"Bagaimana jika orang tua kita tahu kita pernah memiliki hubungan?"
"Jangan sampai mereka tahu, ingat hubungan kita sudah berakhir! Sekarang, kamu sudah di miliki orang lain!"
"Hubungan rahasia kita, masih bisa berlanjut bukan, Chiara?"
Rajendra dan Chiara kembali bertemu setelah tujuh tahun lama nya mereka berpisah. Pertemuan keduanya, menjadi masalah baru. Di tambah, Rajendra kembali tak seorang diri, melainkan bersama calon tunangannya.
Hubungan Rajendra dan Chiara di masa lalu sangat dekat, sampai orang tak mengira jika keduanya memiliki hubungan yang sangat spesial. Naasnya, hubungan keduanya kandas.
Sekarang keduanya kembali bertemu, mencoba memahami posisi masing-masing dengan menjadi sepupu yang baik. Namun siapa sangka, jika Rajendra tak mau melepas Chiara yang pernah bertahta di hatinya.
"Aku tidak pantas untukmu, tapi aku sakit melihatmu bersama yang lain,"
Di saat cinta mereka bersatu, akan kah orang tua Chiara dapat menerima Rajendra yang hanya seorang anak angkat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berapa anak?
Tok!
Tok!
Rajendra memejamkan matanya, ia gagal mendekatkan wajahnya pada Chiara. Pria itu menarik dirinya dan kembali memakai kemejanya tanpa mengancingkannya. Ia lalu berjalan menuju pintu dan membukanya untuk tahu siapa yang telah mengganggu acaranya.
Cklek!
Kaisar meny3ng1r lebar melihat raut wajah kesal abang iparnya itu, ia kalu menyerahkan kresek berwarna hita. pada Rajendra. Hal itu, tentu membuat Rajendra bertanya-tanya. Ia meraih kresek hitam itu tanpa melihat isinya lebih dulu.
"Titipan dari Mami, katanya jangan bilang-bilang Papi." Bisik Kaisar dan lekas pergi meninggalkan Rajendra yang kebingungan.
"Apaan sih? Aneh!" Rajendra menutup pintu dan berbalik. Ia mengintip apa isi dari kresek hitam itu.
"Apa nih? Jamu?" Rajendra menatap lekat botol kecil itu dengan seksama.
"Apa itu Bang?" Tanya Chiara.
"Gak tahu, ini Mami yang ka ...."
Tok!
Tok!
Pintu kamarnya kembali di ketuk, Rajendra pikir ada yang Kaisar lupakan. Ia lalu kembali berbalik dan membuka pintu. Namun tebakannya salah, ia justri melihat Dean berdiri di depan kamarnya sembari menatap datar ke arahnya.
"Papi butuh sesuatu?" Tanya Rajendra yang kini merubah panggilannya.
Dean tak dulu memjawab, ia menatap penampilan Rajendra saat ini dengan delikan mata yang tajam. Hatinya yakin, jika ada sesuatu yang akan terjadi tapi tercegah olehnya.
"Nah, kamu pasti lupa membelinya." Dean memberikan sesuatu yang di bungkus oleh kertas hitam. Rajendra menerimanya, raut wajahnya terlihat sangat kebingungan.
"Tunda dulu." Anehnya, setelah mengatakan itu Dean berlalu pergi meninggalkan Rajendra yang bertambah bingung.
Ia kembali menutup pintu kamarnya dan gegas membuka sesuatu yang Dean sodorkan. Saat melihat isi dalamnya, pria itu langsung menyembunyikannya di dalam kemejanya. Chiara yang melihat itu tentu saja bingung, apalagi saat melihat wajah memerah Rajendra.
"Apa lagi Bang? Tadi Papi kesini kasih apa?" Tanya Chiara.
"Eng-enggak! Bukan apa-apa, cuman sarung aja!" Rajendra buru-buru masuk ke kamar mandi, meninggalkan Chiara yang di landa kebingungan.
"Sarung?" Gumam Chiara bingung.
Tak lama, muncul notifikasi di ponselnya. Gegas Chiara melihatnya yang ternyata pesan dari sang mami.
"Jamunya udah di minum belum? Maksudnya?" Chiara membaca pesan itu, Serra mengatakan jika jmu yang ia berikan pada Rajendra sudah di minum atau belum?
"Jamu apa sih? Emang abang dapat jamu apa?" Heran Chiara.
Setelah keduanya selesai membersihkan diri, tak ada drama apapun selain tidur. Chiara juga sudah sangat lelah seharian berdiri menerima tanu begitu pun dengan Rajendra. Keduanya saling berhadapan dan memejamkan mata. Namun, Rajendra membuka matanya kembali dan menatap wajah polos Chiara ketika tertidur.
"Cantik." Gumam Rajendra dengan tersenyum tipis. Ia lalu menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Chiara. Tak sampai sana, Rajendra juga meraih Chiara dalam pelukannya. Barulah, ia tidur dengan nyaman saat memeluk istrinya itu.
.
.
.
Waktu liburan di hotel telah usai, keduanya hanya menikmati waktu santai dalam hotel dengan banyak obrolan. Tak ada kegiatan suami istri, Rajendra juga belum memintanya. Jadi, Chiara merasa seidkit tenang dengan hal itu. Jujur saja, dirinya memang belum siap.
"Nanti pulang ke rumah siapa?" Chiara saat ini ada di pangkuan Rajendra, pria itu tengah fokus memainkan ponselnya sambil meletakkan kepalanya di bahu sang istri.
"Ke rumah kita,"
"Emangnya ada?" Heran Chiara dengan mendekatkan wajahnya Rajendra.
Karena wajah istrinya itu ada di hadapannya dan menghalangi pandangannya dari ponsel, Rajendra menjeda kegiatannya dan meng3cup bibir istrinya secara singkat. Hal itu, membuat Chiara malu.
"Tentu ada, aku sudah menyiapkannya sebagai hadiah pernikahan kita. Bukan rumah bangun dari awal sih, aku belinya dadakan. Gak papa yah?"
Chiara mengangguk, "Gak masalah, yang penting kan rumah."
Rajendra tersenyum, ia memeluk pinggang istrinya dan kembali menikmati bi.bir wajita cantik itu. Tangannya mulai bermain mengelus lembut punggung Chiara. Saat akan berbuat lebih, ponselnya tiba-tiba berdering.
"Ck, siapa sih?!" Decak Rajendra.
Chiara melihat ke arah ponsel suaminya, di sana tertera nama Berlina. Melihat itu, Chiara berniat akan turun dari pangkuan Rajendra. Namun, suaminya itu justru menahan pinggangnya dan menolak panggilan Belrina. Tak sampai sana, Rajendra juga membl0kiirnya.
"Kenapa di bl0kir? Kalau dia butuh kamu gimana?" Geran Chiara.
"Dia bukan proritasku, kenapa harus aku harus memperhatikan dia?" Ucap Rajendra dengan tatapan lekat
Chiara menyipitkan matanya, "Sebelum kita menikah juga kamu lebih memprioritaskan dia. Takut dia di apa-apain sama keluarganya, kan cuman kamu yang dia punya setelah ibunya meninggal. Terus ...,"
"Apa dia cerita sesuatu padamu?"
Chiara menghentikan ucapannya, ia kembali melipat bibirnya dan menatap Rajendra yang menatapnya dengan tatapan datar. Cengkraman pria itu di pinggangnya kian menguat menekan Chiara agar segera menjawab.
"Kami mengobrol berdua." Jawab Chiara terpaksa, kepalanya tertunduk dalam.
Satu alis Rajendra terangkat, "Terus?"
"Dia bilang jika setelah ibunya tiada dan ayahnya menikah lagi, tak ada yang menyayanginya selain kamu. Dia mau, aku berjanji untuk menjauhimu dan merelakanmu dengannya. Makanya aku, merasa bersalah." Chiara mengukir d4da Rajendra dengan jari telunjuknya.
Rajendra terdiam, ia gak tahu jika Berlina sempat berbicara sesuatu pada Chiara dan membuat istrinya itu merasa bersalah.
"Tak ada yang perlu di salahkan, jika di paksa juga semuanya akan hancur." Rajendra memeluk Chiara, ia meletakkan kepalanya di bahu wanita yang ia cintai itu.
"Ayahnya melakukan keker4san fisik padanya, dia selalu saja terkena pukvlan. Aku sering melihat wajahnya lebam, dan yah ... aku sudah mengusulkan agar ia melapor pada polisi saja tapi dia tak pernah mau melaporkan ayahnya. Dia sangat menyayangi ayahnya, sama sepertimu yang sangat menyayangi papi. Namun, ia tak seberuntung kamu mendapatkan seorang ayah yang sangat menyayangimu. Bahkan setelah tahu putrinya aku jadikan kekasih, dia sangat marah." Tambahnya.
Chiara tersenyum mendengar ucapan Rajendra. Dengan jari jemarinya, ia menyisir rambut berantakan pria yang kini sudah menjadi suaminya. Rasanya, Chiara seolah gak percaya keduanya sudah menikah. Padahal, keduanya sempat berjauhan karena saling merasa sakit.
"Abang, nanti abang mau punya anak berapa?" Tanya Chiara sembari memainkan hidung mancung Rajendra. Terkadang, ia merasa iri dengan Rajendra yang memiliki hidung yang sangat mancung.
"Berapa yah ... Abang sih mau berapa aja, asal kamu kuat." Balas Rajendra yang mana membuat Chiara mengerutkan keningnya.
"Kuat? Kuat ngurusnya?"
"I-ya seperti itu." Rajendra tersenyum tipis, pikirannya berkata lain. "Padahal bukan itu maksudku. Tapi ya sudahlah, aku menikahi gadis yang masih sangat polos ini." Batinnya.
"Kalau ngurusnya aku gak akan kuat, satu aja gimana?" Chiara menunjukkan satu jadinya di hadapan Rajendra.
"Satu yah? Eum ... tambah lagi deh sedikit,"
"Dua?" Chiara menambahkan satu jarinya menunjukkan angka dua. Rajendra yang melihat itu lekas menambahkan dengan lima jarinya.
"Tujuh,"
"Dih! Abang aja yang hamil kalau gitu!" Seru Chiara yang mana membuat Rajendra syok.
"Kalau aku yang hamil, anaknya keluarnya dari manaaa? Pusar?!"
______
Jangan lupa dukungannya kawaaaan😆
kira kira bocilnya berapa nih😆
tpi amat siap 😂😂
ahhhhhh menunggu si bocil² cadel buat kepala para kakek nenek puyeng 🤣🤣
sabar eaaa sajen... moga marga mu segera terungkap.... dn bikin papimu mingkem ...
Serra : suruh Jumi yg hamil gih
Dean : dia cuma cinta uang'ku aja tp gak mau hamil dan gak mau ngurus Aku
Otor : dasar Jumi istri durjana !!!
Jumi : buahahahahahahahahahaaaaa 🤣🤣