NovelToon NovelToon
Aku Tidak Mandul, Bu!

Aku Tidak Mandul, Bu!

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Poligami / Lari Saat Hamil / Berbaikan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: prettyaze

Aisyah, seorang istri yang selalu hidup dalam tekanan dari mertuanya, kini menghadapi tuduhan lebih menyakitkan—ia disebut mandul dan dianggap tak bisa memiliki keturunan.

mampukah aisyah menghadapi ini semua..?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rania semakin mengontrol

Setelah makan malam itu, Rania menyadari bahwa Aisyah mulai menunjukkan keteguhan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ini membuatnya merasa tidak nyaman. Selama ini, ia selalu menganggap Aisyah sebagai perempuan lemah yang mudah disingkirkan, tetapi sekarang, sesuatu telah berubah. Dan ia tidak bisa membiarkan itu terjadi.

Keesokan harinya, Rania sengaja mengunjungi rumah ibu Farhan dengan membawa sekeranjang makanan mahal yang dipilih dengan hati-hati. Ia tersenyum manis saat disambut oleh pelayan, lalu melangkah masuk dengan percaya diri.

"Ibu, aku sengaja membawakan makanan ini untukmu. Aku ingat Ibu pernah bilang suka cokelat dari Swiss ini," katanya dengan suara lembut saat menemui ibu Farhan di ruang tamu.

Ibu Farhan tersenyum kecil, menerima pemberian itu. "Oh, kamu selalu tahu cara mengambil hatiku, Rania. Tidak seperti seseorang yang bahkan tidak pernah berpikir untuk melakukan hal seperti ini."

Rania tertawa kecil, lalu duduk dengan anggun di sampingnya. "Ah, Ibu terlalu baik. Aku hanya ingin memastikan Ibu mendapatkan yang terbaik. Lagipula, kita harus selalu berpikir ke depan, kan? Seperti bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk berada di sisi Farhan."

Ibu Farhan menatapnya, lalu menghela napas. "Itulah yang selalu aku pikirkan. Tapi sayangnya, Farhan terlalu keras kepala."

Mendengar itu, Rania tersenyum dalam hati. Ia tahu bahwa ibu Farhan masih menginginkan dirinya untuk bersama Farhan, dan itu adalah keunggulan yang bisa ia manfaatkan.

Tak lama kemudian, Farhan tiba di rumah ibunya untuk menjemput Aisyah, yang datang lebih dulu pagi itu. Saat melihat Rania di sana, alisnya langsung berkerut.

"Rania? Ngapain di sini?"

Rania langsung bangkit dari tempat duduknya dan tersenyum hangat, seolah kehadirannya adalah hal yang wajar. "Farhan, aku hanya mampir untuk menjenguk Ibu. Lagipula, aku dan Ibu selalu punya banyak hal untuk dibicarakan, kan, Bu?"

Ibu Farhan mengangguk setuju, lalu melirik putranya. "Lihat, Rania selalu punya perhatian lebih. Tidak seperti istrimu yang entah sedang sibuk dengan urusan tidak jelas."

Aisyah yang baru keluar dari dapur mendengar ucapan itu, tetapi ia memilih untuk diam. Namun, Rania tidak melewatkan kesempatan untuk menusuk lebih dalam.

"Aku mengerti, Bu," katanya dengan nada simpatik yang dibuat-buat. "Tidak semua orang bisa membagi waktunya dengan baik. Apalagi kalau terlalu sibuk… dengan hal-hal yang mungkin tidak begitu penting."

Farhan mendengar nada sindiran itu dan langsung menatap Rania tajam. "Maksudmu apa, Rania?"

Rania tersenyum, berpura-pura tidak bermaksud jahat. "Oh, aku hanya berpikir… bisnis itu memang sulit, apalagi kalau tidak punya pengalaman dan koneksi yang kuat. Aku hanya tidak ingin Aisyah terlalu memaksakan diri."

Aisyah mengepalkan tangannya di balik tubuhnya. Ia tahu Rania sedang mencoba meremehkannya di depan Farhan dan ibu mertuanya.

Farhan mendengus kesal. "Aisyah tahu apa yang dia lakukan. Dan aku percaya padanya."

Rania tersenyum tipis, tetapi hatinya mendidih. Ia bisa melihat bagaimana Farhan langsung membela Aisyah tanpa ragu. Ini membuatnya semakin tidak bisa menerima kenyataan bahwa Aisyah masih berdiri di sisi laki-laki yang seharusnya menjadi miliknya.

Sementara itu, ibu Farhan menghela napas, seolah kecewa dengan sikap putranya. "Sudahlah, Farhan. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Rania hanya mengingatkan."

Aisyah menunduk sedikit, tetapi kali ini bukan karena sedih, melainkan karena ia semakin yakin bahwa ia harus lebih kuat. Jika Rania ingin membandingkannya, maka ia akan membuktikan bahwa ia tidak akan kalah.

Setelah pertemuan itu, ibu Farhan semakin terang-terangan membandingkan Aisyah dengan Rania di setiap kesempatan. Ia seolah tidak pernah melewatkan satu momen pun untuk menunjukkan bagaimana Rania lebih baik dalam segala hal.

•••

Hari itu, Farhan dan Aisyah kembali berkunjung ke rumah ibu Farhan untuk makan siang bersama. Begitu mereka tiba, mereka langsung disambut oleh aroma masakan yang menggugah selera. Saat masuk ke ruang makan, Aisyah melihat Rania sudah duduk di sana, mengenakan gaun elegan dengan riasan yang sempurna.

"Oh, kalian datang juga," kata ibu Farhan dengan nada datar, seolah kehadiran mereka tidak begitu penting. Ia lalu tersenyum hangat ke arah Rania. "Rania tadi datang lebih awal dan membantuku menyiapkan makanan. Dia bahkan memasak beberapa hidangan kesukaanku."

Aisyah hanya tersenyum tipis, meskipun hatinya terasa sedikit tertusuk. Ia tahu maksud ucapan itu, bahwa ia tidak pernah melakukan hal seperti itu untuk ibu mertuanya.

"Ah, itu bukan apa-apa, Bu," Rania berkata dengan nada rendah hati yang dibuat-buat. "Aku hanya ingin memastikan Ibu makan makanan yang terbaik. Lagipula, aku senang memasak untuk orang-orang yang aku sayangi."

Farhan yang sejak tadi diam hanya menghela napas, sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini akan pergi.

Saat mereka duduk dan mulai makan, ibu Farhan kembali berbicara. "Farhan, lihatlah bagaimana Rania selalu memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Dia tahu bagaimana menyenangkan orang lain dan selalu siap membantu. Tidak seperti..." ia berhenti sejenak, lalu menatap Aisyah dengan tatapan penuh makna, "beberapa orang yang terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri."

Aisyah merasakan rahangnya mengencang, tetapi ia tetap berusaha menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang.

"Ibu," suara Farhan terdengar sedikit lebih tajam. "Aisyah juga selalu berusaha melakukan yang terbaik. Aku tidak suka kalau Ibu terus-terusan membandingkan."

Ibu Farhan mendesah, seolah putranya tidak mengerti maksud baiknya. "Aku hanya ingin kau berpikir lebih jauh, Farhan. Pernikahan itu bukan hanya soal cinta, tapi juga bagaimana pasangan bisa saling melengkapi dan mendukung. Lihat Rania, dia punya segalanya. kepintaran, koneksi, kemampuan sosial. Dia tahu bagaimana harus bersikap di mana pun dia berada."

Aisyah akhirnya angkat bicara, suaranya lembut tetapi jelas. "Bu, saya mungkin tidak sempurna seperti Rania. Tapi saya mencintai Farhan dan selalu berusaha mendukungnya dengan cara saya sendiri."

Rania tersenyum kecil, lalu berkata dengan nada yang terdengar seolah simpatik, tetapi sebenarnya penuh sindiran. "Tentu, Aisyah. Setiap orang punya caranya sendiri. Aku hanya ingin memastikan Farhan mendapatkan yang terbaik, seperti yang selalu Ibu inginkan."

Aisyah tidak menanggapi, tetapi dalam hatinya, ia merasa muak. Tidak peduli seberapa keras ia mencoba, ibu mertuanya selalu melihatnya sebagai seseorang yang kurang.

Farhan meletakkan sendoknya dengan sedikit kasar. "Bu, cukup. Aku sudah lelah mendengar perbandingan ini. Aku menikahi Aisyah karena aku mencintainya, bukan karena hal-hal lain yang Ibu anggap penting."

Namun, ibu Farhan tetap tidak terlihat terpengaruh. Ia hanya tersenyum tipis dan berkata, "Kita lihat saja nanti, Farhan. Kadang-kadang, cinta saja tidak cukup."

Di sampingnya, Rania masih dengan senyum manisnya, tetapi matanya berbinar penuh kemenangan. Ia tahu bahwa ia telah berhasil menanamkan keraguan dalam pikiran ibu Farhan, dan mungkin, dalam hati Aisyah juga.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!