NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Yang Menggoda

Cinta Terlarang Yang Menggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Suami ideal
Popularitas:878
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Hana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang mahasiswi yang polos, ia terjebak dalam pusaran cinta yang rumit. Hatinya hancur saat memergoki Dion, pria yang seharusnya menjadi tunangannya, selingkuh. Dalam keterpurukan, ia bertemu Dominic, pria yang dua kali usianya, tetapi mampu membuatnya merasa dicintai seperti belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dominic Lancaster bukan pria biasa. Kaya, berkuasa, dan memiliki masa lalu yang penuh rahasia. Namun, siapa sangka pria yang telah membuat Hana jatuh cinta ternyata adalah ayah kandung dari Dion, mantan kekasihnya?

Hubungan mereka ditentang habis-habisan. Keluarga Dominic melihat Hana hanya sebagai gadis muda yang terjebak dalam pesona seorang pria matang, sementara dunia menilai mereka dengan tatapan sinis. Apakah perbedaan usia dan takdir yang kejam akan memisahkan mereka? Ataukah cinta mereka cukup kuat untuk melawan semua rintangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelukan Hangat

Dominic melangkah dengan cepat menuju rumah Rina. Amarahnya masih mendidih sejak semalam. Hana hampir saja menjadi korban, dan itu semua karena Dion, anaknya sendiri.

Tanpa ragu, Dominic membanting pintu rumah Rina.

"DION! KELUAR KAMU!" teriaknya penuh emosi.

Dari lantai atas, Rina muncul dengan wajah mengantuk. Matanya menyipit menatap Dominic yang berdiri di ruang tamunya dengan wajah merah padam.

"Ada apa sih, Dom?! Pagi-pagi sudah teriak kayak orang gila!" bentak Rina.

Dominic menatapnya tajam. "Mana anakmu?"

Rina mendengus. "Anak kita, maksudmu? Kenapa? Memangnya Dion buat masalah apalagi sampai kamu mengamuk begini?" Ia melipat tangan di dada. 

Langkah berat terdengar dari arah tangga. Dion muncul dengan kaus oblong dan celana pendek, rambutnya berantakan. Ia menguap lebar, jelas baru saja bangun tidur.

"Ayah?" Dion mengerutkan kening, melihat ayahnya berdiri di ruang tamu dengan tatapan penuh amarah.

Dominic langsung melangkah ke arahnya, mencengkeram kerah kaus Dion hingga pemuda itu terdorong ke belakang.

"Apa yang kamu lakukan pada Hana?!" geramnya.

Dion menepis tangan Dominic. "Apa maksud ayah?" tanyanya dengan wajah polos.

Dominic semakin marah. Ia meninju meja di sebelahnya, membuat Rina tersentak kaget.

"Jangan pura-pura bodoh, Dion! Kamu beri Hana obat perangsang, lalu meringsek masuk ke kost-nya! Kamu tahu apa yang bisa terjadi kalau aku tak datang menjemputnya?!"

Dion terdiam sejenak. Matanya menatap Dominic, lalu ia terkekeh.

"Jadi dia benar-benar jatuh ke dalam jebakan itu? Aku pikir efeknya tak akan sekuat itu."" katanya santai. 

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Dion. Dominic tak lagi bisa menahan emosinya.

"Kamu sudah gila?!" bentaknya. "Dia perempuan yang kamu cintai dulu, Dion! Apa kamu tak punya hati sampai tega melakukan itu padanya?"

Dion menyeringai sambil mengusap pipinya yang memerah. "Dan dia sekarang pacar ayah. Aku hanya ingin melihat apakah dia tetap setia atau tidak."

Dominic hampir saja melayangkan pukulan ke wajah anaknya sendiri kalau saja Rina tak segera menarik tangannya.

"Dom! Kamu sudah keterlaluan! Dion memang salah, tapi jangan pakai kekerasan!" seru Rina. 

Dominic menoleh tajam ke arah Rina. "Kamu masih membelanya setelah apa yang dia lakukan?"

"Aku tidak bilang aku setuju, tapi… ini pasti ada alasannya." Rina menghela napas dalam, wajahnya mulai terlihat cemas. 

Dion menyeringai. "Benar, Bu. Aku hanya ingin Hana kembali padaku."

Dominic menggeleng dengan tatapan jijik. "Kalau kamu benar-benar mencintainya, kamu tak akan pakai cara kotor seperti ini."

Dion menatap ayahnya dengan mata penuh kebencian. "Dan kalau Ayah benar-benar mencintaiku, Ayah tak akan merebut Hana dariku."

Hening.

Dominic menatap anaknya, kecewa sekaligus marah. "Kamu yang meninggalkan dia dulu, Dion. Kamu yang menyelingkuhi dia. Sekarang kamu datang kembali dan menyalahkan aku?"

Dion menggertakkan giginya, sementara Rina hanya bisa terdiam, menyaksikan pertengkaran ayah dan anak itu.

"Aku tak peduli," gumam Dion. "Aku akan mendapatkan Hana kembali."

Dominic menatap anaknya dengan ekspresi dingin. "Dan aku akan memastikan kamu tak pernah menyentuhnya lagi."

"Ayah tidak pernah peduli padaku!" bentak Dion. 

Dominic menghentikan langkahnya di depan pintu, lalu berbalik menatap Dion dengan penuh amarah. Napasnya memburu, matanya berkilat tajam.

"Cukup sudah!"

"Kamu sebaiknya tanggung jawab pada Sarah! Dia hamil anakmu, Dion! Bukan malah sibuk mengejar Hana!" teriak Dominic.

Dion mengepalkan tangannya. "Aku tidak yakin kalau anak itu benar-benar milikku! Bagaimana kalau dia berbohong?" bentaknya. 

Dominic mendengus sinis. "Kalau kamu yakin dia berbohong, lakukan tes DNA. Tapi sebelum hasilnya keluar, kamu tetap harus bertanggung jawab! Kamu tidak bisa lari dari masalah yang kamu buat sendiri!"

Dion tertawa kecut. "Oh, jadi sekarang Ayah menguliahi aku tentang tanggung jawab? Lalu bagaimana dengan Ayah? Ayah yang dulu tidak pernah peduli pada perasaan Ibu, lalu sekarang ingin bermain peran sebagai pria bertanggung jawab?"

Mata Dominic semakin gelap. "Jangan bawa ibumu dalam masalah ini, Dion. Ini tentang kamu dan Sarah!"

Dion mendekat dengan wajah menegang. "Jadi bagaimana dengan Ayah? Ayah berani bilang kalau Ayah lebih baik dariku? Ayah jatuh cinta pada wanita yang lebih muda, usianya sama dengam anak Ayah sendiri! Ayah pikir hubungan ini normal?"

Rina yang sejak tadi diam akhirnya angkat suara. "Dion benar, Dominic. Hubunganmu dengan Hana itu salah! Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa!"

Dominic menatap Rina dengan tajam. "Jangan mencoba mengalihkan masalah, Rina! Ini bukan soal aku dan Hana sekarang! Ini tentang Dion dan Sarah!"

Rina menghela napas dalam. "Tapi kamu tak bisa menyangkal kenyataan, Dom. Kamu pacaran dengan mantan anakmu sendiri."

Hening.

Ucapan itu menampar Dominic, tetapi ia tak menunjukkan ekspresi goyah sedikit pun. Ia sudah terlalu muak dengan sikap Dion yang terus menghindari tanggung jawab.

Dominic melangkah lebih dekat ke arah anaknya. "Kamu lelaki, Dion. Hadapi kesalahanmu! Aku tak peduli kamu yakin atau tidak, tapi Sarah hamil dan dia butuh kepastian. Jangan jadi pengecut!"

Dion mendengus. "Kamu tidak berhak mengatur hidupku, Ayah."

"Dan kamu tidak berhak mengusik Hana lagi!" balas Dominic tajam. "Jika aku tahu kamu menyentuhnya lagi, kamu bukan hanya akan kehilangan dia, tapi juga aku!"

Dion terdiam. Ada sesuatu dalam ucapan Dominic yang membuatnya terpukul.

"Aku kecewa padamu, Dion. Aku tak menyangka anakku sendiri akan menjadi pria sebusuk ini." lanjut Dominic dengan suara lebih pelan, tapi nadanya dingin. 

Dion menggeram, tapi ia tak bisa membantah. Sementara itu, Rina hanya bisa terdiam, menyadari bahwa situasi ini semakin buruk.

Dominic menatap mereka berdua untuk terakhir kali, lalu melangkah pergi tanpa menoleh.

Dan untuk pertama kalinya, Dion merasa ketakutan. Takut kehilangan segalanya.

 

Dion mengepalkan tangannya erat, menahan amarah yang bergemuruh dalam dadanya. Matanya menatap kosong ke arah pintu yang baru saja dibanting oleh Dominic. Suara keras itu seakan bergema di kepalanya, menyisakan luka yang semakin dalam.

Rina, yang berdiri tak jauh darinya, menghela napas berat. 

"Dion..." suaranya lirih, mencoba menenangkan putranya yang tampak begitu terluka.

Namun, Dion menggeleng dengan mata berkaca-kaca. Ia menelan ludah, berusaha menekan rasa sakit yang terus menghantam dadanya.

"Ayah memang tidak peduli dengan kita, Bu..."

Suara itu keluar dengan getir, penuh luka yang tak terlihat.

"Ini semua karena Hana!" Hatinya berteriak, menyalahkan wanita itu atas kehancuran keluarganya.

"Lihatlah, Hana! Karena ulahmu, keluargaku jadi berantakan!"

Dion memejamkan mata sejenak, lalu menghembuskan napas kasar. Ada perasaan marah, kecewa, dan yang lebih menyakitkan, perasaan kehilangan.

"Ayah lebih memilih dia..." gumamnya pelan, suaranya hampir bergetar.

"Dion, dengarkan Ibu..." Rina melangkah mendekat dan meraih tangan putranya. 

Tapi Dion menarik tangannya, matanya merah menahan emosi. "Tidak, Bu! Ayah benar-benar sudah gila! Bagaimana bisa dia lebih memilih wanita itu daripada keluarga sendiri?"

Rina terdiam. Ia pun merasakan hal yang sama, tapi ia juga tahu bahwa Dominic bukan pria yang mudah diatur.

Dion mengusap wajahnya kasar. "Aku tidak akan tinggal diam, Bu. Aku bersumpah, aku akan membuat Hana menyesal telah menghancurkan keluarga kita!"

Rina menatap putranya dengan cemas. "Dion, jangan buat keputusan yang hanya didasari oleh amarah..."

Tapi Dion tidak mendengarkan.

Dalam hatinya, dendam mulai tumbuh. Jika Dominic telah memilih untuk meninggalkan mereka demi Hana, maka Dion akan memastikan Hana tidak akan pernah bahagia bersama ayahnya.

Apapun caranya.

 

Dominic membuka pintu apartemennya dengan langkah berat. Hatinya masih dipenuhi amarah dan kekecewaan setelah pertemuannya dengan Dion dan Rina.

Matanya langsung tertuju pada Hana yang sedang duduk di sofa, mengenakan sweater kebesarannya. Wanita itu menoleh, seakan merasakan kehadiran Dominic, tapi tidak mengatakan apa-apa.

Tanpa pikir panjang, Dominic melangkah cepat ke arahnya dan langsung menarik Hana ke dalam pelukannya.

Hana terkejut sejenak, tetapi ia tidak bertanya apa pun. Ia hanya membiarkan tubuhnya tenggelam dalam dekapan Dominic, merasakan bagaimana pria itu memeluknya erat, seolah takut kehilangan.

"Sayang..." Dominic menghirup aroma rambut Hana, berusaha menemukan ketenangan dalam kehangatannya.

"Aku butuh kamu," gumamnya dengan suara berat.

Hana tersenyum kecil, tangannya terangkat untuk membelai punggung Dominic dengan lembut. 

"Aku di sini," bisiknya.

Mereka tetap berpelukan dalam keheningan yang panjang, seolah hanya dengan cara ini mereka bisa berbicara tanpa kata-kata. Hana tahu, ada banyak hal yang Dominic pendam, tapi ia tidak ingin memaksanya bicara.

Untuk saat ini, ia hanya ingin menjadi tempat ternyaman bagi pria yang ia cintai.

Dominic masih memeluk Hana erat, seakan tidak ingin melepaskannya. Dalam dekapan itu, Hana merasakan ketegangan di tubuh pria yang dicintainya. Ia bisa merasakan Dominic sedang menahan sesuatu, entah itu amarah, kesedihan, atau kelelahan yang selama ini dipendam.

Setelah beberapa saat, Dominic menghela napas berat dan akhirnya melepas pelukannya perlahan. Tatapannya penuh dengan beban yang tak ia ungkapkan.

"Kamu kenapa?" tanya Hana, suaranya lembut, penuh kekhawatiran.

Dominic menatapnya dalam, kemudian mengusap pipinya dengan ibu jarinya. 

"Dion semakin di luar kendali. Dia... bahkan berani mencampuri hidup kita," suaranya dalam, hampir seperti geraman tertahan.

Hana menunduk. Ia tahu Dion membencinya sekarang. Setelah semua yang terjadi, setelah ia memilih Dominic, Dion tidak akan pernah bisa menerimanya.

"Aku minta maaf," gumam Hana lirih.

"Jangan pernah minta maaf untuk sesuatu yang bukan salahmu, sayang." Dominic langsung menangkup wajahnya, memaksa Hana menatap matanya. 

"Tapi—"

"Tidak ada tapi. Aku yang akan menyelesaikan semua ini. Aku sudah memutuskan untuk menceraikan Rina, dan aku akan menikahimu, tidak peduli siapa yang menentang." Dominic menarik napas panjang. 

Hana menatap Dominic dengan campuran perasaan, bahagia, terharu, tetapi juga takut.

"Tante Rina tidak akan melepaskanmu dengan mudah, dan Dion... aku takut dia semakin membencimu." gumam Hana. 

Dominic tersenyum miring, tapi ada kepedihan dalam matanya. "Dion sudah membenciku sejak lama. Bukan karena kamu, tapi karena aku tidak bisa menjadi ayah yang diinginkannya."

Hana terdiam. Ada luka dalam suara Dominic, luka yang tidak pernah ia ceritakan sebelumnya.

"Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku dulu. Aku tidak pernah benar-benar ada untuknya. Dan ketika aku sadar, sudah terlambat. Hubungan kami sudah terlanjur retak," lanjut Dominic. "Dia selalu melihatku sebagai pria yang mengabaikan keluarganya. Dan sekarang, dengan kehadiranmu... dia punya alasan lain untuk lebih membenciku."

Hana menggenggam tangan Dominic, meremasnya dengan erat. "Aku tidak ingin jadi alasan dia semakin jauh darimu."

Dominic menggeleng. "Dion harus belajar menerima kenyataan. Dia tidak bisa selalu mengendalikan hidup orang lain. Aku mencintaimu, Hana. Dan aku tidak akan mundur hanya karena dia menentang kita."

Hana menggigit bibirnya, hatinya terasa hangat sekaligus berat. Ia mencintai Dominic, tetapi ia juga tahu jalan yang mereka tempuh tidak akan mudah.

Tiba-tiba, ponsel Hana berdering. Ia melirik layarnya dan wajahnya langsung berubah tegang.

"Dion," gumamnya.

Hana menahan napas.

"Angkat aja, sayang."

Hana menekan tombol terima dan mengangkat ponselnya ke telinga. "Ada apa?"

Suara Dion terdengar di seberang sana—marah, penuh emosi. "Gue harap lo puas, Han. Lo udah dapetin ayah gue, dan sekarang Sarah makin ngancam gue! Dia mau datang ke rumah, mau ketemu keluarga gue!"

Hana mengepalkan tangannya. "Itu urusan lo. Lo yang buat kesalahan, lo yang harus tanggung jawab."

"Lo pikir gue bakal ngalah begitu aja? Kalau gue harus kehilangan semuanya, lo juga!" bentak Dion.

Kemudian sambungan terputus.

Dominic menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Hana bisa merasakan bahunya menegang.

"Mau apa dia?" tanya Domi cemas.

Hana diam saja. 

Dominic menoleh padanya, matanya gelap. "Dion mulai kehilangan kendali. Aku harus segera menyelesaikan ini sebelum dia menghancurkan lebih banyak hal."

Hana meraih tangannya, menggenggamnya erat.

"Aku bersamamu," ucapnya dengan suara tegas.

Dominic menatapnya lama, sebelum akhirnya menariknya ke dalam pelukan lagi.

"Aku tahu, sayang," bisiknya. "Dan itu yang membuatku tetap bertahan."

Bersambung... 

1
Mastutikeko Prasetyoningrum
semangat buat kakak penulisnya smoga ini awal cerita yg alurnya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!