Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Rendra kini duduk di hadapan Abah Husein yang tiba-tiba datang menemuinya. Dia sempat takut, apa Abah Husein telah mengetahui identitasnya yang sebenarnya?
"Orang tua kamu tinggal dimana?" tanya Abah Husein. Tatapannya penuh menyelidik.
Baru kali ini dia tidak bisa berkutik menghadapi orang tua selain Ayahnya. "Ibu saya sudah meninggal, sedangkan Ayah saya merantau entah kemana? Kami kehilangan kontak karena saya juga sering berganti nomor dan tempat tinggal." cerita Rendra. Dia tidak berani menatap Abah husein terlalu lama takut jika ternyata beliau tahu kalu Rendra sedang berbohong.
"Agama kamu islam?"
Rendra hanya menganggukkan kepalanya. Ya, dia akui selama ini dia memang hanya islam KTP.
"Kamu hafal berapa juz? Setidaknya apa kamu sudah pernah khatam Al-Qur'an?" tanya Abah Husein lagi.
Kali ini Rendra terdiam tak bisa menjawab pertanyaan Abah Husein. Dia sendiri tidak tahu apa dia masih hafal huruf hijaiyah atau tidak.
Abah Husein menghela napas panjang. "Menjadi seorang imam rumah tangga itu tidak mudah. Kamu harus bisa membimbing istri kamu dan memberikan contoh yang baik."
Rendra hanya menganggukkan kepalanya sambil menggaruk tengkuk lehernya.
Kenapa Abah Husein tiba-tiba ngomongin soal imam rumah tangga? Heran sama orang tua satu ini, bilang aja kalau aku gak pantas buat dekat sama anaknya. Ternyata ada orang tua yang egois, pasti nanti alasannya demi kebaikan sang anak. Padahal apa yang menurut orang tua baik belum tentu membuat bahagia anak. Andai saja aku gak sedang berpura-pura baik sudah aku skak omongan orang tua ini.
"Ya sudah. Semoga ke depannya kamu jauh lebih baik dan mau belajar agama lebih banyak lagi." pesan Abah Husein pada akhirnya karena Rendra tak menimpali perkataannya.
Rendra hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Apa saya boleh ikut belajar di pondok juga?"
"Boleh, silahkan. Nanti langsung bilang saja sama pengurus pondok."
Rendra menganggukkan kepalanya lagi. "Terima kasih Abah."
"Kalau begitu saya mau pulang." Abah Husein berdiri. "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Rendra hanya tersenyum kecil lalu ikut berdiri mengantar kepergian Abah Husein sampai depan pintu. Dia kini melipat kedua tangannya sambil menggelengkan kepalanya.
...***...
Zahra kini menatap kepulangan abinya, meski sebenarnya penasaran ada perlu apa ke rumah Rendra tapi dia tidak berani untuk bertanya.
"Zahra." Abah Husein kini duduk di sebelah Zahra yang sedang duduk di teras rumah. "Kamu ada perasaan sama Rendra?" tanya Abah Husein secara langsung tanpa berbasa-basi lagi.
Zahra menatap abinya sesaat lalu menggelengkan kepalanya. "Mengapa Abi bertanya seperti itu? Zahra tidak sampai kepikiran sampai ke sana."
"Karena sebelumnya abi tidak pernah melihat kamu dekat dengan pria jadi abi jadi curiga dengan kedekatan kamu dan Rendra."
Zahra menggelengkan kepalanya. "Zahra tidak ada hubungan apapun dengan Rendra."
"Zahra, abi mengerti kamu kecewa dengan perjodohan yang sebelumnya tapi kamu harus tetap mencari seseorang yang tepat dalam hidup kamu. Mencari seorang imam rumah tangga yang bisa menaungi kamu dengan ilmu agama." kata Abah Husein.
Zahra menganggukkan kepalanya. "Iya, abi." kemudian dia berdiri dan masuk ke dalam rumahnya.
Zahra kini menutup pintu kamarnya. Jujur saja, sebenarnya dia sangat kesal dengan masalah jodoh. Dia duduk di dekat mejanya. Pandangannya kini tertuju pada sebuah mawar yang tergeletak.
"Cinta itu seperti apa?" gumamnya kecil. Kemudian dia berdiri dan merebahkan dirinya di atas ranjang dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya. Dia berdoa lalu mulai memejamkan matanya.
...***...
"Zahra, menikahlah denganku. Insya Allah aku akan menjadi imam rumah tangga yang baik untuk kamu. Aku akan terus berusaha membahagiakan kamu."
Dia mengulurkan tangannya pada Zahra. Sosok berparas tampan yang memakai baju koko putih itu terlihat sangat bercahaya. Senyumannya mampu meneduhkan hati Zahra dan menentramkan jiwanya.
Zahra hanya terpaku. Dia tak bisa bergerak. Apa dia memang jodoh yang dikirim Allah untuknya.
Seketika Zahra terbangun dari tidurnya, dia mengusap wajahnya sambil beristighfar. Ini pertama kalinya dia bermimpi seorang pria dalam tidurnya.
Dia kini melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 02.00. Dia menyingkap selimutnya lalu turun dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat malam.
Setelah kejadian itu, Zahra menjaga jarak dengan Rendra. Begitu juga dengan Rendra, dia sudah tidak mengikuti Zahra lagi. Bahkan selain bekerja, Rendra sekarang juga sibuk mengikuti kegiatan di pondok pesantren.
Hari-hari pun berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah tiga minggu Rendra menempati rumah milik keluarga Zahra.
Hingga suatu malam, wajah Rendra tiba-tiba berubah menjadi sangat serius saat mendapat telepon dari anak buahnya.
Setelah sholat isya' buru-buru dia keluar dari masjid tapi tanpa sengaja dia justru menabrak Zahra yang sedang berjalan di gang.
Zahra hampir saja terjatuh jika saja Rendra tak menahan tangannya.
Mereka saling tatap beberapa saat, tapi sedetik kemudian buru-buru Zahra mengalihkan pandangannya.
"Maaf." Rendra melepas tangannya dan membiarkan Zahra berjalan sendiri. Dia kini mengikutinya di belakang Zahra.
Beberapa saat kemudian ponselnya kembali berbunyi. Dia segera mengangkat panggilan masuk dari anak buahnya.
"Sial!" umpatnya kesal saat mendapat kabar dari anak buahnya jika anak buah dari elang hitam sudah menemukan jejaknya dan mereka kian mendekat.
Rendra segera berlari dan menarik tangan Zahra agar mengikuti langkahnya.
Zahra yang mendapat satu tarikan tiba-tiba dari Rendra, jelas terkejut. Dia berusaha untuk melepas genggaman tangan Rendra tapi genggaman tangannya sangat kuat.
"Kamu ngapain? Lepaskan saya." Zahra merasa takut. Pikiran buruk singgah di kepalanya. Apa yang akan dilakukan Rendra padanya?
"Maaf, ada bahaya yang sedang mengejar kita. Kita harus segera bersembunyi." Rendra semakin menarik tangan Zahra hingga Zahra kelabakan mengikuti langkahnya.
Mereka kini masuk ke dalam rumah yang ditempati Rendra.
Rendra menutup pintu rumah lalu tirai jendela. Dia bisa mendengar suara langkah kaki cepat yang kian mendekat.
"Kamu mau apa? Saya mau keluar dari sini." Zahra akan membuka pintu itu tapi ditahan oleh Rendra. Rendra membungkam mulut Zahra dengan tangannya lalu menyeretnya masuk ke dalam kamar.
Zahra berusaha memberontak tapi tangan kekar yang menahan tubuhnya sangat berat.
"Maaf, sebentar saja. Tunggu sampai mereka pergi. Aku juga gak akan ngapa-ngapain kamu."
Setelah suara langkah kaki itu menghilang Rendra melepaskan tangannya dari mulut Zahra. Dia kini melihat wajah ketakutan Zahra.
"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zahra sambil berjalan mundur karena Rendra terus mendekatinya.
"Jangan takut. Aku gak akan ngapa-ngapain kamu."
Punggung Zahra kini menempel di tembok.
Tatapan lekat Rendra seolah mengekangnya. Dia sangat sulit untuk melangkahkan kakinya pergi.
"Sebenarnya aku..."
💞💞💞
.
Like dan komen ya...
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya