Kejadian pada masa lalu diramalkan akan kembali terjadi tidak lama lagi. Tuan kegelapan dari lautan terdalam merencanakan sesuatu. Enam sisi alam dunia mitologi sedang dalam bahaya besar. Dari seratus buku komik yang adalah gerbang penyebrangan antara dunia Mythopia dan dunia manusia tidak lagi banyak yang tersisa. Tapi dari sekian banyak kadidat, hanya satu yang paling berpeluang menyelamatkan Mythtopia dari ramalan akan kehancuran tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fredyanto Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14: Determination. So... Which Realm?(Part 1)
Sudah waktunya mereka kembali.
Portal gerbang antara dua dunia yang sebelumnya ditembus Melody dan yang lainnya seharusnya menjadi salah satu dari yang sudah tidak aktif atau terkunci. Dan ketika itu kembali terbuka, segalanya akan kembali ke awal. Jadi portal akan menembus dari langit-langit. Tapi karena buku itu sudah kembali terbuka dan menjadi milik Melody, mereka tidak perlu harus terjun dari langit-langit lagi.
Mereka pergi keluar dari Mythtopia melalui satu gerbang portal yang ada di halaman tengah Akademi. Dan ketika mereka ingin kembali nanti, mereka juga akan menembus melalui pilar gerbang yang sama. Sama seperti murid lain yang berasal dari dunia yang sama.
Tidak akan ada lagi teriakan dari langit-langit.
Tapi Abigail, dan Theo harus masih menggunakan gerbang yang sama. Karena baru hanya Melody seorang yang memilikinya dari antara mereka bertiga.
Delphine juga memilikinya. Tapi dia hanya menuntun mereka. Jadi dia memasuki gerbang yang sama. Mereka berempat pun menyebrang kembali ke dunia manusia.
Setelah Delphine yang duluan keluar dengan gaya, "Ouch!" Yang lain terlempar keluar dari portal dan ketiganya jatuh menumpuk.
"Jangan khawatir! Kalian akan terbiasa," Ucap Delphine. Lalu mereka semua bergegas keluar dari ruang perpustakaan dan pulang. Dan bukunya... Melody yang membawanya pulang.
Tapi sebelum sampai di rumah, Melody juga tak lupa mampir lebih dulu ke toko kue Orang Tua Abigail untuk mengambil pesanan Ibunya. Selusin kue mangkuk.
Dan kebetulan, Ibu Melody juga pulang hari itu.
Ibunya menanyakan kabarnya selama di awal-awal hari sekolah. "Baik! Segalanya nor... mal!" Jawab Melody di dekat tangga.
"Ada apa dengan kalimatmu?!" Ibunya tidak paham. Menaikan sebelah alisnya.
"Tidak ada!" Jawab lagi Melody. Dia lalu langsung menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya.
Yang barusan itu sungguh aneh dan tidak terduga. Entah apa yang harus dikatakan kepada Ibunya mengenai pengalaman tadi?! Dirinya ragu. Ibunya pasti akan mengira diri Melody gila. Jadi untuk sekarang tempat itu adalah rahasia antara dia dan tiga rekannya.
Lagi pula memang seharusnya begitu. Selain Theo yang sudah didesaknya_ Delphine, juga meminta Melody dan Abigail untuk merahasiakannya dari yang lain. Jangan sampai ada sembarangan orang yang tahu. Walaupun beberapa orang dari situs rahasia itu sudah tahu mengenai buku komik yang salah satunya disimpan oleh Melody. Setidaknya mereka masih belum mengetahui tentang Dunia Mythtopia.
Setidaknya orang yang dianggap gila itu belum berhasil meyakinkan yang lain kalau dunia itu memang ada keberadaannya. Tapi Melody masih terus memikirkan pria misterius yang umurnya tergolong tua itu.
Di situs miliknya, ada terpampang jelas gambar foto dirinya ketika Melody dan Abigail membaca pengakuannya waktu itu.
Melody masih cukup mengingat tampang wajahnya.
Tapi lupakan mengenai orang itu!
Sekarang hari Melody benar-benar melelahkan. Sebelum menjatuhkan lemas tubuhnya di atas ranjang kasur, dia mengeluarkan buku komik tadi dan menaruhnya di dalam laci lemari.
Lalu tiba pada keesokan harinya... Setelah tiba waktu pulang sekolah lagi... Mereka saling bertemu sesuai yang sudah dijadwalkan. Kembali di dalam ruang perpustakaan. Delphine juga memberikan Abigail dan Theo buku lainnya. Buku yang serupa seperti Melody.
Delphine mengatakan kalau dua buku yang diberkiannya itu adalah buku baru. Belum ada pemilik sebelumnya. Jadi seluruh isinya masih kosong.
Sebelum kembali masuk ke dunia Mythtopia, Delphine juga menambahkan sesuatu. Jika mereka masuk ke Mythtopia dan melakukan sesuatu apapun itu... segalanya akan terekam atau tercatat pada buku itu. Tentu saja dalam gambaran komik.
Yang berarti... pemilik sebelum buku yang sekarang itu menjadi milik Melody adalah seorang pria yang menjadi bagian dari alam Penyihir.
Penyihir bernama Kingston!
Walaupun buku itu sudah menjadi milik Melody, tapi seluruh kisah dari Kingston dalam tampilan komik itu masih ada di sana. Itu tidak hilang. Belum! Waktu kemarin tidaklah termasuk. Buku itu akan mencatat atau merekam setiap petualangan mereka ketika mereka resmi menjadi bagian dari Mythtopia.
Itu berarti harus melalui penentuan atau penetapan alam.
Dan itulah tujuan mereka untuk hari itu. Sesuai yang sudah diberi tahu oleh Pelindung Bastet. Mereka akan melalui proses itu. Jadi sekarang mereka ke sana.
Mereka berempat menyebrang masuk melalui portal bukunya masing-masing. Walaupun mereka bisa saja memasuki buku yang sama, karena buku-buku itu belum terikat pada mereka. Baru hanya Delphine diantara mereka yang sudah terikat dekat bukunya.
Itulah kenapa waktu kembali dari dunia Mythtopia, Delphine dapat menyebrang di buku yang ada pada Melody. Buku itu belum terikat pada siapapun.
Dan kali itu mereka harus melakukan itu di ruang rahasia perpustakaan. Sisi tersembunyi di balik dinding pada lorong rak-rak buku. Ruangan yang sebelumnya hanya diketahui oleh Delphine seorang. Tidak ada murid lain yang tahu selain dirinya dan juga Ibunya. Berarti Kepala Sekolah mereka.
"Aku tidak yakin! Aku... Aku... "
Malas mendengar kalimat penakut Theo, "Sudah masuk saja!" Dorong Delphine langsung. Dan Theo sempat terdengar berteriak sebelum dia menembus ke sebrang.
Delphine, Melody, dan Abigail menyusulnya. Dan mereka bertemu lagi di dunia Mythtopia. Tapi Theo dilihat mereka dalam keadaan tengkurap menghadap tanah.
Murid-murid akademi dari dunia manusia lainnya juga melihatnya sambil lalu.
"Apa aku mati?!" Suaranya terbenam di bawah sana.
"Tenanglah sayang! Jika kau merasakan sakit, itu berarti kau masih hidup," Delphine membantu Theo berdiri dan sempat ingin menggores wajahnya dengan trisula.
"Mau memastikan?!" Delphine menarik senyum miring. Theo menggeleng.
"Bagus!" kembali menyimpan trisulanya.
...----------------...
Di hadapan mereka bertiga, "Siap?!" Ucapnya lalu. Melody, dan Abigail mengangguk. Sedangkan Theo menggeleng cepat. Dia sebenarnya tidak akan pernah mau mendaftar untuk menjadi bagian dari apapun yang sulit dicerna dengan otak jeniusnya itu. Tapi Delphine tetap mendesak, atau kalau tidak... Si ketua kelas mengancam akan membuang Theo ke alam kedelapan. Tempat yang mengerikan dan tipis kemungkinan bagi siapapun akan bertahan Terutama orang tanpa kekuatan dan apalagi sepenakut seperti Theo.
Dia mungkin akan dijadikan kepompong dan di ambil inti sarinya oleh makhluk laba-laba di luar sana.
Tapi walaupun Delphine mengancam, dia sebenarnya tidak serius. Hanya menakuti-nakuti Theo agar dia tidak menolak atau berusaha untuk kabur_ berlari terbirit-birit dengan kedua tangan lurus keatas.
"Lewat sini!" Pandu Delphine. Mereka menaiki suatu perbukitan yang berada di sisi bekekang akademi. Menaiki bebatuan anak-anak tangga dengan beberapa jejeran lentera dengan cahaya ungu. Di dalamnya bukan lilin atau semacamnya. Melainkan satu kunang-kunang pada setiap lentera yang pasti akan terlihat indah saat malam hari.
Saat mereka melewati setiap jejeran lentera di sana... Pancaran cahayanya berubah warna menjadi kuning atau emas. Mereka tahu kalau Melody, Abigail, dan Theo datang.
Dan bukan hanya itu saja... Kunang-kunang di dalam lentera itu seakan samar bersenandung. Menyanyikan sebuah lantunan lagu sebagai doa mereka untuk bagi mereka yang akan melalui proses penentuan alam.
Banyak dari yang lain sudah siap menunggu di atas sana. Harper melambai tinggi. Menyapa dari kejauhan ketika mereka sampai.
Menaiki bebatuan di pinggir air terjun, "Upacara penentuan alam... dimulai!" Seru Bastet kepada mereka yang menghadiri untuk menyaksikan proses penentuan. Duduk melingkar di sekitar seperti para penonton di arena gladiator. Hanya saja yang ini jauh lebih sederhana dan tidak besar.
Melody, Abigail, dan Theo diminta untuk berbaris berdiri di depan kolam air terjun.
Bastet kemudian memanggil roh alam yang adalah perwujudan dari gabungan enam inti alam. Dari balik air terjun yang tidak besar di hadapan mereka... munculah keluar seekor rusa putih besar dengan sepasang tanduk yang besar berwarna emas terang.
Hind Ceryneia!
Atau juga disebut sebagai Golden Hind. Rusa betina yang tubuhnya lebih besar dari banteng.
Dibantu oleh enam guru lainnya yang mewakili enam kelas dari enam alam... mereka berdiri disetiap pijakan bebatuan di sekitar Hind Ceryneia. Satu dari mereka bertiga pun diminta untuk maju lebih dekat di pinggir kolam air terjun.
Karena Theo seorang diri yang pria diantara mereka bertiga, jadi dialah yang diminta duluan. Lagi-lagi itu karena Delphine yang mendesaknya. Jadi dia hanya menurut.
Tapi tidak bisa dibohongi dari ekspresi yang tersirat di wajahnya... Dia ketakutan di hadapan rusa besar bertanduk emas itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...