hatinya itu pada Ainul.

"Hani, hallo!" ucap Ainul ketika tidak mendapati suara temannya lagi.

"Hmm," sahut Haniyatul.

"Kenapa sepi?"

"Tidak, aku hanya memikirkan sesuatu," jawab Haniyatul, asal-asalan.

"Memikirkan Aydan?" tebak Ainul. Kini ia bangkit dari pembaringannya.

"Mengagumi seseorang secara diam-diam itu menurutku tidak salah, yang salah itu ketika kita menggantungkan harapan yang terlalu tinggi pada makhluk Tuhan, atau mencintai sehingga menyebabkan zina. Nauzubillah. Demikian juga dengan posisi Aydan sekarang, tidak salah jika ia mengagumi Humaira yang penting tidak melampaui batasnya. Apalagi kulihat sepertinya Aydan ingin membawa hubungannya ke arah yang serius dan di redhai Allah," jelas Ainul ketika tidak mendapat jawaban dari temannya.

"Hubungan serius? Maksudnya nikah?" tanya Haniyatul dengan suara terkejut.

"Tepat sekali,"

"Tapi kita masih terlalu muda untuk kearah itu Ainul,"

"Mungkin setelah SMA, Bisa saja Aydan akan masuk melamar bukan? Lagian banyak sekarang yang nikah muda, walaupun aku juga mengagumi Aydan tapi aku tidak bisa memaksakan dia untuk menyukaiku," kali ini kata-kata Ainul terdengar bijak sekali.

Haniyatul terdiam, ucapan Ainul benar, tidak ada yang salah. Karena rasa cinta, jodoh semua itu sudah diatur oleh yang Maha Kuasa, kita tidak bisa memaksakan seseorang menerima cinta apalagi memaksakan untuk mencintai.

Malam yang dingin, semakin dingin walau cahaya bulan menyinari, bukan suhu yang membuat hati Haniyatul mendingin tetapi sebuah kesadaran atas kuasa Tuhan, dan keikhlasan atas kehendak yang Maha Kuasa. Setelah berbicara dengan Ainul ia sadar, jika bukan dirinya yang disukai oleh Aydan ia pasrah, dapat bertemu dengan pemilik suara yang dikaguminya saja ia sudah sangat bersyukur.

***

Haniyatul menaiki sepedanya menuju ke sekolah melewati beberapa rumah temannya yang terlihat sedang bersiap-siap memakai sepatu. Terkadang Haniyatul melambaikan tangan pada mereka dengan senyuman di wajah, dan mereka juga membalas dengan melakukan hal yang sama.

Sesekali Haniyatul melihat kearah langit, siang ini cahaya matahari begitu menyengat kulit, untung saja sekolahnya tidak terlalu jauh dari rumahnya jadi ia tidak harus berlama-lama mengendarai sepedanya.

Sepeda santai Haniyatul berhenti tepat di parkiran sekolah. Ia pun turun dari sepedanya lalu memperbaiki posisi sepedanya agar berada di tempat yang teduh.

Terdengar klakson mobil dari arah belakangnya. Kontan ia pun menoleh. Melihat siapakah gerangan yang membunyikan klakson tersebut.

Dilihat di atas mobil sosok Zaim sedang tersenyum lebar. Sepertinya sikap usil lelaki ini kumat lagi.

Zaim terus-terusan menekan klakson dan Haniyatul hanya menutup kedua telinganya seraya berlalu pergi, malas sekali ia ingin melihat wajah lelaki tersebut.

"Hani!" teriak Zaim sambil bergegas ingin keluar dari mobil.

Haniyatul memutar bola matanya, ia dengar dengan jelas Zaim memanggilnya tapi tidak sedikit pun gadis ini menggubris panggilan Zaim sehingga membuat lelaki itu mencak-mencak di tempat.

***

Haniyatul tertawa penuh kemenangan karena berhasil membuat Zaim kesal. Tapi baru saja ia ingin melangkah masuk ke kelas tiba-tiba matanya beradu pandang dengan Humaira yang saat itu sedang berjalan menuju ke kelas Haniyatul.

Humaira menyapa Haniyatul dengan senyuman di wajah. Dan Haniyatul pun turut membalasnya dengan senyuman tipis.

"Assalamualaikum," ucap Humaira.

"Walaikumsalam," sahut Haniyatul. Tangannya meremas kasar buku tulis yang berada dalam pelukannya.

"Apa benar ini kelas Ainul?" tanya Humaira.

"Iya. Benar," jawab Haniyatul, ini pertama kali ia berbicara secara langsung dengan Humaira, ternyata suara gadis itu lembut, matanya teduh, bahkan tingkah lakunya sungguh anggun sekali berbanding terbalik dengan sikapnya.

Humaira mengerling arloji yang terpasang di tangan kanannya, "bisa tolong sampaikan surat undangan ini pada Ainul?" pinta Humaira sembari mengulurkan sebuah kartu undangan berwarna pink dengan gambaran balon dan kue ulang tahun di sampulnya.

Haniyatul mengambil kartu undangan yang diberikan padanya tanpa banyak bertanya.

"Nama saya Humaira, saya sahabat Aydan dari kecil, besok di rumah saya ada acara ulang tahun, hanya acara kecil untuk mengeratkan silaturahmi, saya berencana mengundang Ainul dan Zaim, tapi sepertinya Ainul tidak ada di kelas jadi saya menitipkan surat ini pada..."

"Haniyatul, nama saya Haniyatul Qariah," Haniyatul menyambung kalimat Humaira yang terputus tadi.

"Baik salam kenal Haniyatul," Humaira mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan gadis manis yang ada di depannya.

Walaupun sedikit ragu, Haniyatul tetap menyambut uluran tangan Humaira. Bersalaman, lalu berpelukan. Sungguh Humaira gadis yang ramah sekali. Jadi tidak heran jika Aydan bisa jatuh cinta pada gadis tersebut.

"Jika tidak keberatan saya juga ingin mengundang Haniyatul ke acara tersebut," ucap Humaira pula. Senyuman manis tak pernah lepas dari bibirnya.

"Maaf, tapi saya juga sedikit sibuk," Haniyatul menolak ajakan Humaira. Ia merasa tidak enak jika menghadiri acara itu padahal ia juga belum kenal benar dengan Humaira. Bisa-bisa nanti orang-orang akan mengiranya suka mencari perhatian.

"Ah, sangat di sayangkan sekali," terlihat raut wajah Humaira berubah sedih.

"Maaf, lain kali saja. InsyAllah," kini Haniyatul benar-benar merasa serba salah. Ia tidak menyangka gadis yang berada di hadapannya akan merasa sedih saat ia menolak untuk pergi ke acara ulang tahun tersebut.

"Baik, lain kali kamu harus hadir,"

"InsyaAllah," sahut Haniyatul.

***

Bel istirahat berbunyi, mengembalikan setengah jiwa yang melayang karena rasa kantuk, beberapa siswa yang tadinya menuliskan gambaran abstrak di belakang buku, kini mulai mengangkat wajah, merenggangkan otot dan menjernihkan pikiran.

Haniyatul dan Ainul membereskan meja dari beberapa buku yang terlihat mulai berserakan. Buku- buku itu dimasukkan ke dalam tas ransel. Kemudian, keduanya menghela napas panjang.

"Tugas mulai menumpuk, panjangnya kayak kereta," Ainul mulai mengeluh. Diikuti oleh anggukan kepala Haniyatul.

"Ya sudah, yuk! Ke kantin, lapar," kali ini Haniyatul pula yang mengajak temannya ke kantin, karena ia lupa membawa botol airnya jadi harus membeli air putih di kantin.

Haniyatul orangnya suka membawa bekal makanan dan minuman dari rumah. Dengan tujuan untuk menghemat uang jajan sekolah, kan lumayan jika uang jajannya ditabung untuk membeli keperluan lainnya.

Begitu keluar dari ruangan, kedua sahabat itu benar-benar merasa lega, serta merta pikiran tentang tugas yang menumpuk hilang semua.

"Hari ini bawa bekal lagi, Han?" tanya Ainul sambil berjalan beriringan dengan Haniyatul.

Suasana sekolah terlihat bising sekali, karena di lapangan sekolah terlihat beberapa siswa sedang bermain basket.

"Iya, lagian masakan ibuku nomor satu yang paling enak di dunia," sahut Haniyatul.

"Masakan ibuku juga," ucap Ainul tak mau kalah.

Haniyatul tersenyum. "dimana-mana itu masakan ibu memang yang paling enak ya."

"Benar sekali,"

Keduanya pun tertawa lepas. Semakin hari persahabatan mereka semakin akrab, bahkan sudah seperti saudara. Walaupun Haniyatul belum bisa bercerita pada Ainul tentang perasaannya terhadap Aydan tapi ia yakin suatu hari nanti ia pasti akan bercerita tentang segalanya pada Ainul. Hanya saja sekarang waktunya belum tepat.

***

Setelah membeli air, Ainul dan Haniyatul pun celingak-celinguk mencari tempat duduk untuk menyantap makanan. Terdapat dua meja kosong, yang satu berada tidak jauh dari posisi Zaim dan teman-temannya, meja yang satunya lagi terletak di paling pojok.

"Ainul, kita makan di meja paling pojok saja ya," ajak Haniyatul. Ia sebisa mungkin berusaha untuk menghindari Zaim.

Ainul hanya menuruti saja keinginan Haniyatul, karena ia tahu jika temannya itu ingin sekali menghindari sepupunya, Zaim.

Ainul dan Haniyatul pun berjalan melewati meja kosong yang terletak tidak jauh dari posisi Zaim yang saat itu sedang menikmati makanan.

"Eh, eh. Meja di pojok itu sudah ada orangnya," ucap Zaim, lelaki ini tahu saja jika kedua gadis tersebut ingin makan di meja paling pojok yang ada di kantin.

"Loh, mejanya kosong tuh," sahut Ainul. Karena memang meja itu sedang kosong.

"Haikal, meja di pojok itu kosong, makan di sana saja!" teriak Zaim sambil melambaikan tangannya pada dua orang siswa laki-laki yang juga sedang mencari meja kosong.

"Nah tu, lihat sudah ada yang duduk di sana, kalian duduk dimeja ini saja, daripada makan berdiri," ucap Zaim. Licik sekali lelaki ini, meja yang berada di pojok kantin awalnya kosong tidak bertuan, karena itu Zaim sengaja menghentikan Ainul dan Haniyatul dengan alasan meja tersebut sudah ada yang punya padahal itu hanya alasan saja untuk mengambil waktu kedua gadis itu. Dan tiba-tiba Haikal pun datang, lelaki itu juga mencari meja kosong untuk menyantap makanan, perfeck  sudah rencana Zaim, jadi Haikal disuruh duduk di meja yang terletak paling pojok sedangkan Haniyatul dan Ainul disuruh duduk di meja yang berada tidak jauh darinya.

"Aku makan di kelas saja," ucap Haniyatul dengan wajah cemberut. Sedangkan Zaim tersenyum penuh kemenangan.

"Eh, jangan. Waktu istirahat tinggal beberapa menit lagi, lagian jarak kantin ke kelas itu jauh, kalau kamu ke kelas bisa-bisa tidak sempat makan karena waktu istirahat sudah selesai," cegah Ainul dengan alasan yang tepat.

"Kalau tidak makan siang juga tidak apa-apa, aku ke kelas ya," Haniyatul tetap bersikukuh dengan tindakannya. Sementara Zaim, wajahnya sudah terlihat resah, ia juga khawatir jika Haniyatul sampai melewatkan makan siang gara-gara dirinya.

"Assalamualaikum, apa saya bisa ikut makan bersama kalian," ucap Humaira. yang tiba-tiba saja datang entah dari mana.

Haniyatul dan Ainul saling bertatapan. Kemudian, Ainul pun membuka bicara mencairkan kembali suasana yang tadinya menegang, "walaikumsalam, silakan duduk, kak," ucap Ainul.

"Loh, Haniyatul mau ke mana?" tanya Humaira ketika melihat gadis yang ada di sebelahnya tak juga duduk di kursi yang ada.

"Baru mau duduk, kak," jawab Haniyatul dengan sebuah senyuman tipis yang seakan dipaksakan.

Zaim menarik napas lega, berkat kehadiran Humaira, Haniyatul membatalkan niatnya untuk pergi ke kelas. Sedangkan Aydan pula matanya melebar, ia tidak menduga bahwa Humaira akan bergabung bersama kedua gadis tersebut. Padahal sebelumnya Humaira adalah seorang gadis yang jarang bergaul dengan orang lain.

"Sudah dapat kartu undangannya?" Tanya Humaira sekedar untuk berbasa-basi.

"Sudah, kak," sahut Ainul pula.

"Aku juga mengundang Haniyatul ke acara ulang tahunku, tapi sayang sepertinya dia sibuk,"

Pandangan Ainul langsung teralihkan kearah Haniyatul.

"Lah kok... Ayo lah Han, sekali-kali. Hani.. please,"

"Lain kali aja ya, aku janji," ucap Haniyatul kemudian menyeruput air Aqua yang di belinya.

Wajah Ainul kini berubah cemberut. Padahal ia berharap Haniyatul bisa hadir bersamanya di acara ulang tahun Humaira.

"Hani... Hani! Kamu tinggal di mana?" kali ini Zaim ikut nimbrung dalam percakapan ketiga gadis tersebut. Sungguh tidak tahu malu sekali lelaki ini. Atau barangkali urat malunya sudah putus.

"Ih, mau tau saja," jawab Ainul. Sedangkan Haniyatul tidak menjawab pertanyaan lelaki tersebut.

"Eh. Harus tau dong.. nanti kalau aku mau masuk melamar, kan gampang," Zaim berseloroh membuat Aydan dan Mukhlis menyembunyikan tawa.

"Melamar?" ucap Ainul hampir berteriak.

"Iya, melamar. Emang kenapa?" kedua sepupu ini mulai beradu mulut. Sedangkan Haniyatul, telinganya mulai memanas ketika mendengar kalimat demi kalimat yang dituturkan oleh Zaim.

Saat kedua sepupu itu berdebat, Haniyatul langsung berdiri dan membereskan makanannya yang baru tiga kali disuap kan ke dalam mulutnya.

"Jangan pergi!" perintah Zaim dengan tegas.

Bola mata Haniyatul langsung menangkap sosok lelaki itu dengan emosi yang ditahan.

"Jika kau pergi aku akan berteriak dan mengatakan bahwa aku akan melamarmu besok," ancam Zaim, membuat Ainul membulatkan matanya. Sedangkan Humaira, gadis itu langsung menghentikan aktivitasnya menyantap makan siangnya. Demikian juga dengan Mukhlis dan Aydan.

Ini anak semakin dibiarkan semakin ngelunjak dia, batin Haniyatul. Sedangkan Zaim sudah berdiri dihadapan gadis itu seakan-akan sedang menantang.

Suasananya semakin seru, bisik batin Mukhlis sambil berusaha menyembunyikan senyumannya. Sementara Aydan pula menatap keduanya dengan serius, ia penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tbc

1
Ai
mampir, Thor
Tetesan Embun: terima kasih 🥰🙏
total 1 replies
👑Queen of tears👑
bakal sad boy ini zaim 🥴
👑Queen of tears👑
aku bersama mu aydan,,sm² penasaran 🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
nyeeessss/Brokenheart/
👑Queen of tears👑
huhf,,,😤
👑Queen of tears👑
ehmmm🧐
👑Queen of tears👑
kannnn rumit cinta segi delapan itu🧐😎
👑Queen of tears👑
menyukai dalam diam itu sungguh menyiksa kantong
👑Queen of tears👑
temannya aydan,,,mmm cinta segi delapan ini🧐
👑Queen of tears👑
banting Hani🤣🤣
👑Queen of tears👑
nikotin mulai keluar🤣🙈
👑Queen of tears👑
no Hani
but Honey hehehe gak sayang juga sih tapi madu hahahahaha 🤣✌️
👑Queen of tears👑
dingin..dingin tapi peduli m kucing😍
mmm...jdi pengen dipeduliin 🙈
👑Queen of tears👑
hmmmm,,aku mulai menemukan radar disini🧐🧐😎
👑Queen of tears👑
cinta pada pandangan pertama,,dari merangkak naik kemata/Drool/
Rinjani Putri
hallo KK author ijin tinggalkan jejak bintang ya disini
Tetesan Embun: silakan kak, makasih🤗
total 1 replies
Floricia Li
ketat bgt aturannya 😭
Floricia Li
lucu bgt hani 😭😭
Floricia Li
heh ngapain ditarik 🤣🤣
Floricia Li
lucuu bgt masi ada kunang kunang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!