cerita tentang perubahan para remaja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Riani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
"Didepan anak-anak, aku ingin bicara pada kalian berdua" ucap Lian setelah mereka semua berkumpul.
"Hari bagaimana dengan pekerjaan mu apa kamu akan kembali bekerja setelah ini" ucapnya lagi.
"Tidak, aku sudah selesai bekerja, seperti biasa di hari ulang tahun anak-anak aku akan menemani mereka bersamamu" jawab pak hari.
"Baguslah kalau mengerti" ucap Lian.
"Selama ini aku diam, dan sekarang mungkin saatnya aku bicara pada kalian semua" sambungnya.
Lian menoleh ke arah zidan yang duduk di sampingnya kemudian ke arah Rangga.
"Apakah kalian berdua putraku" tanyanya pada zidan dan Rangga.
"Ayah, sepertinya ayah lelah, sudah bekerja seharian, sebaiknya istirahat dulu" ucap zidan.
"Kalian putraku kan" tanya Lian sambil memeluk erat tangan kedua putranya.
Jihan tertegun melihat kondisi ayahnya demikian juga bibi Hana.
"Aku tahu, kita tidak ada hubungan darah, tapi kita tetap satu keluarga!, Kau putraku dan kamu juga kan" ucap Lian pada rangga dan zidan.
"Iya, mereka berdua memang putramu, putra kandungmu" sela pak hari.
"Hari, aku sangat sedih, saat ini!" Ucap Lian lirih.
"Sedih kenapa" tanya pak hari tidak mengerti.
"Awalnya aku pikir Allah sangat menyayangiku, hingga memberiku anak-anak yang begitu baik, aku sangat menghargai mereka, aku membesarkan mereka sejak kecil, hingga sekarang ini dengan penuh kasih sayang, dengan tangan ini, aku gandeng mereka, aku tidak pernah memukul atau memarahi mereka, tapi ada orang yang harus mengingatkan aku, bahwa aku bukanlah ayah kandung mereka, aku hanya ayah angkat untuk mereka, dan bukan bagian dari keluarga mereka, lalu dimana keluarga mereka, Rangga, nenek kandungnya saat datang, selalu memukul dan memarahinya, saat bertemu dengan ibunya, dia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak, setiap malam dia selalu menangis, aku melihatnya, hatiku sakit merasakan penderitaannya, siapa yang peduli dengannya, kamu sebagai ayahnya, apa kamu melihat dan merasakan penderitaannya, kamu hanya sibuk kerja, kerja dan kerja" ucap Lian mencurahkan isi hatinya pada hari.
"Dan zidan, dia bahkan lebih menderita, siapapun bisa memarahinya, kamu harus berbakti, kamu harus menghormati orang lain, bagaimana bisa zidan dikatakan tidak berbakti, tengah malam dikamar mandi, dia mencuci pakaian semua orang, mengepel lantai, membantu aku memasak di dapur, bagaimana bisa dikatakan tidak berbakti!, kamu bahkan selalu memukuli dan mengancamnya di depan orang lain, asal kamu tahu dengan memukulnya itu berarti kamu memukul aku, sebenarnya apa yang kamu inginkan, apa yang kamu lakukan itu sangat menyiksaku" ucap Lian pada bibi Hana dengan penuh emosi.
"Ayah, tenanglah, jangan berteriak" ucap zidan yang melihat ayahnya terbatuk-batuk.
"Bawa segera ke kamar mandi" perintah pak hari melihat Lian mengeluarkan sebagian isi perutnya karena tekanan emosi.
Rangga dan zidan segera membawa Lian menuju kamar mandi.
"Jihan, ambilkan air hangat".
"Iya" jawab jihan segera berlari ke dapur mengambilkan air hangat dan menyusul ke kamar mandi.
"Pegangin jangan biarkan sendirian di kamar mandi" perintah pak hari pada rangga dan zidan.
"Ini airnya" ucap jihan memberikan air hangat pada pak hari.
"Muntahkan semuanya, setelah itu ambil ini, agar bisa lebih baik" ucap pak hari kemudian memberikan satu gelas air hangat padanya.
Bibi Hana merasa bersalah, atas apa yang dilakukannya, nasehat yang disampaikan pada zidan agar berbakti pada Lian dan sikap yang selalu memukul zidan agar tidak membantah justru menyakiti hati dan perasaan orang yang telah merawat nya sejak kecil.
"Semuanya saling bergantung satu sama lain, dan bertahan untuk saling menguatkan" pikir wanita itu tertunduk lemas, merasa bersalah.
"Papa, ayah sudah istirahat" ucap Jihan sesaat setelah Lian tertidur.
"Sstt, biarkan ayahmu istirahat, aku mau kembali ke kantor untuk bekerja, jaga ayahmu, biarkan saja dia tidur dengan miring" ucap pak hari dengan memelankan nada bicaranya.
"Letakkan kaleng wadah disampingnya, sewaktu-waktu dia muntah kembali, dia bisa muntah disitu dan jangan biarkan tersedak" nasehat pria itu.
"Iya, baiklah" jawab jihan mengangguk mengerti.
"Yasudah, papa pergi dulu, kalau terjadi apa-apa dengan ayahmu, segera hubungi papa" ucapnya kemudian berlalu.
"Ayahku sakit karena terlalu sering, menahan beban pikirannya sendiri" ucap Jihan saat melihat ayahnya terbaring lemah di tempat tidur.
"Seperti kamu tidak menahanya saja" sahut Rangga cepat.
"Kenapa aku harus menahanya!" Jawab Jihan.
"Bukankah selama ini kamu membenci Azizah?" Tebak Rangga.
"Apa maksudmu, tidak ada alasan aku membencinya!, Aku hanya benci dengan wanita yang mengaku sebagai nenekmu" ucap Jihan dengan meninggikan nada bicaranya.
"Sst, jangan keras-keras, ayah sedang istirahat" ucap Rangga agar Jihan tidak berbicara dengan keras.
"hanya dengan nenekmu, itu saja" ucap Jihan memperjelas.
"Berhentilah marah, mereka akan segera pergi setelah tahun baru" ucap Rangga.
Jihan memanyunkan bibirnya, kemudian berlalu meninggalkan kamar ayahnya.
Setelah Jihan pergi, Rangga membenarkan posisi selimut Lian dan pergi berlalu meninggalkan kamar tersebut.
Setelah semua pergi Lian membuka matanya, ia beranjak duduk, dan mengambil secarik kertas dari dalam lemarinya dan membacanya.
"Assalamualaikum Lian, terimakasih sudah membawa Zidan bersamamu, aku hanya bisa mengucapkan terima kasih, padamu, terimakasih sudah menjadi ayah untuk Zidan, kamu adalah harapan dan impian Zidan selama ini, aku sedang mengalami kesulitan sekarang, aku benar-benar tidak bisa mengirim uang untuk Zidan, tolong jaga Zidan seperti anak kandungmu sendiri, jangan cemas, setelah besar aku tidak akan merebutnya darimu, Zidan akan menjadi anak yang berbakti padamu, karena dia anak yang baik dan sangat menghargai sebuah hubungan, sayangnya, aku hanya bisa menjadi ibu yang tidak beruntung, tidak bisa mengurusnya dengan baik, tapi aku akan tetap menyayanginya dari jauh, dan mendoakannya agar selalu sehat, dalam kasih sayangmu, aku juga akan mengembalikan uang yang aku pinjam darimu tempo hari, maaf kan aku" Lian memejamkan mata setelah membaca isi pesan dalam surat tersebut dan kembali menyimpan di tempat sebelumnya.
Pagi-pagi sekali, Zidan mengantar bibi Hana menuju halte bus. Iya akan segera kembali ke kampung asalnya.
"Aku sudah banyak bicara kemarin, aku penyebab ayahmu sakit" ucap bibi Hana menyesal.
"Tidak apa-apa, ayah pasti tidak mempermasalahkan lagi hal seperti kemarin" jawab Zidan santai.
"Bukanya bibi tidak tahu kamu kesal, tapi ini untuk..." Ucap bibi Hana terhenti.
"Untuk kebaikanku kan, aku tahu" ucap Zidan cepat.
"Ini semua salahku, aku sungguh tidak berguna" ucap wanita itu menyalahkan diri sendiri.
"Bibi mulai deh, jangan suka menyalahkan diri sendiri" pinta Zidan.
"Baiklah, aku mengerti, aku tidak akan bicara lagi" jawab wanita itu sambil menghela nafas pelan.
Setelah cukup lama berjalan sampailah mereka di halte terdekat.
"Zidan" tanya wanita itu.
"Ya" jawabnya sambil menoleh ke arah bibinya.
"Berjanjilah padaku"
"Berjanji apa!" Tanya Zidan.
Ditunggu komentarnya.