"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Who?
Kudorong leptopku menjauh, namun aku pastikan jika dia di sana dapat melihat dna mendengar apa yang akan aku dan Yardan obrolkan.
"Gue lagi patah hati."
"Patah hati?."
Aku tersenyum lebar, "gue suka dia sejak berumur lima tahun. Lalu, beberapa bulan terakhir kembali dekat. Pada gue gak pernah sedikitpun berharap bisa menjalin hubungan apa lagi mengharap cinta gue terbalas. Jadi saat dia nawarin buat jalanin aja, gue mau-mau aja."
"Kalo cowok cuma bilang jalanin aja berarti dia gak bener-bener serius, bisa jadi dia hanya penasaran ama lo doang. Ngapain lo mau ladenin cowok begitu."
"Sudah gue bilang kalo gue suka dia dari umur lima tahun" kusanggah kepalaku dengan sebalah tanganku. "Dan gue yakin lo akan melakukan hal yang sama kalo lo di posisi gue."
Yardan terkekeh, "iya juga sih. Tapi lo cewek pinter, ternyata bisa bodoh juga karna cinta."
Aku tersenyum simpul, "gue juga manusia."
Tatapan mata Yardan terlihat begitu lembut, semakin membuatku tersenyum lebar. Satu hal yang aku suku dari Yardan, di sisi lain sifat pengganggunya itu, dia adalah pengamat yang baik sebelum bertindak.
"Lo udah bilang kalo lo cinta atua suka ama dia?."
"Udah."
"Terus apa responsnya?."
Aku bersandar pada sandaran kursi dan memainkan jemariku, bergantian mengetuk meja perlahan. "Meluk gue, minta gue menjadi sosok gue yang percaya diri dan optimis, meminta orang yang ngedeketin gue menjauh, mengunggah foto genggaman tangan kami dengan caption begitu banyak cerita." Aku mengatakannya dengan satu kali tarikan nafas.
Kulirik layar komputerku sekilas, lampu di camera masih menyala.
Yardan terlihat terdiam sejenak lalu menganggukkan kepala, dia seakan paham siapa yang aku maksud.
"Lalu apa yang terjadi?."
Aku kembali tersenyum segaris, "gue berani berharap lebih."
"Terus."
"Harapan hancur dalam semalam, dan dia mempertegas dengan satu kalimat jelas ..." kugantung kalimatku, memiringkan kepala menatap langsung pada camera leptopku. "We have no relationship" lanjutku, "sampai kapanpun gue akan ingat kalimat itu."
Jadi lo patah hati, plus sakit hati sama dia?."
"No" bantahku sembari beralih menatap Yardan, "hanya patah hati, tidak sakit hati pada dia. Karna gue sudah tahu endingnya akan begini, mangkanya dari awal gue gak berani berharap. Tapi gue aja yang bodoh."
"Kenapa sih lo gak mau mengharap?."
"Karna ada satu alasan besar Yardan."
Kepala Yardan manggut-manggut.
Makanan pesananku datang, kuambil sendok diatas piring itu dan mulai makan tampa menawarkan Yardan.
"Terus gimana?" Tanya Yardan.
Aku mengangkat kedua bahuku.
"Butuh pelarian?, gue siap."
Aku menyeringai mendengarnya, kutatap Yardan tajam sembari memiringkan kepalaku. Kebiasaanku jika sedang memikirkan sesuatu, memiringkan kepala atau mengetuk meja dengan jemariku.
Belum juga aku menjawab, ekor mataku menangkap lampu camera leptopku tidak lagi menyala, membuatku memejamkan mata dan menghela nafas.
*-*
Brum ...
Suara motorku memasuki parkiran sekolah, lagi-lagi aku tidak pulang dan langsung berangkat sekolah dengan jaket kulit, celana dan sepatu botku.
Sejak membuka mata Bunda mengomel, untung ada Bang Ar yang membujuk Bunda. Semalam aku tertidur di An Angel lagi, seharian membantu Bang Ar dan Bang Je dengan pekerjaan hotel mereka berdua.
"Itu Bilqis?."
"Oh My God!, keren abis."
"Idih ... Sok keren dia, mau sekolah apa gimana kenapa gak pakek seragam?.
"Ini pertama kali gue liat Bilqis sekeren ini."
"Cewek yang kelihatan kalem dan feminim bisa tambil badas juga."
Aku yang mendengar gunjingan dan cibiran siswa siswi yang masih berada di sekitar parkiran hanya memutar bola mataku jengah.
Untung, tidak lama selang beberapa menit kedatanganku, mobil Daniel memasuki pekarangan parkir untuk mobil. Segera aku menghampiri mobil Daniel, untuk berganti seragam yang sudah Bunda titipkan pada Chaka tadi.
"Dikasih kebebasan Bunda malah ngelunjak" itu kata pertama yang Chaka ucapkan saat keluar dari dalam mobil. "Pagi-pagi semua ornag jadi sasaran omelan Bunda" gerutunya.
Aku menyengir, memeluk Chaka dan mengecup pipinya "jangan marah-marah nanti tua."
"Bilqis!" geram Chaka.
Buru-buru aku masuk kedalam mobil Daniel untuk berganti baju.
Chaka dan Daniel berdiri di sisi kanan kiri mobil, tidak langsung meninggalkanku. Kaca mobil Daniel yang terlihat gelap dari luar, sehingga aku dengan santai berganti baju.
Keluar dari dalam mobil Daniel, kutata rambutku dengan jemariku.
"Untung ada pelacak di tubuh lo, kalo enggak semua orang pasti dibikin pusing cari lo ditambah omelan Bunda" ucap Daniel sembari terkekeh.
Aku menanggapinya hanya dengan mengangkat kedua bahuku cuek.
Baru saja kulangkahkan kakiku, aku melihat Yardan yang baru keluar dari mobilnya, terlintas ide gila di benakku.
"Yardan!!!" panggilku.
Teman-teman Yardan yang berada di dekat Yardan ikut menoleh padaku, aku dengan tidak perduli melambaikan tangan memberi isyarat pada Yardan agar mendekat.
Yardan dengan senyuman lebarnya berlari kecil menghampiriku bersama teman-temannya.
"Tumben lo manggil gue?" Tanya Yardan dengan senyum lebarnya.
"Heh lo temen Yardan fotoin."
Aku tudak mengubris pertanyaan Yardan.
Pada awalnya, semua yang berada di area parkir heboh karna menyangka aku memanggil Yardan untuk berfoto berdua, nyatanya aku menyeret Chaka untuk duduk di kap belakang mobil Daniel, aku berdiri di depan Chaka, Daniel di samping kanan dan Yardan di samping kiriku.
Selesai mengambil beberapa foto, aku tersenyum melihat hasilnya yang sesuai dengan apa yang aku harapkan.
"Thanks" ucapku pada Yardan dan melangkah pergi begitu saja.
Chaka dan Daniel mengikuti langkahku, seperti biasa, mereka selalu menjagaku di sisi kanan dan kiriku.
"Lo nau apa?" Tanya Chaka.
"Gue udah tag kalian" ucapku dengan santai.
Foto kami baru saja aku unggah ke sosial mediaku dengan caption Who?.
Tangan Chaka merangkul pundakku dan mengacak-acak rambutku sembari terkekeh kecil. Daniel hanya mendengus dan menepuk-nepuk pundakku.
*-*
"Wahahaaa ..." aku tertawa lepas sembari bertepuk tengan heboh.
Sesudah dari sekolah aku langsung ke lapangan basket di perkampungan untuk bermain basket bersama dengan Adit dan teman-temannya.
Kali ini setelah bermain basket, kami semua duduk melingkar di pinggir lapangan menikmati snack dan minuman yang aku bawa untuk mereka semua.
"Nanti sebelum pergi kuliah Kakak kesini kok" ucapku.
"Janji ya kak."
"Jangan langsung pergi."
Aku tersenyum kecil pada mereka, lalu menganggukkan kepala.
Hanya menganggukkan kepla, karna aku tidak bisa membuka mulutku lagi untuk mengatakan sesuatu. Ini adalah kesempatan terakhir aku bisa kesini dan bermain bersama mereka, karna aku harus fokus dengan ujian akhir dan tes masuk kuliahku.
Ah ... ternyata begitu berat melepas sesuatu yang sudah membuat kita merasa nyaman.
"Kak" panggil Adit.
Aku mengurungkan niatku yang akan menyalakan motorku.
Adit berdiri tidak jauh dariku sembari tersenyum canggung hang terlihat begitu jelas, membuat keningku mengerut.
"Apa?" Tanyaku.
"Beberapa hari lalu, Bang Ares kesini sama cewek dan satu cowok."
Keningku seketka mengerut dalam.
"Kalau mau kesini lagi atau saat pesta perpisahan bisa ajak mereka juga gak?."
Aku tidak langsung menjawab, aku terdiam sejenak, menebak-nebak siapa kira-kira orang-orang yang Adit maksud.
Saat pertama kali Sagara ketempat ini, sudah kukatakan untuk tidak membawa siapapun dan dia menyanggupinya. Tetapi, kenapa dia membawa orang lain begitu gampangnya?.
Sebegitu tidak bisakah dipegang kah apa yang diucapannya?.
*-*