"Ambil saja suamiku, tapi bukan salahku merebut suamimu!"
Adara yang mengetahui pengkhianatan Galang—suaminya dan Sheila—sahabatnya, memilih diam, membiarkan keduanya seolah-olah aman dalam pengkhianatan itu.
Tapi, Adara bukan diam karena tak mampu. Namun, dia sudah merencanakan balas dendam yang melibatkan, Darren—suami Sheila, saat keduanya bekerjasama untuk membalas pengkhianatan diantara mereka, Darren mulai jatuh dalam pesona Adara, tapi Darren menyadari bahwa Adara tidak datang untuk bermain-main.
"Apa yang bisa aku berikan untuk membantumu?" —Darren
"Berikan saja tubuhmu itu, kepadaku!" —Adara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Lima
Setelah menghubungi Galang, dan memaksanya datang, Darren pamit dengan Sheila. Wanita itu tampak keberatan melepaskan kepergian mantan suaminya itu. Apalagi dia tahu, Adara ikut pulang. Rasa cemburu dihatinya semakin besar.
Sheila memegang lengan Darren, berusaha untuk menahannya. "Darren, jangan pergi dulu," kata Sheila dengan suara yang lembut namun penuh desakan. "Kita belum selesai membicarakan masalah kita."
Darren melepaskan tangan Sheila dengan paksa karena pegangan yang cukup kuat. "Aku sudah bilang, aku harus pergi," kata Darren dengan suara yang tegas. "Galang sudah setuju untuk datang. Berarti kamu sudah ada teman. Bukankah dia lebih berhak ada di sampingmu. Dia kekasihmu dan aku hanya mantan suami!"
Darren sengaja mempertegas ucapannya agar Sheila paham. Dia tak mau lama-lama lagi berada di rumah sakit, karena takut Sheila salah paham mengartikan kedatangannya.
Sheila tampak kurang suka, apalagi dia tahu bahwa Adara ikut pulang dengan Darren. Rasa cemburu di hatinya semakin besar. "Apa kamu masih mencintai Adara?" tanya Sheila dengan suara yang penuh rasa curiga.
Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum tipis dan berbalik untuk pergi. Sheila menatapnya dengan mata yang penuh air mata, merasa seperti kehilangan kendali atas situasi.
Adara mendekati Sheila dan tersenyum tipis. "Sampai jumpa, Sheila," kata Adara dengan suara yang ramah. "Semoga lekas sembuh dan pulih kembali."
Sheila memaksakan senyum, tapi tatapan matanya menunjukkan rasa tidak suka yang jelas. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan cemburu dan kesal melihat kedekatan Adara dengan Darren, mantan suaminya.
"Terima kasih," kata Sheila singkat, suaranya terdengar dingin dan tidak ramah. Adara tidak tampaknya memperhatikan hal itu dan tetap tersenyum sebelum berbalik untuk mengikuti Darren. Sheila menatap mereka dengan mata yang penuh rasa curiga dan kesal.
"Aku harus melakukan sesuatu untuk memisahkan mereka. Sepertinya ada sesuatu di antara keduanya. Darren sering mencuri pandang pada Adara. Dia sepertinya menyukai wanita itu," gumam Sheila.
Darren menunggu Adara di luar ruang rawat Sheila, menatap jam tangan dengan sabar. Beberapa menit kemudian, Adara keluar dengan senyum lembut di wajahnya.
"Kamu sudah selesai bicara dengan Shiela?" tanya Darren, sambil membalikkan tubuhnya ke arah Adara. Dia menatapnya dengan lembut.
"Ya, sudah. Kak, kenapa Sheila seperti marah denganku?" Adara balik bertanya, sambil berjalan di samping Darren.
"Kamu jangan masukan hati. Seharusnya kamu yang marah. Anggap saja dia sedang depresi," jawab Darren sambil tersenyum.
Adara ikut tersenyum mendengar candaan Darren. Kadang pria itu tampak serius dan kadang suka becanda.
Mereka berjalan menuju mobil yang terparkir di tempat parkir rumah sakit. Darren membuka pintu mobil untuk Adara, sebelum kemudian masuk ke dalam mobil sendiri.
"Menurut kamu bagaimana keadaan Sheila?" tanya Darren saat mereka dalam perjalanan.
"Tidak terlalu baik," jawab Adara. "Seperti kata Kak Darren sepertinya Sheila depresi. Dia butuh psikolog."
Darren mengangguk, tidak mengatakan apa-apa lagi. Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam, menikmati pemandangan kota yang mulai gelap.
"Dara, minggu depan sepertinya shooting pertama filmku. Apa kamu sebagai investor akan ikut rombongan kami?" tanya Darren. Dia berharap Adara ikut serta. Shooting akan di adakan di Padang. Mereka bisa sekalian liburan.
"Akan aku atur dulu jadwalku, Kak. Jika sempat, aku ikut dengan rombongan Kakak."
Darren mengangguk sebagai tanggapan atas ucapan Adara. Dia kembali fokus mengendarai mobil.
Setelah beberapa lama, Darren berhenti di sebuah restoran yang terletak di pinggir kota. "Ayo, kita makan malam di sini," kata Darren, sambil membuka pintu mobil.
Adara tersenyum dan mengikuti Darren ke dalam restoran. Mereka duduk di meja yang terletak di sudut restoran, menikmati suasana yang tenang dan romantis.
Pelayan datang untuk mengambil pesanan mereka. Darren memesan makanan favorit Adara, sementara Adara hanya tersenyum dan mengangguk.
Saat makanan tiba, mereka menikmati makan malam dengan percakapan yang santai. Adara menceritakan tentang pekerjaannya di perusahaan dan Darren tentang shooting nya dan juga Fuji, putrinya.
Setelah makan malam, Darren mengajak Adara untuk berjalan-jalan di sekitar kota. Mereka berjalan beriringan, menikmati udara malam yang sejuk dan pemandangan kota yang indah.
Adara merasa bahagia dan nyaman berada di samping Darren. Dia tidak bisa menyangkal ada perasaan yang berbeda yang kini dia rasakan saat dekat pria itu.
Sementara itu, Darren juga merasa hal yang sama. Dia memiliki perasaan yang beda saat dekat dengan wanita itu. Dia merasa bahagia dan bisa melupakan semua beban pikiran.
Setelah malam makin larut, Darren mengantar Adara pulang ke rumahnya, menikmati perjalanan singkat dalam diam. Saat mereka tiba di depan rumah Adara, Darren mematikan mesin mobil dan menoleh ke arah Adara.
"Terima kasih untuk malam ini, Adara," kata Darren dengan senyum hangat. "Aku sangat menikmati kebersamaan kita."
Adara tersenyum kembali, merasa bahagia dengan perhatian Darren. "Aku juga, Kak Darren," jawab Adara. "Aku senang bisa menghabiskan waktu dengan Kakak."
Darren memandang Adara dengan mata yang penuh harapan. "Aku ingin mengajakmu makan malam lagi lain waktu," kata Darren. "Mungkin kita bisa mencoba restoran baru yang baru dibuka di kota."
Adara merasa sedikit terkejut, tapi dia tidak bisa menyangkal perasaan bahagia yang muncul di hatinya. "Boleh, Kak. Atur saja waktunya," kata Adara singkat, sambil tersenyum.
Darren tersenyum kembali, merasa lega dan bahagia. "Aku akan meneleponmu untuk membuat rencana," kata Darren, sebelum membuka pintu mobil dan keluar untuk mengantar Adara sampai ke depan pintu rumahnya.
Adara masuk ke dalam rumah, merasa sedikit bingung dengan perasaan yang muncul di hatinya. Apakah dia siap untuk membuka hati lagi untuk Darren? Hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan itu.
banyak kok artis yang pake narkoboy...
bahkan karir mereka aman2 aja
skrng cm bsa mnyesal kn???mga ga trulang d msa dpn....
kalo dikampungku orang galau patah hari gak bisa fokus sulit tidur datangnya ke psikolog atau ustadz atau tuan guru atau pendeta utk mendapatkan pencerahan bukan ke club miaras dan obat terlarang