Sena, gadis tujuh belas tahun yang di abaikan oleh keluarganya dan di kucilkan oleh semua orang. Dia bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan bullying yang setiap hari merampas kewarasannya.
Alih-alih mati menjadi arwah gentayangan, jiwa Sena malah tersesat dalam raga wanita dewasa yang sudah menikah, Siena Ariana Calliope, istri Tiran bisnis di kotanya.
Suami yang tidak pernah menginginkan keberadaannya membuat Sena yang sudah menempati tubuhSiena bertekad untuk melepaskan pria itu, dengan begitu dia juga akan bebas dan bisa menikmati hidup keduanya.
Akankah perceraian menjadi akhir yang membahagiakan seperti yang selama ini Siena bayangkan atau justru Tiran bisnis itu tidak akan mau melepaskan nya?
*
Ig: aca0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Tidak lama kemudian makanan datang. Tak bisa di pungkiri mata Siena berbinar kala melihat steak dan spaghetti di hidangkan diatas meja, jika saja tidak ada Erlan mungkin Siena akan langsung memakannya.
"Makanlah,"perintah Erlan, nampaknya dia menyadari kalau Siena sudah tidak sabar untuk menghabiskan semua hidangan tersebut.
"Baiklah, selamat makan." Ucap Siena setelah berdoa terlebih dahulu. Erlan diam-diam memperhatikan, ia tidak tahu Siena suka berdoa sebelum makan, atau Erlan yang selama ini tidak menyadarinya.
Siena dan Erlan makan dalam keheningan, sebenarnya tidak benar-benar hening karena Siena sesekali memuji steak yang menurutnya sangat enak. Sementara Erlan hanya sebagai pengamat dan makan dengan tenang.
"Siena!"
Siena menoleh ke asal suara, Gladys datang bersama Diego dengan wajah panik.
"Lho...Erlan? Bukannya lo lagi sibuk?" Tanya Diego kaget melihat Erlan duduk bersama Siena. Pria tampan itu menatap adik sepupunya dengan sebelah alis terangkat seakan bertanya kenapa Siena berbohong.
Siena berdecak kesal, ia tidak bohong. Hari-hari sebelumnya Erlan memang sibuk dengan bisnisnya di Paris. Diego tidak tahu saja kalau kedatangan Erlan ke sini bukan untuk bertemu dirinya melainkan untuk menemui Cindy.
"Sudah selesai," jawab Erlan singkat, namun sekarang ia memusatkan atensinya sepenuhnya pada Diego dan Gladys, " Kenapa mencari Siena?"
"Gawat, sie, kenapa masih belum pulang ke Limerick sih? Oh, ayolah..."Baiklah, sekarang Gladys benar-benar panik dan seperti sebelumnya dia masih memaksa Siena untuk kembali ke Limerick.
"Duduk dulu," Siena menarik tangan Gladys lalu memintanya duduk disampingnya.
"Sepertinya sudah aman, lagipula Siena sekarang sedang bersama Erlan." Ujar Diego sambil menenggak air dalam gelas diatas meja sampai tandas, tidak terlalu peduli air siapa yang ia minum.
"Apa yang sedang kalian bicarakan? Aman dari apa?" Tanya Siena yang langsung mendapat pelototan dari Gladys.
"Otak Siena benar-benar sudah geser nih, bang. Nggak mungkin Siena yang aku kenal santai begini," rengek Gladys.
"Begini..." Siena menggaruk pipinya yang tidak gatal, ia harus secepatnya mencari alasan serta mengorek informasi apa yang membuat kedua orang ini begitu cemas. Siena berkata pelan, "Tolong jelaskan apa yang terjadi dan apa yang membuatmu panik? Aku tidak mengerti, sungguh."
Siena harap itu terdengar meyakinkan. Ia berharap Gladys mau menjelaskan dengan tenang.
" Kamu amnesia atau bagaimana, sie? Nando keluar penjara hari ini dan itu artinya kamu harus pergi sejauh mungkin dari Indonesia. Please, sie, jangan bercanda. Nggak lucu sama sekali." Ujar Gladys masih dengan wajah cemas.
Nando? Pria yang ia temui di Dufan tadi? Dia baru keluar dari penjara? tapi, kenapa Siena tidak boleh bertemu dia?
Siena berusaha menggali ingatan pemilik tubuh ini, tetapi sekuat apapun mencoba ia tidak bisa menyentuh ingatan itu seolah-olah ada tembok pembatas yang sangat tebal yang menghalangi nya untuk sampai kesana.
" Sie, buruan!" Desak Gladys kembali membawa Siena ke kenyataan, lamunannya buyar dan dilihat nya Gladys, Diego dan Erlan sudah berdiri bersiap untuk pergi.
Siena menghela nafas lalu mengikuti mereka keluar dari restoran. Sementara Erlan hanya diam saja, pria itu tidak berkomentar apapun.
Dalam hati Siena bertanya-tanya apa Erlan tidak memiliki rasa penasaran sedikitpun. Tidakkah Erlan ingin tahu tentang Nando atau hubungan Siena dengannya? Ah, ia lupa, Erlan hanya akan mencaritahu jika itu menyangkut Cindy, kekasih hatinya.
...°°°...
Saat ini Siena sedang berada dalam pesawat, sedang dalam perjalanan pulang kembali ke Limerick. Siena duduk di dekat jendela, matanya sedikit berat tetapi sedang malas untuk tidur.
Di sampingnya Erlan duduk sambil memejamkan mata dengan Earphone yang menyumpal kedua telinganya. Suaminya itu tidak bertanya apa-apa, dia diam saja sejak tadi.
Huft!
Lagipula apa yang bisa Siena harapkan dari pria dingin seperti Erlan. Tidak ada. Siena hanya anak remaja tujuh belas tahun yang terjebak dalam raga wanita dewasa. Meski begitu, Siena juga punya pernikahan impian. Ia ingin hidup bersama orang yang ia cintai dan juga mencintainya. Bersama Erlan, jelas itu mustahil.
Aku memang harus melepaskannya, mengembalikan dia kepada pemilik yang seharusnya. Tapi tetap saja sebelum itu aku harus mencari tahu awal permasalahan Siena dan Cindy.
"Kau tidak bisa menatapku?"tanya Erlan membuka mata.
Siena mengerjap pelan, ternyata sedari tadi ia menatap wajah Erlan tanpa berkedip. Astaga! Memalukan! Wajah Siena memerah lalu buru-buru mengalihkan pandangan keluar jendela.
"Tidurlah. Perjalanan nya masih jauh." Bisik Erlan kembali menutup matanya. Siena mencibir, tanpa disuruh pun ia juga akan tidur.
Siena mengubah posisinya agar nyaman untuk tidur. Tidak butuh waktu lama untuk Siena berlabuh dalam mimpi.
Di bagian belakang pesawat, Nando, pria yang tadi bertemu Siena di Dufan juga akan pergi ke Limerick. Lalu apakah berada dalam satu pesawat yang sama dengan Siena adalah kesengajaan? Ya, Nando sengaja menaiki pesawat yang sama dengan Siena.
Tidur Siena terganggu saat merasakan guncangan, ia menoleh keluar jendela, ternyata pesawat sudah bersiap untuk landing. Menoleh ke samping, Siena mendapati Erlan yang sedang membaca buku.
"Kau tidak pusing membaca buku di pesawat?" Tanya Siena yang jengah dengan hidup membosankan Erlan.
"Hm."
Sial! Apa-apaan responnya, singkat sekali.
Karena kesal, pesawat baru mendarat, Siena sudah misuh-misuh untuk segera turun. Ia meninggalkan Erlan begitu saja dan keluar lebih dulu.
Tanpa di sadari, Nando yang melihat keberadaan Siena pun mendekat. Berhasil. Ia berhasil berdiri di belakang Siena, tangannya terulur hendak menyentuh pindah Siena,
"Jangan menyentuh istriku." Sentak Erlan menahan tangan Nando.
"Calm down bro!" Nando terkekeh pelan, menarik tangannya lalu kembali menyusul Siena yang sudah diluar.
Dahi Erlan mengerut tidak senang, tatapan Nando pada Siena membuat dada Erlan terbakar. Erlan tidak cemburu, ia hanya tidak suka. Ya, ia tidak suka, bukan cemburu!
...***...
Jangan lupa like, komen dan vote...