NovelToon NovelToon
Airin & Assandi

Airin & Assandi

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Selingkuh / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:9.8k
Nilai: 5
Nama Author: DewiNurma28

Airin dan Assandi adalah pasangan suami istri muda yang dijodohkan oleh kakek Assandi. Namun Assandi sangat tidak suka dengan perjodohan ini. Dia merasa ini adalah paksaan untuk hidupnya, bahkan bisa bersikap dingin dan Kasar kepada Airin.

Tetapi Airin tetap sabar dan setia mendampingi Assandi karena dia sudah berjanji kepada kakek Assandi untuk menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Hingga suatu hari ungkapan kenyataan pahit dan kejadian yang tidak terduga memisahkan mereka begitu lama.

Akankah rumah tangga mereka bisa bertahan selamanya? Ataukah hubungan mereka putus begitu saja setelah ada kejadian itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DewiNurma28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Frustasi

Assandi mendengus kesal melihat banyaknya dokumen di meja kerjanya.

Dia duduk dengan menyandarkan kepalanya yang pusing. Dirinya sangat lelah karena harus membagi pekerjaan dan mencari keberadaan Airin.

Setelah pulang dari Paris, dia diberitahu oleh kakeknya bahwa Airin berada di Jerman bukan di Paris, Perancis.

Tetapi setelah Assandi mencari di Jerman. Dia juga tidak menemukan keberadaan istrinya itu.

"Kalau seperti ini rasanya aku ingin tetap di Jerman saja." Gumamnya lelah.

Dia tetap ingin mencari Airin di Jerman. Tapi kakeknya harus mengenalkan dirinya dengan perusahaan yang ada di negaranya.

Sehingga dia hanya dua minggu saja disana dan kembali lagi pulang mengikuti perintah kakeknya.

Tok...

Tok...

Tok...

Assandi menatap pintu ruangan kerjanya. Dia menghela napas lelah sebelum memberi izin kepada orang yang mengetuk pintunya.

"Ya, masuk saja." Perintahnya.

Perempuan cantik berpenampilan rapi dengan baju karyawan kantor masuk menghampiri Assandi.

Dia tersenyum ramah kepadanya sambil mengulurkan beberapa map berwarna biru muda.

"Maaf Pak, ini ada dokumen yang masih harus anda tanda tangani." Ucapnya.

Assandi melotot tajam melihat banyaknya dokumen yang dibawa perempuan itu.

"Sebanyak ini?"

Perempuan itu mengangguk, "Iya pak, ini yang terakhir. Sisanya masih bisa di tanda tangani hari besok. Karena yang ini dokumen penting dan harus di laksanakan besok." Jelasnya.

Assandi memijat keningnya, "Kakek ini tidak sekalian saja membunuhku gitu."

"Em, maaf pak, saya permisi untuk melanjutkan pekerjaan." Pamit perempuan itu.

Assandi mengangguk mengiyakan. Dia membuka satu persatu dokumen yang ada di atas mejanya.

"Apa-apaan ini, satu map saja berisi lima puluh lembar? Dan satu lembar harus ada tanda tanganku?" Gumamnya mengeluh.

Assandi menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya. Dia memejamkan matanya sejenak untuk mengistirahatkan pikirannya.

Drrrttt....

Ddrrrttt...

Ddrrrttt...

Assandi bangkit meraih ponselnya yang bergetar. Dia melihat ada nama William yang memanggilnya.

"Iya Will, ada apa?" Ucap Assandi setelah menerima panggilan itu.

"Kamu masih sibuk di kantor?"

Assandi kembali memijat keningnya, "Iya ini, tambah pusing kepalaku mendapat pekerjaan seperti ini."

William tertawa mengejeknya, "Hahahaha, rasain sendiri. Resiko jadi anak pengusaha kaya yang hartanya nggak akan habis tujuh turunan."

"Sialan kamu Will, udah ada apa kamu menelponku? Aku masih banyak kerjaan ini."

"Wih, wih, mentang-mentang sekarang sudah resmi jadi CEO. Masih satu bulan lagi lulusnya, nggak usah serius-serius amat." Ledek William.

Assandi semakin mendengus kesal mendengar teman dekatnya itu terus meledeknya.

"Aisshh, kalau kamu telepon hanya untuk meledekku. Mending nggak usah telepon sama sekali." Kesalnya.

Suara gelak tawa William semakin kuat, "Hahahaha, aduh perutku sakit banget bayangkan muka mu yang sok serius itu."

"Will!! Ah udahlah, aku tutup teleponnya."

"Eh, tunggu dulu. Aku mau beri informasi penting ke kamu."

"Informasi apa?"

"Aku mendapat informasi mengenai keberadaan Airin."

Assandi memposisikan duduknya dengan sempurna. Dia ingin mendengar kabar bahagia itu.

"Serius kamu? Dapat dari mana?" Tanya Assandi penasaran.

"Dari temanku yang tinggal disana."

"Dimana Airinku sekarang?"

"Sabar bro, sabar, karena dia hanya melihat sekilas."

"Maksdunya?"

"Temanku bernama Romi mengatakan dirinya hanya melihat Airin sekilas. Tapi foto yang aku berikan kepadanya membuat dia mengingat Airin." Jelas William.

"Jadi, temanmu itu tau keberadaan Airinku tidak???" Geram Assandi.

"Dia tidak tau, tapi aku sudah memintanya untuk mencarikan keberadaan Airinmu itu."

Assandi mendengus kesal, "Kalau hasilnya seperti ini, mending nggak usah telepon aja Will!!"

"Kok kamu malah marah? Aku udah beri informasi penting ini."

"Hasilnya kurang memuaskan, temanmu tidak tau keberadaan Airinku. Buat apa kamu susah-susah memberitahuku dulu. Mending nggak usah sekalian karena aku akan mencarinya sendiri lagi."

Tut...

Tut...

Tut...

Assandi menutup panggilannya sepihak. Membuat William menggeram kesal dengan tingkahnya.

"Kurang ajar nih anak, udah diberi info penting malah marah-marah seperti ini." Gumamnya.

"Kenapa Will?" Tanya Rania yang datang menghampiri William.

"Tau nih Assandi, aku udah beri informasi penting tentang keberadaan Airin malah marah-marah."

"Lagi dapet mungkin, biasalah tuh anak memang kelakuan seperti anak kecil."

"Udahlah, bodo amat aku sama dia. Kamu udahan beli bukunya?" Tanya William melihat belanjaan Rania.

Perempuan itu mengangguk senang, "Sudah, terima kasih ya kamu udah mau menemaniku ke toko buku."

William tersenyum lembut, "Sama-sama, mending kita cari makan yukk. Aku udah lapar ini."

Rania mengangguk lagi, dia mengikuti William dari belakang menuju motornya.

William memakaikan helm ke kepala Rania dengan romantis. Membuat semua perempuan yang melintas melihatnya iri.

Dia juga memegang tangan Rania untuk naik ke atas motor. Agar perempuan itu tidak jatuh saat menaikinya.

Rania tersenyum senang dengan Act of Service dari William. Dia memberanikan diri untuk menyentuh pinggang laki-laki itu untuk dijadikan pegangan.

William bisa merasakan sentuhan tangan Rania di pinggangnya. Dia menarik kedua tangan itu agar bisa memeluk tubuhnya.

"Em, Wi-Will, jangan." Rania mencoba menarik tangannya.

Karena dia tidak enak dengan William jika harus memeluk tubuh laki-laki itu.

"Sudah, jangan di lepas. Aku akan ngebut, nanti kamu takut." Ucap William yang sukses membuat pipi Rania merah merona.

Aissshhh, jadi seperti ini rasanya memeluk cowok. - Batin Rania.

Mereka berdua melaju cepat keluar halaman toko buku dengan Rania yang sudah memeluk erat tubuh William.

Sedangkan di lain tempat, Assandi masih memijat keningnya memikirkan keberadaan Airin.

Dia ingin sekali kembali ke Jerman untuk mencari perempuan yang sudah mengisi hatinya.

Assandi mencoba menghubungi Leo untuk meminta izin cuti sebentar dari pekerjaannya. Dia mencari nomor kakeknya dan segera menghubungi pira tua itu.

Tut...

Tut...

Tut...

Panggilan pertama tidak mendapat jawaban dari kakeknya. Assandi mencoba lagi yang kedua kalinya.

Tut...

Tut...

Tut...

Tetap sama tidak ada jawaban dari Leo. Dia merasa frustasi dengan kakeknya itu.

Dirinya segera bangkit dari duduknya untuk bertemu Leo ke ruangannya.

Saat keluar ruangan, dia dicegat oleh sekretarisnya tadi yang memberinya banyak dokumen.

"Tunggu Pak Assandi, apakah dokumennya sudah selesai ditanda tangani?" Tanya sekretaris itu.

Assandi menatap tajam sekretarisnya, "Jangan sesekali menghadangku seperti itu! Masalah dokumen bisa aku urus nanti! Minggir!!!"

Dia melanjutkan jalannya meninggalkan sekretarisnya yang ketakutan akibat suara kerasnya.

Assandi sudah memasuki lift menuju lantai tiga puluh tempat ruangan kakeknya.

Dia keluar lift dan berjalan cepat memasuki ruangan bertuliskan Presdir perusahaan.

Ceklekkkk...

Assandi membuka begitu saja pintu ruangan kakeknya tanpa permisi terlebih dahulu. Begitu juga dia mengabaikan sekretaris kakeknya yang sedang berdiri menyambutnya.

Sesampainya di dalam, dia terkejut melihat Nando yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya sedang mengobrol santai dengan kakeknya.

"Assandi ada apa? Kenapa selalu menjadi kebiasaan tidak mengetuk pintu terlebih dahulu!!" Tegas Leo.

"Kenapa dia ada disini?" Tunjuk Assandi.

Nando tersenyum menghampiri Assandi, "Aku diminta kakek untuk bertemu dengannya."

"Ada apa? Kenapa kamu terkejut begitu melihat Nando disini?" Sahut Leo.

Assandi mendengus kesal, "Ah, sudahlah aku nggak peduli dia mau dimana saja."

"Aku kesini mau meminta izin sama kakek untuk cuti dari kerjaanku." Sambunya.

Leo dan Nando menatap bingung dengan permintaan Assandi itu.

"Maksud kamu apa? Kamu baru saja memulai pekerjaan belum ada satu tahun sudah minta cuti?" Jawab Leo.

"Kek, aku minta cuti untuk kembali ke Jerman. Kalau nggak gitu, aku minta di kirim ke Jerman lagi. Biar aku fokus dengan perusahaan yang ada disana." Jelasnya.

Leo dan Nando saling bertatapan, "Assandi, kamu kesana ingin mengelola perusahaan atau bertemu Airin?" Tanya Nando memastikan.

Assandi menatap sebal ke arah Nando, "Bukan urusanmu."

"Sandi!! Jangan berbicara begitu kepada Nando. Dia itu saudaramu!!" Tegas Leo.

Assandi hanya berdecih memalingkan wajahnya. Dia mulai frustasi dengan semua ini. Karena kakeknya tidak bisa memberi izin secara cepat.

"Baiklah, aku akan ke Jerman sekarang dan jangan halangiku." Ucap Assandi kemudian keluar ruangan.

"Assandi!!!" Teriak Leo.

Nando memberi isyarat kepada Leo agar tidak berteriak. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan kakeknya itu.

"Kek, sudahlah. Biarkan dia berbuat apa yang dia inginkan. Kabulkan saja permintaanya. Urusan perusahaannya biar Nando yang bantu." Ujar Nando.

Leo menatap lembut ke arah Nando, "Kamu memang cucu kakek yang paling pengertian. Kalau tidak ada kamu, bagaimana pekerjaan dia akan beres."

"Nando siap membantunya, selagi dia masih sibuk dengan percintaannya. Biar saya saja yang mengurus perusahaannya."

"Apa kamu sanggup? Karena perusahaan yang kakek berikan ke Assandi itu sahamnya sekarang melonjak naik. Dan sedang ramai-ramainya di pasar saham." Jelas Leo.

Nando mengangguk siap, "Saya sanggup kek, jangan khawatir. Yang terpenting sekarang adalah kesehatan kakek, Nando tidak mau kakek jatuh sakit lagi seperti tahun kemarin."

"Baiklah kalau kamu sanggup, biarkan dia mengejar Airin dulu. Kakek juga sangat mengkhawatirkannya."

"Sebab sudah tiga bulan ini dia tidak ada kabar. Orang suruhan kakek juga kehilangan jejaknya." Sambung Leo.

Nando menatap cemas ke arah Leo. Sebab dirinya juga mengkhawatirkan keadaan Airin.

Biasanya dia sudah saling mengirim pesan dengan perempuan itu. Tapi sekarang, dia sudah tidak pernah lagi saling mengirim pesan.

Karena Airin sudah tidak bisa dihubungi lagi. Media sosialnya juga tidak aktif, bahkan nomor ponselnya sekarang tidak bisa dihubungi.

Nando juga merasa frustasi karena putus komunikasi dengan perempuan yang pernah mengisi hatinya.

Dia merasa lalai tidak menjaga Airin lagi setelah berpisah belasan tahun darinya.

1
DewiNurma28
Sudah di up, ditunggu ya karena baru aku upload.
Mong Imach
kapan up lagi thour udah gk sabar nunggu kelanjutan nya
DewiNurma28
siappp kak, terima kasih supportnya 🥰
DewiNurma28
Coba di Refresh kak.
xiao xiao bai
sumpah thorr aku baca dari awal sampai saat ini nyesek pokoknya lanjut lagi thorr dan tetap semangat update nya
DewiNurma28: Authornya juga nyesek pas ngetik 😭

terima kasih supportnya kak, ditunggu bab selanjutnya ya 🥰😍
total 1 replies
Marifatul Marifatul
😭😭😭
risa Muawenah
lanjut thorr
DewiNurma28: siapp, ditunggu updatenya ya.

Terima kasih sudah menyukai karyaku 😍🥰
total 1 replies
DewiNurma28
Karya yang sangat luar biasa.
Kisah cinta yang cuek tetapi sebenarnya dia sangat perhatian.
Alurnya juga mudah dipahami, semua kata dan kalimat di cerita ini ringan untuk dibaca.
Keren pokoknya.

The Best 👍
Elain
Terima kasih penulis, masterpiece!
DewiNurma28: Terima kasih kak 🙏 ditunggu part selanjutnya ya...
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!