"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kok jadi panas ya?
Cia sebenarnya ingin sekali pergi ke rumah sakit, dia ingin menengok pria itu. Dia penasaran apakah Anjar sakitnya parah atau tidak, tetapi gengsinya sangat tinggi. Dia tak jadi pergi, dia malah bekerja dengan penuh tanda tanya.
"Dia itu pria yang sangat kuat, paling sakit sebentar karena kelelahan. Besok pasti udah kerja lagi," ujar Cia berusaha untuk menenangkan dirinya.
Namun, rasa tenang itu sudah tidak ada lagi. Karena sejak hari itu Anjar tidak pernah menghubungi dirinya, Anjar bahkan tidak pernah mengirimkan pesan chat kepada dirinya. Pria itu juga tidak pernah mengirimkan makanan atau hanya sekedar sebuket bunga.
Hal itu terjadi sampai satu bulan lamanya, padahal produk yang mereka sepakati sudah selesai diproduksi. Tinggal launching dan tinggal pembuatan iklan agar gampang dalam mempromosikan produk baru mirip perusahaan Cia dan juga Anjar itu.
"Ya Tuhan, sudah 1 bulan dia tidak ada kabarnya. Apa dia terkena penyakit parah?"
Cia mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di atas meja, galau sekali rasanya. Dia jadi berpikir, apakah dia harus pergi untuk menemani Anjar atau tidak.
"Temuin nggak ya?''
Cia bimbang, masalahnya seharusnya ajar menemui dirinya hari ini. Karena mereka harus mendiskusikan siapa yang akan ditunjuk untuk menjadi model iklan untuk produk makanan yang akan mereka pasarkan.
"Ck! Lagian tuh bocah kenapa gak ada kabar coba?"
Cia kesal sekali, hingga akhirnya wanita itu memutuskan untuk menemui Anjar di perusahaan pria itu. Dia meminta asisten pribadinya untuk mengurus pekerjaannya, lalu dia pergi ke perusahaan Anjar sendirian.
"Non Cia," sapa Reno.
Cia sudah sampai di perusahaan milik Anjar, kini dia sudah ada di lobby perusahaan dan tanpa sengaja bertemu dengan Reno.
"Ehm! Tuan Reno, Anjar masih sakit?"
"Udah sembuh kok," jawab Reno.
Cia merasa lega mendengar jawaban dari Reno, karena ternyata pria itu sudah sembuh. Namun, tetap saja dia merasa heran karena ajar tidak pernah sama sekali menghubungi dirinya.
"Sekarang masuk kerja?"
"Kerja, dia ada di dalam ruangannya. Mau saya panggilkan? Atau, Nona yang mau saya antarkan ke dalam ruangannya?"
Cia datang di saat waktu istirahat, dia berpikir mungkin kalau Reno akan pergi untuk makan siang. Dia tidak mau mengganggu aktivitas pria itu, Cia tersenyum lalu berkata.
"Nggak usah dianter, aku akan pergi sendiri."
"Oke, masih inget kan' di mana ruangannya?"
"Masih," jawab Cia.
Cia akhirnya melangkahkan kakinya untuk pergi ke ruangan Anjar, tetapi saat dia tiba di depan ruangan Anjar, pintu ruangan pria itu nampak terbuka dengan lebar.
Cia awalnya terlihat begitu bersemangat untuk masuk ke dalam ruangan pria itu, tetapi tak lama kemudian semangatnya langsung luntur karena dia melihat Anjar yang sedang berdua-duaan dengan seorang wanita di dalam ruangan pria itu.
Bukan hanya sekedar berdua-duaan saja, Cia melihat Anjar yang sedang dipeluk oleh seorang wanita cantik. Wanita itu bahkan nampak seksi dengan busana yang membalut tubuhnya dengan erat.
"Pantes aja dia gak pernah ngasih kabar lagi sama aku, ternyata dia sudah punya wanita lain di dalam hidupnya."
Entah kenapa Cia merasa kecewa melihat pemandangan ini, entah kenapa hatinya terasa sakit dan juga pilu. Padahal, di saat pria itu terus mengejar dirinya, Cia selalu mengacuhkannya.
"Huuuh!"
Cia membuang napas kasar, dia mencoba menetralkan hatinya yang tiba-tiba saja terasa sesak. Ada yang terluka di sana, tapi tak berdarah.
"Kenapa sesak ya? Pengap lagi, apa ac-nya mati?" tanya Cia sambil mengibaskan-ngibaskan tangannya di depan wajahnya.
Dia merasa tiba-tiba saja hawanya panas, dia bahkan merasa kalau matanya ikut memanas. Heran Cia dengan keadaan ini.
"Mending aku pulang aja dulu, untuk urusan model iklan bisa dibicarakan nanti."
Cia menghela napas panjang, lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Setelah itu, dia nampak hendak melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana, tetapi niatnya dia urungkan karena Anjar terlebih dahulu melihat dirinya dan memanggil namanya.
"Mbak Cantik dateng buat nemuin aku?"
Anjar mengurai pelukannya dengan wanita cantik yang sejak tadi ada di dalam ruangannya, lalu dia melangkahkan kakinya untuk menghampiri Cia.
"Hem, aku tadinya mau membicarakan masalah model iklan. Tapi Sepertinya kamu lagi sibuk, lain kali aja."
Cia berusaha untuk tersenyum, walaupun dia merasa Kalau bibirnya itu begitu sulit untuk memberikan senyuman kepada pria itu.
"Nggak lagi sibuk kok, cuma memang ada kesayangannya aku di dalem. Dia baru pulang dari luar kota, ayo aku kenalkan kamu sama dia."
Cia menolehkan wajahnya ke arah wanita yang terlihat lebih muda dari Anjar, wanita itu tersenyum dengan sangat manis kepada Cia. Cia menjadi insecure, karena wanita itu dirasa begitu pantas bersanding dengan Anjar yang memang masih muda.
"Nggak usah deh, aku baru inget ada hal yang harus aku lakukan. Untuk model iklan aku serahkan ke kamu aja, aku terima beres."
"Loh kok gitu? Kamu kayak nggak semangat deh ngurusin project kita ini," ujar Anjar.
"Semangat kok, aku pergi dulu."
Cia tersenyum kecut, setelah itu dia langsung pergi dari sana tanpa menghiraukan panggilan dari Anjar. Entah kenapa dia merasa tidak bisa bernafas saat berada di sana.
"Dia itu kenapa sih? Kok aneh bener?"
Anjar menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, kemudian dia masuk ke dalam ruangannya dan menghampiri kesayangannya di sana.
"Itu siapa, Kak? Pacar Kakak?"
"Bukan pacar, tapi wanita yang paling aku cintai."
"Kok pergi gitu aja? Kenapa?"
"Nggak tau, dia aneh."
Anjar nampak berpikir dengan begitu keras, tak lama kemudian dia begitu kaget karena wanita yang ada di dekatnya itu langsung memukul lengannya dengan begitu keras.
"Kakak, jangan-jangan dia cemburu lagi ngeliat aku tadi lagi meluk Kakak?"
"Hah? Masa sih?"
Anjar merasa kalau Cia tidak mungkin cemburu terhadap adiknya, dia malah menatap adiknya itu dengan tatapan penuh tanya.
"Gini nih kalau orang nggak pernah pacaran, makanya nggak tahu saat cewek yang dia suka terlihat cemburu atau tidak."
"Nina! Berhenti bicara, apa mungkin dia cemburu? Kok rasanya gak mungkin," ujar Anjar.
"Ck! Dasar lelaki gak peka," ujar Nina yang langsung pergi dari sana.
"Masa sih?" tanya Anjar sambil menggaruk ujung alisnya.