Rainero yang tampan dan kaya memiliki pesona bagi para wanita, semua yang ada disekelilingnya dapat diatur olehnya dan mengikuti jejaknya.
Namun kehidupan sempurnanya ternodai oleh diagnosasi kemandulan. Dia ditinggalkan oleh calon istrinya, dia menjadi lelaki yang mempermainkan berbagai wanita.
Suatu hari, sebuah malam penuh gairah yang dia lewatkan dengan sekretarisnya Shenina, memunculkan perubahan kedua dalam kehidupannya-- Shenina hamil.
Shenina cantik, cerdas dan baik hati, Rainero tidak bisa mengendalikan hatinya yang terus memperhatikan dia.
Namun Rainero yang mandul bagaimana bisa membuat orang hamil ? Dia mengusirnya dengan marah.
Kebenaran terungkap ...
Shenina sedang mengandung anaknya...
Rainero menjadi gila, namun wanita yang dicintainya menghilang tanpa jejak.
Akankah mereka bertemu kembali ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BSC 16
"Mom, bajuku kenapa kusut gini sih?" pekik Jessica dari dalam kamarnya. Karena tak ada sahutan, Jessica pun keluar dari dalam kamarnya sambil menghentakkan kaki. "Mom," pekik Jessica lagi.
"Ada apa sih, Jes? Kau pikir ini hutan pake teriak-teriak segala," sewot Ambar dengan tangan penuh busa.
"Mom lagi ngapain?"
"Kau lihat sendiri kan, tangan Mom penuh dengan apa? Mom sedang mencuci pakaian."
"What's? Kenapa Mom mencuci pakaian pakai tangan?"
"Apa kau lupa, mesin cuci kita kau yang rusakkan supaya kita bisa menyuruh gadis sialan itu mencuci pakaian kita dengan tangan," tukas Ambar mengingatkan Jessica.
Ya, selama ini memang Shenina yang bertugas mencuci pakaian dan mencuci piring. Bahkan terkadang ia bersih-bersih rumah. Semua tentu karena perintah sang nyonya besar.
Jessica mengerucutkan bibirnya, "jadi Mommy nyalahin aku, begitu?" sewot Jessica tak suka.
"Mommy hanya mengingatkan," ketus Ambar.
"Ya sudah, nanti kita beli mesin cuci saja, bagaimana?" tawar Jessica, tapi Ambar menggeleng.
"Baru satu Minggu perempuan sialan itu pergi sudah membuat Mommy benar-benar kelelahan. Lihat, kuku-kuku Mommy jadi rusak karena mencuci. Lebih baik kita cari asisten rumah tangga saja biar dia bisa mengerjakan semua," keluh Ambar sambil menatap kukunya yang tak lagi indah. Padahal ia selalu rutin melakukan perawatan kuku, kulit tubuh, dan wajah. Tapi karena harus mengerjakan pekerjaan rumah tanpa bantuan Shenina seperti biasanya, kulitnya tampak melepuh karena sabun. Kuku-kukunya pun tampak jelek.
"No, Mom!" sergah Jessica. "Mom tak mau kan apa yang pernah Mom lakukan dulu justru menimpa Mommy," ucap Jessica mengingatkan Ambar pada perbuatannya di masa lalu. Tentang bagaimana ia melakukan segala cara agar ia bisa menjadi nyonya di rumah besar itu.
Ambar yang mengingat hal tersebut lantas melototkan matanya. Tentu saja ia tidak mau apa yang pernah ia lakukan di masa lalu justru terulang padanya. Ia sudah susah payah menyingkirkan istri Harold, mana mungkin ia mau melakukan kebodohan yang berakhir ia kehilangan segalanya.
"Jangan ada asisten rumah tangga! Bahaya."
"Ya, tapi masa' semua harus Mommy kerjakan sendiri sih? Mommy lelah, Jess. Kecuali kau mau membantu Mommy mengerjakan segalanya."
"Oh no. Aku pun tak mau kulit dan kukuku rusak karena mengerjakan pekerjaan rumah. Mom kan sudah laku, jadi nggak masalah, tapi kalau aku? No. Aku ingin mencari kekasih yang kaya raya. Kalau kulit dan kukuku tak cantik lagi, siapa yang mau dengan ku nanti. Mom mau aku memiliki kekasih dan suami yang kaya raya, bukan?"
Mendengar itu, mata Ambar pun berbinar.
"Tentu saja. Kau harus mendapatkan lelaki yang super kaya. Tak peduli wajahnya jelek, asal dompetnya tebal."
"Mommy benar. Karena itu, jangan paksa aku membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Untuk pakaian kan Mommy bisa laundry. Tapi untuk pekerjaan lain, sepertinya Mommy harus mengerjakannya sendiri," tukas Jessica acuh tak acuh. Ambar menghela nafas panjang. Memang sejak dulu, Jessica sangat susah disuruh-suruh. Justru sebaliknya, Shenina selalu menurut. Meskipun memasang wajah datar dan terkadang penuh benci, tapi setiap ia memerintah perempuan itu, ia selalu mematuhinya tanpa banyak protes apalagi membantah.
"Ya sudah, Mom, malam ini aku ada pesta, lihat, gaunku tampak kusut. Setrika sekarang. Aku mau mandi dulu," tukasnya seraya meletakkan gaun berwarna biru laut itu di pundak sang ibu. Setelah itu, Jessica pun langsung naik ke lantai atas menuju kamarnya.
Ambar hanya bisa menghela nafasnya. Belum selesai satu pekerjaannya, lalu kini sudah datang pekerjaan yang lain. Tanpa bisa menolak, Ambar pun pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya.
...***...
"Apa kau tidak bisa bekerja, hah?"
Brakkk ...
Rainero melempar kasar map yang ada di tangannya ke atas meja. Ia kesal sekali dengan sekretaris barunya itu, padahal sudah dijelaskan berkali-kali, tapi masih saja melakukan kesalahan.
"Maaf pak, saya ... saya ... "
"Tak ada kata maaf. Cepat bereskan barang-barangmu dan angkat kaki dari perusahaan ini. Kamu saya pecat!" raung Rainero dengan suara menggelegar. Saking menggelegarnya, Axton yang bekerja di ruangan sebelahnya terlonjak dan gegas berlari menuju ruangan Rainero.
"Tapi pak ... "
Rainero segera mengangkat telapak tangannya. Pertanda ia menolak permintaan maaf.
"Rain, ada apa ini?" tanya Axton seraya melangkahkan kakinya masuk ke ruangan yang makin hari makin mencekam itu.
"Aku minta lain kali kau sendiri yang menyeleksi calon sekretarisku. Kau lihat, pekerjaannya tidak ada yang becus," ucap Rainero kesal. Axton lantas meraih map berisi laporan yang baru saja direvisi sang sekretaris baru.
"Hanya kesalahan sedikit, masih bisa direvisi," bela Axton.
"Kau bilang itu sedikit? Kau tahu bukan, beda satu angka bisa mengakibatkan kerugian yang luar biasa bagi perusahaan kita. 1 angka saja bisa bernilai jutaan dollar, lalu tiba-tiba satu angka itu hilang, apalagi di posisi depan, bisa kau bayangkan betapa besar kerugian yang akan kita tanggung? Aku tidak mau menanggung risiko, Ax. Aku membesarkan perusahaan ini dengan susah payah. Daripada perusahaan ku menanggung kerugian, lebih baik aku memecatnya."
Sang sekretaris menunduk dalam. Ia pikir, enak diangkat menjadi sekretaris seorang Rainero, tapi ternyata sulit. Bekerja dengan Rainero selalu saja memacu adrenalinnya. Ia pikir mampu menyaingi kinerja mantan sekretaris Rainero sebelumnya, yaitu Shenina. Ternyata dugaannya salah. Berat. Benar-benar berat dan akhirnya ia dipaksa untuk menyerah hari itu juga.
Axton menghela nafas berat. Rainero memang selalu perfeksionis dalam bekerja. Ia tak mau menoleransi kekesalan bawahannya.
Axton melirik sang sekretaris yang kini memasang wajah nelangsa. Tapi ia bisa apa, apalagi kalau Rainero telah membuat keputusan.
"Bahkan 1% pun ia tak mampu menyaingi kinerja Shenina. Benar-benar payah," terdengar omelan kecil dari bibir Rainero. Dahi Axton berkerut, kenapa apa-apa selalu saja Rainero sangkut-pautkan dengan Shenina? Axton rasanya ingin tergelak sendiri. Laki-laki itu yang mengusir Shenina, lalu laki-laki itu pula yang tanpa sadar sepertinya mulai menyesali perbuatannya memecat Shenina. Tapi Axton hanya berani tertawa dalam hati. Bukannya takut. Hanya menghargai saja. Ia tak ingin membuat mood sang bos makin anjlok bila ia menyindirnya saat ini.
Sekretaris baru Rainero pun dapat mendengar kata-kata yang barusan Rainero ucapkan. Sekretaris itu seketika memasang wajah masam. Sebegitu hebatkah seorang Shenina bagi bosnya itu? Kalau memang benar-benar hebat, kenapa Shenina dibiarkan keluar dari perusahaan itu?
Memang sudah banyak desas-desus yang keluar tentang berhentinya Shenina dari perusahaan itu, tapi tak ada satupun berita yang pasti. Jadi tak ada yang tahu apa alasan Shenina keluar dari perusahaan itu. Bahkan baik Rainero maupun Axton belum ada yang mengkonfirmasi ke bagian HRD mengenai pemberhentian Shenina. Pihak HRD pun tak berani bertindak sebab mereka tahu Shenina merupakan sekretaris andalan perusahaan itu. Bila Rainero dan Axton merupakan orang nomor 1 dan 2 di perusahaan itu, maka karyawan yang lain menganggap Shenina lah orang nomor ketiga nya. Bahkan gaji Shenina pun masih terus dibayarkan hingga saat ini.
Sementara itu, Shenina dan orang yang membantunya saat itu baru saja tiba di bandara internasional Ngurah Rai, Bali. Shenina menatap takjub dengan pemandangan di Bali. Ia harap, ia bisa memulai lembaran hidup yang baru di kota yang masih asing baginya itu.
"Selamat datang di negaraku tercinta, Indonesia, Shen," ucap perempuan bernama Gladys itu.
Shenina tersenyum lebar ke arah Gladys, "thank you, Glad. Semoga aku bisa menemukan kebahagiaanku di sini," sambut Shenina sumringah.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
gue masih nunggu gimana hubungan Theo dan istrinya.
mau mempermalukan Shena
Jessica yang kena batunya
ikhlas Theo biarkan Shena bahagia dengan laki-laki yang telah merenggut kehormatanny
kasihan Shena.
dia telah bertemu orang-orang
baik tapi Shena dan anak-anak mu membutuhkan mu Rain
Lo bis melawan secara mulut sama saudara dan mama tiri Lo, tapi tidak dengan kelicikaan mereka
Kenapa juga Rainero tidak mau mendengar kan penjelasan dokter , kenapa juga langsung menjudge diri sendiri