Hubungan Inara dan Artha harus kandas karena perselingkuhan Artha. Padahal mereka sudah mau menikah.
Malu pernikahan batal, Inara terpaksa menyetujui perjanjian dengan Argha, kakak Artha demi untuk membalas Artha dan tidak mempermalukan orang tuanya.
Inara kalah dengan perasaannya. Ia jatuh cinta pada suaminya yang misterius. Hanya saja, dendam Argha membuat Inara merasa rendah diri. Dan godaan Artha selalu datang pada mereka.
Akankah Argha dan Inara bisa bersatu, atau masa lalu Argha akan terus membuat jarak di antara mereka dan memilih berpisah demi kebaikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Layli Dinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35 Penawaran Menarik
Shifa menatap nomor pintu unit apartemen dengan tatapan datar, kepalanya mengangguk, mencoba untuk menenangkan diri. Bahwasanya, akan baik-baik saja.
Setelah mengembuskan napas kasar, Shifa mulai menekan tombol bel pintu. Menunggu dengan sabar seseorang membukakan pintu.
Klek
Shifa menelan ludah saat melihat sosok pria tampan dengan otot kekar membukakan pintu. Artha yang memakai kasus ketat dan celana jeans panjang. Sangat berbeda dengan penampilannya semalam yang tampak formal.
“Sudah datang rupanya. Silakan masuk.” Artha sedikit bergeser, dan membuka lebar pintu. Shifa masuk sambil mengedarkan pandangannya ke dalam.
“Mau minum apa? Panas, dingin atau wine?” Artha menutup lagi pintunya.
“Gak usah basa-basi, cepat katakan.” Shifa menjawab dengan datar, seolah ingin enyah dari tempat ini.
Artha tertawa kecil, kedua tangannya melipat di dada. “Kamu ini lucu. Kamu yang menyeretku ke dalam masalahmu, tapi kamu sendiri yang bikin ribet. Dasar bocah manja!”
Shifa yang duduk di sofa mengangkat wajahnya, matanya mendelik, tak terima dianggap manja. “Jangan sembarangan!”
Artha menghela napas, lalu duduk dengan kaki bersila. “Bisa gak, kamu itu datang dengan aura baik. Duduk yang tenang, basa-basi dulu, nanya kabar dan sebagainya, atau kenalan dulu. Habis itu ngomong dengan sopan, kalau kamu butuh bantuanku. Kadang orang yang kaya gitu aja aku tolak loh. Alasannya, ya simple. I don’t have much time for the stupid things.”
Shifa menghela napas. Ia menyadari, jika ia terlewat keterlaluan. Pikirannya sudah parno duluan. “Sorry.”
“Say what? Aku tidak mendengarnya.”
“Sorry,” ulang Shifa dengan lirih.
“Hah! Aku benar-benar tidak mendengarnya.”
“SORRY!” Shifa sedikit membentak, Artha sendiri mendelik. “Ya habis budeg!”
‘Gadis ini.’ Artha membatin, berusaha untuk menahan diri. Namun, cukup unik di matanya. “Oke, kamu punya apa buat imbalan ini? Apa udah mau diakhiri dan kamu bilang sama papa kamu, kalau kita udah putus?”
Shifa menggigit bagian bawah bibirnya. Jujur, Artha hampir sesak napas, karena seperti ini, Shifa terlihat menggemaskan.
“Aku mohon, jangan. Kamu mau minta berapa? 100 juta, 200 juta atau—“
“Hey, uang segitu kecil bagiku!” potong Artha dengan nada sombongnya. Shifa mengernyit. “Jangan bilang aku sok kaya. Aku memang kaya. Kamu tahu, aku ini anaknya Alan Winata. Adik dari Arghantara Winata. Pasti sudah tahu perusahaan besar keluarga Winata, kan? kalau belum tahu silakan searching di google. Mainmu kurang jauh.”
Gluk
Shifa menelan ludah kesulitan. Ia gelagapan sendiri. ‘Mampus! Kenapa aku gak nyari tahu dulu siapa dia sebenarnya?’
“Dan semalam, kamu berada di pesta peresmian gedung baru ibuku. Della Puspa. Dokter sekaligus pemegang saham tertinggi di rumah sakit itu.” Dengan gaya angkuh Artha mengatakannya. Wajah Shifa mendadak panik. Ini yang Artha tunggu, memberikan pelajaran pada gadis kecil yang tidak sopan padanya.
“So, uang segitu gak ada artinya buat aku.” Artha bangkit, ia duduk mendekati Shifa, gadis itu mendadak panas dingin dan beringsut menjauh. “Kamu salah satu gadis yang beruntung, yang aku ladeni.”
“O-oke, aku minta maaf soal yang semalam. Soalnya ….” Shifa tak berani melanjutkan kata-katanya. Ia terlalu gugup, terlebih Artha menatapnya intens, kearoganan dan kesombongannya entah lari ke mana.
“Soalnya apa?”
Shifa menarik napas, dadanya justru bertambah sesak. “A-aku baru saja ketipu sama cowok brengsek. Dia … dia hampir saja memanfaatkanku. Hampir saja aku di ….”
Artha tertawa kecil, baru Shifa bisa bernapas lega, karena pria itu menjauh.
“Sudah kubilang, kamu bukan seleraku, kucing oren!”
Mata Shifa mendelik disebut sebagai kucing oren. Tetapi itu lebih baik daripada Artha mengusirnya dengan kejam.
“Jadi, apakah Anda bisa menolongku?” tanya Shifa dengan lembut. Sangat berbeda dengan sikap Shifa yang sebelumnya.
Meski ini sangat menyebalkan, namun ini jauh lebih baik dari pada sang papa tahu akal liciknya menghindari perjodohan dengan Edo, pria yang usianya 13 tahun lebih tua darinya.
“Aku dijodohkan dengan dr. Edo. Okelah dia dokter, tapi … dia lebih tua. Aku enggak suka, penampilannya kaya bapak-bapak. Mana dia ….” Shifa tak melanjutkan kalimatnya, karena Artha memperhatikannya dengan inten, jujur Shifa grogi.
“Ya. Dia kenapa?”
“Bukan tipeku,” jawab Shifa dengan polosnya.
Artha tertawa kecil, kepalanya menggeleng. Gadis yang unik, membuatnya sedikit terhibur. “Jadi, tepemu kaya aku?”
“Ha?”
“Jangan mengelak! Kamu semalam yang udah main peluk aku dan mengaku pacaran padaku. Papamu hampir syok itu. Masih menyangkal,” cibir Artha. Pria itu bangkit menuju mini barnya, menuang wine ke dalam gas bergagangnya. Membawa dua gelas dan meletakkan diatas meja. Ia menyesap perlahan cairan berwarna merah kehitaman itu.
Shifa kalah telak. Semalam ia juga asal saja. Menurutnya, papanya sudah cukup menjadi orang kaya yang disegani, tak tahunya keluarga Winata yang jauh lebih kaya dan ia baru tahu, jika Artha adalah putra Alan Winata. Jujur, Shifa menyesal.
“Maafkan aku,” ucap Shifa dengan menyesal. “Aju tak punya apapun yang bisa membayarmu. Kamu tahu, kan perusahaan ayahku jauh di bawah keluargamu. Jadi, aku tak tahu harus bagaimana. Tapi, kalau batal, aku bisa dinikahkan sungguhan dengan dr. Edo. Aku sama sekali tidak menyukai dia.”
Artha menyeringai. Ia benar-benar puas kali ini. Santai, ia memperhatikan gadis cantik yang manis itu. Ternyata kalau dalam mode seperti ini, Shifa terlihat sangat polos dan manis. Ah, sejak kapan Artha menyukai gadis polos? Selain Inara yang polos dan lugu, tak ada lagi gadis yang menarik perhatiannya.
“Oke. Aku bantu, tapi ada syaratnya.”
Shifa mengangkat wajah. Ia tampak deg degan. “Apa syaratnya.”
“Kita akan sandiwara pacaran. Gak hanya di depan keluargamu, tapi di depan keluargaku juga. Singkat cerita, calon istriku menikahi abangku sendiri.”
Shifa mendelik. Ia tak menyangka, keluarga Winata sepelik ini.
“Ini karena kesalahanku juga, sih. Tergoda sama jalang. Ya, gak salahku sepenuhnya, sih. AKu mabuk juga. Tapi, aku merasa, kalau dia terpaksa menikahi abangku. Niatnya, aku pingin manas-manasi dia, dan mengungkapkan penyesalan. Setelah aku tahu perasaan dia, aku akan membawanya pergi dan meninggalkan kota ini.”
Shifa menggelengkan kepalanya. Heran dengan jalan pikiran Artha.
“Tapi, kalau dia bahagia sama abangku, aku janji, sih akan relain dia. Sudah cukup banyak luka yang telah aku berikan.” Wajah Artha mendadak sedih.
Shifa tertegun menatap Artha. Pria yang seperti benar-benar tulus menyesali perbuatannya. Ia terkesan dengan kejujuran pria itu.
“Dulu aku memang brengsek. Tapi, setelah mengenal Inara, aku sembuh. Tapi, sialan wanita jalang itu datang lagi.”
“Aku setuju!” ucap Shifa tanpa ragu-ragu. “Hubungan kita akan jadi hubungan saling menguntungkan. Tenang saja.”
Artha tak menyangka, “ tapi gaya pacaranku physical touch. Kamu tidak akan menonjok atau menginjak kakiku, kalau aku—“
“Akan kucoba. Asal, tidak ada acara bobok bareng!”
Artha tertawa. Shifa benar-benar unik. Ia mengulurkan tangannya. “Deal?”
“Deal!” Shifa mengayunkan tangannya. Lantas, ia meminum wine yang Artha siapkan. “Penthousmu sangat besar juga.”
“Ya. ini seharga 5 M yang aku beli pakai uangku sendiri.”
Bibir Shifa mencebik. “Sombong.”