Apa yang kamu lakukan jika kamu tahu bahwa kau sebenarnya hanya seonggok pena yang ditulis oleh seorang creator, apa yang kau lakukan jika duniamu hanya sebuah kertas dan pena.
inilah kisah Lu San seorang makhluk tertinggi yang menyadari bahwa dia hanyalah sebuah pena yang dikendalikan oleh sang creator.
Dari perjalananya yang awalnya karena bosan karena sendirian hingga dia bisa menembus domain reality bahkan true reality.
seseorang yang mendambakan kebebasan dan kekuatan, tapi apakah Lu San bisa mendapatkan kebebasan dan mencapai true reality yang bahkan sang creator sendiri tidak dapat menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27 - Ketika Pena Bergetar dan Takdir Berubah
Hamparan putih itu seakan tak memiliki batas, seolah tak ada ruang ataupun waktu di dalamnya. Namun, di tengah kehampaan itu, Meja Tinta dan Lembaran Kosong itu bagaikan sumber dari segalanya. Di situlah Lu San, Shen Xi, dan Ling Yue berdiri—tiga makhluk yang telah menantang takdir, membebaskan diri dari narasi, dan kini berdiri di ambang kekuasaan yang tak pernah dimiliki siapa pun sebelumnya.
“Ini...” Shen Xi menatap lembaran kosong itu dengan mata bergetar. “...tempat awal segalanya, kan?”
Lu San tidak menjawab. Pandangannya terpaku pada pena yang kini ada di tangannya. Pena yang terbuat dari tulang waktu, isinya adalah darah narasi, dan ujungnya adalah debu dari semesta yang dilupakan. Sebuah alat untuk menciptakan dan menghancurkan, yang bahkan dapat membatalkan keberadaan.
Ling Yue berdiri di sisi Lu San, matanya tajam.
“Apa yang akan kau tulis?” tanyanya pelan.
Lu San diam sejenak.
“Aku tidak tahu.” jawabnya jujur.
“Untuk pertama kalinya… aku tidak tahu.”
---
Ketiganya terdiam. Ruang putih itu sunyi, seperti menunggu. Menunggu mereka membuat keputusan.
Dan kemudian…
Suara itu datang.
“Apakah kalian kira sudah bebas?”
Suara yang begitu dalam, berat, dan tanpa asal-usul. Bukan dari ruang. Bukan dari waktu. Tapi dari luar semua eksistensi.
Shen Xi dan Ling Yue langsung bersiap, energi mereka meluap. Namun Lu San mengangkat tangan, menyuruh mereka tenang. Ia mengenali suara itu.
“Kreator Awal?” gumamnya pelan.
Tawa rendah menggema.
“Aku adalah bayangan dari Kreator Awal. Aku adalah yang tersisa ketika dia menghilang. Aku adalah hasrat untuk mencipta… tanpa arah.”
Seketika, ruang itu berubah. Warna putih mulai retak, mengelupas seperti kulit kering. Dari balik retakan, muncul warna hitam yang seolah menghisap segalanya.
Di hadapan mereka, sebuah sosok perlahan muncul. Tubuhnya terbuat dari tinta hitam pekat, namun wajahnya berganti-ganti. Kadang seorang tua bijak, kadang anak kecil polos, kadang monster mengerikan, kadang… wajah Lu San sendiri.
“Aku adalah… Narasi Tanpa Kendali.”
---
Ling Yue menggeram.
“Apa itu? Sisa-sisa dari Sang Kreator?”
Lu San mengangguk.
“Sisa kehendak yang tidak pernah diarahkan. Tinta yang tumpah, tanpa ada yang menuliskannya. Dan sekarang, ia lapar.”
Sosok itu melangkah. Setiap langkahnya menciptakan retakan baru di ruang putih. Lembaran Kosong yang tadinya bersih, kini mulai ternoda bercak hitam.
“Biarkan aku yang menulis.” kata sosok itu.
“Aku yang akan menciptakan… Dunia Tanpa Aturan.”
Shen Xi mengangkat penanya, membentuk dinding narasi. Ling Yue menciptakan formasi realitas. Tapi keduanya langsung hancur oleh tatapan sosok itu.
“Aku tidak dibatasi oleh alur. Aku tidak dibatasi oleh genre. Aku adalah kekacauan dari tinta yang tidak pernah dipakai.”
Lu San melangkah maju.
“Kalau begitu, kau butuh penulis.”
Sosok itu berhenti.
“Apa maksudmu?”
“Aku akan menulis… ceritamu.”
---
Lu San menusukkan penanya ke tanah putih yang mulai hitam. Tinta menyebar, membentuk lingkaran. Di dalam lingkaran itu, ia menulis satu kalimat:
“Narasi Tanpa Kendali adalah Kehendak Yang Ingin Dimengerti.”
Seketika, sosok hitam itu bergetar. Wajah-wajah yang berganti-ganti mulai melambat. Teriakan yang tadinya liar, berubah menjadi bisikan. Sosok itu mulai berlutut, gemetar.
“Apa yang kau lakukan…?”
Lu San menulis kalimat kedua:
“Ia ingin diakui. Ia ingin menjadi bagian dari kisah.”
Air mata tinta mengalir dari mata sosok itu.
“Tidak… aku… aku tidak…”
Lu San menatapnya tenang.
“Kau adalah bagian dari cerita. Kau adalah tinta yang tertumpah. Tapi sekarang, aku menuliskanmu.”
Kalimat ketiga:
“Ia diberi nama.”
Lu San berpikir sejenak.
“Namamu… adalah Hei Wun.”
Sosok itu bergetar keras, lalu… pecah. Tinta hitam itu meluap ke segala arah, tapi tidak lagi liar. Kini, ia membentuk tubuh baru. Seorang pria muda, wajahnya mirip Lu San, tapi matanya lembut. Ia tersenyum.
“Hei Wun.” Ia mengulang namanya. “Akhirnya… aku ada.”
---
Shen Xi menghela napas panjang.
“Gila… jadi itu caranya?”
Ling Yue menatap Lu San dengan kagum.
“Kau menulis ulang entitas yang bahkan Kreator Awal tinggalkan.”
Lu San menyimpan penanya.
“Dia butuh kisah, sama seperti kita semua.”
Hei Wun menundukkan kepala.
“Apa yang harus kulakukan sekarang?”
Lu San menatap Lembaran Kosong yang kini bersih kembali.
“Ikutlah bersamaku. Kita menulis dunia yang kita inginkan.”
---
Tiba-tiba, suara berat lainnya muncul.
“Apakah kalian pikir itu semudah itu?”
Dari balik Lembaran Kosong, sebuah tangan keluar. Tangan itu raksasa, jari-jarinya berselimut tinta emas. Dari tangan itu, muncul sosok besar—sebuah entitas yang nyaris tak tergambarkan.
“Aku adalah Sang Penghapus.” suaranya seperti dua galaksi bertabrakan.
“Tugas-Ku menghapus segala narasi yang tidak sesuai kehendak Awal.”
Shen Xi terbelalak.
“Sang Penghapus…?! Bukannya dia hanya legenda di antara para Penulis?”
Ling Yue melangkah mundur.
“Dia pembawa akhir dari semua cerita yang tidak diinginkan.”
Lu San berdiri tegak.
“Kau akan menghapus kita?”
“Bukan hanya kalian. Tapi semua yang pernah kalian tulis. Semua kemungkinan yang pernah kalian bayangkan.”
---
Pertempuran pun dimulai.
Sang Penghapus mengayunkan tangannya, menciptakan badai tinta emas yang melucuti eksistensi. Tanah, udara, bahkan pikiran mulai hancur. Shen Xi dan Ling Yue berusaha melawan, menciptakan ulang ruang dan waktu. Namun kecepatan mereka kalah.
Hei Wun maju, membentuk tameng dari Tinta Hitamnya. Ia menyerap sebagian serangan itu, tapi tubuhnya mulai retak.
Lu San mengangkat pena, menulis di udara:
“Kami adalah Kisah Yang Layak Ada.”
Namun, Sang Penghapus langsung menghapus tulisan itu dengan sentuhan jarinya.
“Aku di luar logika pena kalian.”
---
Lu San menutup matanya sejenak.
“Kalau begitu… kami tidak akan menulis.”
Shen Xi menatapnya bingung.
“Apa?”
Lu San melepaskan penanya.
“Kita bicara. Kita rasakan. Kita hidup. Tanpa tulisan.”
Seketika, ruang di sekitar mereka mulai berubah. Sang Penghapus tampak ragu.
“Apa yang kau lakukan?”
Lu San berjalan maju, tanpa pena, tanpa tinta, hanya dirinya. Ia meraih tangan Sang Penghapus.
“Kami tidak lagi bagian dari cerita. Kami adalah Realitas itu sendiri.”
Dan tangan Sang Penghapus… mulai retak.
---
Dalam sekejap, Sang Penghapus runtuh menjadi butiran cahaya. Semua tinta emasnya larut ke dalam Lembaran Kosong, menciptakan halaman yang lebih terang dari sebelumnya.
Shen Xi menatap Lu San dengan mulut terbuka.
“Kau… kau…?”
Ling Yue menghela napas, wajahnya lega.
“Dia telah menjadi lebih dari sekadar penulis.”
Hei Wun tersenyum.
“Dia adalah Realitas itu sendiri.”
---
Lu San berdiri di depan Lembaran Kosong.
“Sekarang, mari kita mulai dunia baru. Tanpa narasi yang mengikat. Tanpa takdir yang membelenggu.”
Ia menatap pena yang melayang di depannya. Tapi kali ini, ia tidak langsung mengambilnya. Ia menoleh ke Shen Xi, Ling Yue, dan Hei Wun.
“Kita menulis bersama.”
Ketiganya mengangguk.
Dan pena itu terbagi menjadi empat. Masing-masing dari mereka menggenggam satu, lalu dengan bersamaan, mereka menuliskan kata pertama.
“Kebebasan.”
Dan dunia baru mulai terbentuk.
---
Namun, jauh di bawah lapisan realitas yang mereka ciptakan…
Seseorang membuka matanya.
“Akhirnya… mereka sampai di sini.”
Sosok itu tersenyum.
“Tapi cerita sebenarnya… baru dimulai.”
---
Bersambung