NovelToon NovelToon
Dinikahi Duda Mandul!!

Dinikahi Duda Mandul!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Romantis / Janda / Duda / Romansa / Chicklit
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Hanela cantik

Kirana menatap kedua anaknya dengan sedih. Arka, yang baru berusia delapan tahun, dan Tiara, yang berusia lima tahun. Setelah kematian suaminya, Arya, tiga tahun yang lalu, Kirana memilih untuk tidak menikah lagi. Ia bertekad, apa pun yang terjadi, ia akan menjadi pelindung tunggal bagi dua harta yang ditinggalkan suaminya.

Meskipun hidup mereka pas-pasan, di mana Kirana bekerja sebagai karyawan di sebuah toko sembako dengan gaji yang hanya cukup untuk membayar kontrakan bulanan dan menyambung makan harian, ia berusaha menutupi kepahitan hidupnya dengan senyum.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26

Kirana menatap sajadah di depannya. Sudah beberapa hari ini dia sedang melakukan salat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah. Hatinya masih bimbang untuk memberikan jawaban untuk Yuda.

Dua hari lagi, tempo yang ia katakan pada Yuda, tapi dia belum mendapatkan jawaban atas doanya.

Ia merapatkan kembali mukenanya, lalu duduk bersimpuh. Kedua tangannya terangkat, telapak menghadap ke atas. Nafasnya bergetar saat ia mulai berdoa.

“Ya Allah…” suaranya lirih, nyaris berbisik.

“Engkau Maha Mengetahui apa yang tidak aku ketahui.”

Air mata mulai jatuh satu per satu, membasahi pipinya.

“Jika lelaki bernama Yuda itu baik untuk agamaku, untuk kehidupanku, dan untuk masa depan Arka dan Tiara… maka dekatkanlah kami dengan cara-Mu yang lembut. Lapangkanlah hatiku untuk menerimanya.”

Dadanya terasa sesak. Ia menunduk lebih dalam.

“Namun jika dia bukan yang terbaik untuk kami… jika kebersamaan itu justru membawa luka, kesedihan, atau penyesalan… maka jauhkanlah dia perlahan dari hidupku. Jauhkan tanpa menyisakan rasa sakit yang berlarut.”

Tangis Kirana pecah. Bahunya bergetar, doa-doanya mengalir tanpa ia sadari.

“Ya Allah, aku lelah berjalan sendiri… tapi aku juga takut salah memilih pendamping. Aku mohon, jangan biarkan aku mengambil keputusan hanya karena kesepian.”

Ia menarik napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

“Berilah aku tanda yang jelas, Ya Rabb. Ketenangan di hati, atau jalan yang Engkau mudahkan. Aku pasrahkan semuanya hanya kepada-Mu.”

Kirana kembali bersujud lama. Dalam sunyi malam, hanya ada isak kecil dan harap yang menggantung. Dua hari lagi, ia harus memberi jawaban.

.....

Dua hari berlalu dengan perasaan yang sama-sama tak menentu.

Sejak pagi, Yuda sudah terbangun lebih awal dari biasanya. Padahal semalam ia hampir tak bisa memejamkan mata. Hari ini hari yang ia tunggu-tunggu. Hari di mana Kirana akan memberi jawaban.

Yuda sudah seperti anak SMA yang lagi kasmaran, senyum-senyum sendiri menantikan jawaban dari sang pujaan hati.

Di pabrik, Yuda tampak mondar-mandir lebih sering. Beberapa kali ia mengecek ponselnya, meski layar masih gelap. Tangannya terasa gatal ingin menekan nama Kirana, tapi ia menahan diri. Takut mengganggu. Takut terlihat terlalu memaksa.

Namun menjelang siang, rasa tak sabar itu akhirnya memilih untuk menghubungi nya.

Yuda duduk di kursinya, menatap layar ponsel cukup lama sebelum akhirnya mulai mengetik. Beberapa kata sempat terhapus, diganti, lalu dihapus lagi. Sampai akhirnya ia menarik napas dalam-dalam dan mengirim pesan itu.

Assalamualaikum, Mbak Kirana.

Maaf mengganggu. Hari ini… apa mbak ada waktu sebentar setelah saya pulang kerja? Saya ingin bertemu, kalau mbak berkenan.

Pesan itu terkirim.

Yuda meletakkan ponselnya di atas meja, lalu bersandar pada kursi. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia menatap jam dinding, lalu kembali ke ponselnya. waktu terasa begitu lama untuk sore.

Nanti apapun jawaban dari Kirana, dia akan menerimanya.

Tak lama setelah itu, di sela-sela aktivitasnya, ponsel Kirana bergetar pelan di dalam saku tasnya.

Ia menghentikan langkah sejenak, membuka layar, dan membaca nama yang tertera. Yuda.

Kirana menatap layar itu cukup lama. Bukan untuk berpikir ulang, melainkan untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia tahu, pesan ini pasti datang. Ia juga tahu, apa yang Yuda harapkan.

Satu hari yang lalu, selepas salat istikharah terakhirnya, Kirana akhirnya menemukan ketenangan itu. Bukan jawaban berupa mimpi atau tanda yang aneh melainkan rasa lapang di dada. Rasa yakin yang tak lagi disertai ketakutan berlebihan.

Ia menarik napas, lalu membalas.

Waalaikumsalam, Mas Yuda.

InsyaAllah saya bisa. Kita bertemu di tempat kemarin saja, ya. Setelah saya pulang kerja.

Pesan itu terkirim.

Kirana menurunkan ponselnya, menatap ke depan dengan sorot mata yang berbeda dari hari-hari sebelumnya..

Yuda tampak gelisah di duduknya. Sejak tadi ia bolak-balik melirik jam tangan di pergelangan, lalu menatap ke arah jalan, berharap sosok yang ditunggunya segera muncul. Padahal ia sendiri yang datang lebih awal. Telapak tangannya terasa dingin, dan gelisah.

Tak lama kemudian, Kirana datang.

Perempuan itu melangkah pelan, mengenakan hijab warna lembut dan pakaian sederhana. Saat pandangan mereka bertemu, Kirana tersenyum kecil.

“Assalamualaikum, Mas,” sapanya.

Yuda langsung berdiri. “Waalaikumsalam.” Suaranya terdengar sedikit tegang, meski ia berusaha tersenyum.

Mereka duduk berhadapan. Yuda mencoba memulai dengan hal ringan, sekadar menenangkan dirinya sendiri.

“Mau minum apa, Mbak?” tanyanya sambil memberi isyarat pada pelayan.

“Teh hangat saja, Mas,” jawab Kirana singkat.

Yuda memesan dua minuman, lalu suasana kembali hening. Yuda mengusap telapak tangannya ke celana, lalu akhirnya mengangkat wajah, menatap Kirana dengan serius.

“Mbak Kirana…” ia berhenti sejenak, menelan ludah. “Tentang yang kemarin… tentang jawaban Mbak.”

Kirana menunduk sesaat. Ia menarik napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian. Jari-jarinya saling bertaut di atas meja.

“Iya, Mas,” ucapnya pelan, namun jelas. Ia lalu mengangkat wajahnya, menatap Yuda dengan mata yang tenang. “Saya menerima.”

Jantung Yuda serasa berhenti berdetak sesaat.

“Tapi…” lanjut Kirana, suaranya tetap lembut namun tegas, “saya tidak mau pacaran mas. Jika mas serius dengan saya maka lebih baik kejenjang yang lebih serius mas, saya tidak mau ada fitnah di kemudian hari”

Yuda terdiam, menatapnya tanpa berkedip.

“Saya menerima Mas Yuda dengan niat yang serius,” sambung Kirana. “Mas harus bisa menerima saya apa adanya. Bukan hanya saya… tapi juga Arka dan Tiara. Mereka bagian dari hidup saya. Saya ibu mereka. Ke mana pun langkah saya, mereka ikut di dalamnya.”

Ia berhenti sejenak, memastikan setiap kata yang keluar dari bibirnya dipahami.

“Kalau Mas Yuda merasa keberatan, sekarang masih waktunya untuk mundur. Saya tidak ingin melangkah setengah-setengah,” tutup Kirana pelan.

“Terima kasih, Mbak,” ucapnya lirih namun penuh ketulusan. “Jujur saja, beberapa hari ini saya banyak berpikir. Takut… takut kalau jawaban Mbak nanti penolakan. Tapi saya juga sadar, perasaan ini bukan main-main.”

Ia tersenyum kecil, senyum yang mengandung kelegaan sekaligus harapan.

“Saya menerima semuanya dengan senang hati,” lanjut Yuda. “Menerima Mbak Kirana, menerima Arka dan Tiara. Bukan karena kasihan, tapi karena saya memang ingin. Saya ingin hadir, bukan cuma sebagai orang yang membantu, tapi sebagai orang yang bertanggung jawab.”

Yuda menunduk sejenak, lalu kembali menatap Kirana. “Saya tahu hidup Mbak tidak mudah. Saya juga bukan laki-laki sempurna. Tapi kalau Mbak izinkan, saya ingin berjalan bareng. Pelan-pelan, saling menguatkan.”

“Saya tidak menjanjikan hidup mewah, tapi saya janji tidak akan pergi. Saya siap belajar jadi imam, jadi teman, dan kalau Allah izinkan jadi ayah untuk Arka dan Tiara.”

Hening sejenak menyelimuti mereka. Kirana merasakan sesuatu menghangat di dadanya. Bukan sekadar kata-kata, tapi ketulusan yang terasa nyata.

Yuda tersenyum lagi, kali ini lebih tenang. “Apa pun prosesnya nanti, saya terima dengan lapang dada. Karena sejak awal, niat saya sudah satu serius dengan mbak.”

1
Ds Phone
marah betul tak ada ampun
Ds Phone
orang kalau buat baik balas nya juga baik
Ds Phone
baru bunga bunga yang keluar
Ds Phone
mula mula cakap biasa aja
Ds Phone
terima aja lah
Ds Phone
orang tu dah terpikat dekat awak
Ds Phone
orang berbudi kitaberbads
Ds Phone
dia kan malu kalau di tolong selalu
Ds Phone
tinggal nikah lagi
Ds Phone
terlampau susah hati
Ds Phone
dia tak mintak tolong juga tu
Ds Phone
orang tak biasa macam tu
Ds Phone
senang hati lah tu
Ds Phone
dah mula nak rapat
Ds Phone
emak kata anak kata emak sama aja
Ds Phone
dah mula berkenan lah tu
Ds Phone
itu lah jodoh kau
Ds Phone
kenapa kau tak bagi dia balik
Ds Phone
anak yang kau pinjam wang nya
Ds Phone
makan nasi dengan mee insten campur telur
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!