NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tak Terduga By Leo Nuna

Cinta Yang Tak Terduga By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Neo terbiasa hidup dalam kekacauan.
Berantem, balapan liar, tawuran semuanya seperti rutinitas yang sulit ia hentikan. Bukan karena dia menikmatinya, tapi karena itu satu-satunya cara untuk melampiaskan amarah yang selalu membara di dalam dirinya. Dia tahu dirinya hancur, dan yang lebih parahnya lagi, dia tidak peduli.

Setidaknya, itulah yang dia pikirkan sebelum seorang gadis bernama Sienna Ivy masuk ke hidupnya.

Bagi Neo, Sienna adalah kekacauan yang berbeda. Sebuah kekacauan yang membuatnya ingin berubah.
Dan kini, dia harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya akan dikirim ke Swiss jauh dari Sienna, jauh dari satu-satunya alasan yang masih membuatnya merasa hidup.

Sienna tidak terima. "Biar aku yang atur strateginya. Kamu nggak boleh pergi, Neo!"

Neo hanya bisa tersenyum kecil melihat gadis itu begitu gigih memperjuangkannya.

Tapi, bisakah mereka benar-benar melawan takdir?
Yuk, kawal Neo-Siennaꉂ(ˊᗜˋ*)♡
Update tiap jam 14.59 WIB

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CYTT(Part 22) Waktu yang Diam

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇

Sienna gelisah menunggu kabar, sementara di tempat lain, Neo masih sibuk dengan tumpukan dokumen yang diberikan Noah. Hari ini adalah hari pertamanya secara resmi terlibat dalam urusan perusahaan keluarga, sesuai dengan arahan sang ayah.

Sebagai mentor, Noah bertugas membimbing Neo dalam memahami berbagai aspek bisnis. Beruntung, Neo adalah tipe orang yang cepat belajar, sehingga dia tidak butuh waktu lama untuk memahami dasar-dasarnya.

Setelah lebih dari tiga jam berkutat dengan dokumen, akhirnya Noah mengizinkan Neo untuk pulang. "Saya rasa untuk hari ini cukup sampai di sini, saya yang akan menyelesaikan sisanya," ujar Noah.

Mendengar itu, Neo menghela napas lega. Meskipun hanya membaca dan menganalisis dokumen, rasanya energi tubuhnya sudah terkuras habis.

Setelah merapikan beberapa dokumen di atas mejanya, Neo bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari ruangan. Dengan langkah santai, dia menuju parkiran perusahaan.

Di sepanjang koridor, beberapa karyawan melirik ke arahnya. Sejak awal kedatangannya, banyak yang bertanya-tanya siapa dirinya.

Baru setelah Noah menjelaskan bahwa Neo adalah anak dari pemilik perusahaan, rasa penasaran mereka sedikit mereda—meski tetap ada tatapan penuh perhatian setiap kali dia melintas.

Neo bisa mendengar bisikan para karyawan di sekitarnya, namun dia memilih untuk mengabaikannya. Tanpa memperdulikan tatapan mereka, dia merogoh ponselnya dan membuka layar.

Saat itulah dia menyadari ada sebuah pesan dari Sienna. Saat melihat pesan dari Sienna, Neo sempat berniat menekan ikon panggil. Namun, sesaat kemudian, dia mengurungkan niatnya. Lebih baik meneleponnya setelah sampai di rumah, pikirnya.

Tanpa berpikir panjang, Neo masuk ke dalam mobil dan mulai melajukannya keluar dari area perusahaan. Dia membiarkan pikirannya rileks sejenak, menikmati pemandangan sepanjang jalan. Namun, tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya.

Matanya menangkap sosok yang familiar di tepi jalan. Seorang gadis berdiri di samping mobil hitamnya yang tampak bermasalah. Dia terlihat sibuk memeriksa sesuatu di bawah kap mesin, sementara ekspresi frustrasi jelas tergambar di wajahnya.

Neo memperlambat laju mobilnya, memastikan bahwa dia tidak salah lihat.

Sambil menghela napas, dia menepikan mobilnya tepat di belakang kendaraan gadis itu, lalu keluar dan berjalan mendekat. “Kenapa mobilnya?” tanyanya santai.

Gadis itu menoleh, terkejut saat melihat Neo. “Ah, Kamu? Aku… nggak tahu. Tiba-tiba saja mati dan nggak mau nyala lagi.”

Neo melirik mobil gadis itu, lalu kembali menatapnya. “Kamu sudah coba menghubungi montir?”

Gadis itu mengangguk. “Sudah, tapi mereka bilang butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai ke sini.”

Neo menghela napas, sesekali melirik jam di pergelangan tangannya. Dia teringat bahwa Sienna sedang menunggunya. Namun, di sisi lain, dia juga tak bisa begitu saja meninggalkan gadis itu sendirian.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya dia berkata, “Kalau begitu, aku antar kamu ke tempat tujuanmu.”

Gadis itu tampak ragu. “Tapi… aku bisa menunggu montir.”

Neo menatapnya sekilas. “Daripada kamu berdiri di sini sendirian selama satu jam? Biar aku antar.”

Akhirnya, gadis itu mengangguk pelan. “Baiklah… terima kasih.”

Setelah memastikan mobil gadis itu aman diparkir di pinggir jalan, mereka berdua masuk ke dalam mobil Neo.

Sepanjang perjalanan, keheningan menyelimuti mereka. Sesekali, gadis itu mencuri pandang ke arah Neo yang tetap fokus mengemudi, sementara Neo sendiri tak terlalu memedulikannya.

“Di mana rumahmu?” tanya Neo tiba-tiba, memecah kesunyian.

Gadis itu tersentak kecil sebelum buru-buru menyebutkan alamatnya. Dengan mengikuti arahan yang diberikan, akhirnya mobil Neo berhenti di depan sebuah rumah sederhana.

Neo melirik sekeliling, mengamati lingkungan sekitar. Tempat itu tampak tenang, dengan beberapa rumah berjejer rapi di sepanjang jalan. Halamannya tidak terlalu luas, tapi terlihat bersih dan tertata.

Gadis itu melepas sabuk pengamannya, lalu menoleh ke arah Neo. “Terima kasih sudah mengantarku,” ucapnya dengan tulus.

Neo hanya mengangguk. “Pastikan mobilmu diperiksa sebelum dipakai lagi.”

Gadis itu tersenyum kecil sebelum turun dari mobil. Setelah memastikan dia masuk ke dalam rumah dengan aman, Neo kembali menyalakan mesin dan melajukan mobilnya.

Neo melirik jam di pergelangan tangannya, lalu menghela napas. Waktu sudah lebih lama berlalu dari yang dia perkirakan. Dia menekan pedal gas, mempercepat laju mobilnya menuju penthousenya.

Setelah sampai di penthouse, Neo segera masuk ke kamarnya dan melemparkan kunci mobil ke atas meja. Tubuhnya terasa lelah, pikirannya penuh dengan berbagai hal, termasuk pertemuannya dengan gadis tadi dan keterlambatannya menghubungi Sienna.

Dia menghela napas panjang sebelum memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Air dingin yang mengalir di tubuhnya sedikit membantu menyegarkan pikirannya. Setelah selesai, dia mengenakan pakaian santai dan segera meraih ponselnya.

Tanpa ragu, dia menekan ikon panggil di nama kontak Sienna. Layar ponselnya menunjukkan tulisan Memanggil…, tapi panggilannya tak kunjung dijawab.

Di tempat lain, Sienna melihat layar ponselnya yang bergetar di meja. Nama Neo terpampang jelas, tapi dia hanya menatapnya tanpa berniat mengangkat.

Dia menarik napas dalam, lalu mengembuskan perlahan. Ada perasaan kecewa yang menggumpal di dadanya, perasaan yang tak ingin dia utarakan saat ini.

Setelah beberapa detik, panggilan itu berhenti. Ponsel kembali diam, meninggalkan Sienna dalam kebisuannya sendiri.

Neo menatap layar ponselnya yang menunjukkan panggilan tak terjawab. Dahinya berkerut, hatinya sedikit gelisah. Biasanya, Sienna selalu menjawab atau setidaknya mengirim pesan jika sedang sibuk. Tapi kali ini, tidak ada respon sama sekali.

Dia menunggu beberapa saat sebelum akhirnya mengirim pesan.

Neo: Hei, kamu masih bangun?

Namun, hingga beberapa menit berlalu, pesan itu hanya bertanda centang satu.

Neo menyandarkan punggungnya ke tempat tidur, menghela napas panjang. Sesuatu terasa tidak beres. Dia bisa merasakannya.

Sienna membaca pesan itu, tapi dia tetap diam. Jemarinya menggantung di atas layar, seolah ingin membalas, namun pikirannya berkata lain.

Terlalu banyak yang ingin dia katakan, tapi semuanya terasa kacau dan sulit untuk dirangkai menjadi satu kalimat sederhana. Apalagi, perasaan yang membuncah di dadanya belum juga reda—marah, bingung, dan kecewa bercampur menjadi satu.

Dia meletakkan ponselnya di meja, lalu bangkit berdiri. Langkahnya membawanya ke depan cermin, di mana pantulan dirinya menatap balik—mata yang sembab, wajah yang letih. "Aku bahkan nggak tahu harus mulai dari mana..." gumamnya pelan.

Pikirannya kembali melayang ke kata-kata Papa Satya, terutama bagian tentang keraguannya terhadap hubungan jarak jauh. Kata-kata itu menyakitkan, tapi di sisi lain, ada bagian dari dirinya yang mulai bertanya-tanya: apakah Papa benar? Apakah dia dan Neo benar-benar siap menjalani ini?

Sienna memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya yang terus melaju tanpa arah. Suara hujan yang mulai turun perlahan di luar jendela membuat suasana di kamarnya terasa semakin sepi. Dia menggeser gorden sedikit dan menatap ke luar. Cahaya lampu jalan memantul di genangan air, seolah mencerminkan hatinya yang juga dipenuhi keraguan.

Ponselnya kembali bergetar. Kali ini, bukan panggilan, melainkan pesan lain dari Neo.

Neo: Aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi aku harap kamu baik-baik aja. Aku di sini kalau kamu butuh bicara.

Sienna menatap pesan itu lama, dadanya terasa hangat dan nyeri sekaligus. Dia tahu Neo peduli. Tapi justru itu yang membuat semuanya semakin sulit. Dia merasa bersalah karena membiarkan Neo menunggu, di saat dia sendiri masih bergelut dengan emosinya yang belum selesai.

Dengan langkah pelan, dia kembali ke tempat tidur dan duduk di pinggir ranjang. Jari-jarinya menyentuh layar ponsel, membuka kolom balasan, lalu menghapus kalimat yang baru saja dia ketik. Dia menghela napas. Bukan karena tidak ingin bicara, tapi karena dia takut suaranya akan terdengar seperti ledakan.

Beberapa detik kemudian, akhirnya dia mengetik:

Sienna: Aku nggak apa-apa. Cuma… butuh waktu aja

Pesan itu terkirim. Dan saat itu juga, air matanya kembali menetes tanpa bisa ditahan. Mungkin bukan karena sedih, tapi karena lelah. Lelah harus berpura-pura kuat, lelah menghadapi pertanyaan yang tidak punya jawaban pasti, dan lelah harus memilih antara logika dan perasaan.

Di tempat lain, Neo membaca pesan itu dan mengangguk pelan. Dia tahu, ada hal-hal yang tidak bisa dipaksakan untuk segera dibicarakan. Tapi satu hal yang dia yakini—dia tidak akan pergi.

Dia membalas:

Neo: Aku ngerti. Aku tunggu kamu. Selalu

Sienna menatap layar ponselnya dan tersenyum kecil, meski air matanya masih mengalir. Mungkin, untuk saat ini mereka memang harus mengambil jeda. Bukan untuk menyerah, tapi untuk menguatkan kembali langkah masing-masing. Karena cinta yang dewasa, tahu kapan harus bertahan… dan kapan harus memberi ruang.

»»——⍟——««

Hallo semua✨

Sebelum makasih udh mampir🐾

Buat yg suka cerita aku mohon dukungannya ya, biar aku semangat updatenya💐

Dan jangan lupa follow akun ig aku @nuna.leo_ atau akun tiktok aku @im.bambigirls. Karena disana aku bakal post visual dan beberapa cuplikan.

Oke see you semua!(⁠◠⁠‿⁠◕⁠)

1
Saryanti Yahya
karya yg cukup bagus, lanjut thor, semangat
Leo Nuna: Makasih Kak😻
total 1 replies
Suluk Pudin99
Semoga sya jga sperti cinta mereka ,tak terduga.Sampai ke pelaminan,Amin Allahumma istajib dua,na ya Robb🤲🏻🤲🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!