NovelToon NovelToon
The CEO’S Saturday Obsession

The CEO’S Saturday Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Kekasih misterius
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Diaz, CEO yang menjual bunga dan coklat setiap hari Sabtu. Dia mencari wanita yang cocok dengan sepatu kaca biru milik ibunya. Apa sebenarnya tujuan mencari wanita itu? Memangnya tidak ada wanita lain? Bukankah bagi seorang CEO sangat mudah mencari wanita mana pun yang diinginkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lili Diabaikan Diaz

Bab 25

Sesampainya di depan pintu toilet, Monica melirik ke arah Eriva dengan cepat. Kode itu jelas, senyum kecilnya penuh arti. Lili, yang berjalan di depan mereka, membuka pintu dengan santai, sama sekali tidak menyadari niat tersembunyi kedua wanita tersebut.

Begitu mereka bertiga masuk, suasana menjadi sedikit aneh. Lili menuju wastafel untuk merapikan rambutnya, sementara Monica dan Eriva berbagi pandangan sekilas.

“Hai Lili...” panggil Monica, suaranya terdengar terlalu manis hingga membuat Lili sedikit curiga. “Boleh aku tanya sesuatu?”

Lili memutar tubuhnya, menatap Monica dengan alis terangkat. “Tentu, ada apa?”

Monica melipat tangannya di dada, senyum yang tadi tampak ramah kini berubah menjadi dingin.

“Kau pikir kau bisa begitu saja berdiri sejajar dengan kami hanya karena kau putri Tuan Asher?”

"Aku tahu, kau hanya anak pungut!" tegas Eriva.

Lili terdiam, mencoba mencerna arah pembicaraan Monica. Sebelum dia sempat menjawab, Eriva ikut mendekat. “Monica benar. Kau memang putri dari pengusaha besar, tapi itu tidak berarti kau bisa seenaknya masuk ke dunia bisnis ini dan merebut perhatian semua orang. Kau harus sadar status aslimu."

Lili merasa jantungnya berdegup lebih kencang, namun dia berusaha tetap tenang. “Aku tidak merebut perhatian siapa pun. Aku hanya melakukan pekerjaanku.”

Monica tertawa pelan, nadanya mengejek. “Pekerjaanmu? Oh, kau lucu sekali. Kau pikir hanya dengan bermodal nama besar ayahmu, kau bisa memenangkan proyek ini? Kami sudah ada di dunia ini jauh sebelum kau muncul, Lili.”

Eriva mendekat lebih dekat, melipat tangan di pinggangnya. “Dan jangan kira kami tidak tahu tentang kedekatanmu dengan Tuan Diaz. Kau pikir itu akan membuatmu lebih unggul?”

Lili mengerutkan kening, mencoba menahan diri. “Kalian salah paham. Kedekatan itu murni profesional. Aku di sini bukan untuk bersaing secara pribadi, melainkan untuk menyelesaikan proyek yang bermanfaat bagi banyak orang.”

Namun, jawaban Lili justru memicu tawa kecil dari Monica. “Oh, lihat siapa yang mencoba menjadi gadis baik. Sayangnya, Lili, dunia ini tidak sesederhana itu.”

Eriva tiba-tiba melangkah maju, menekan bahu Lili dengan jarinya. “Kau seharusnya tahu diri. Tidak semua orang sebaik Diaz yang memandangmu dengan kagum.”

Lili menepis tangan Eriva dengan sigap, menatapnya dengan tajam. “Jangan bawa-bawa Diaz ke dalam ini. Apa yang kalian lakukan ini tidak profesional.”

Monica, yang merasa suasana semakin panas, tiba-tiba menarik tas Lili dengan kasar. “Tidak profesional? Kita lihat seberapa profesional dirimu saat semua ini berakhir.”

Tas Lili hampir terlepas dari tangannya, tapi dia berusaha mempertahankannya. “Hentikan!” serunya, suaranya naik satu oktaf.

Namun, bukannya berhenti, Monica justru menarik tas itu lebih keras, sementara Eriva mencoba menghalangi Lili untuk bergerak. Suara langkah kaki yang mendekat di luar pintu membuat mereka semua terdiam.

Seseorang mengetuk pintu. “Permisi, apa semuanya baik-baik saja di dalam?”

Monica dan Eriva saling berpandangan, panik sejenak. Namun, Monica dengan cepat mengendalikan diri. “Oh, ya! Kami hanya sedang membantu seorang teman. Tidak ada masalah,” jawabnya dengan nada manis.

Orang itu kemudian pergi setelah mendengar jawaban dari Monica.

Lili memanfaatkan momen itu untuk menarik tasnya kembali dan menjauh dari kedua wanita tersebut. Tatapannya tajam, penuh kemarahan yang ditahan. “Kalian boleh mencoba semua cara, tapi aku tidak akan mundur. Jika ini yang kalian sebut cara bermain di dunia bisnis, aku tidak akan mengikuti permainan kalian.”

"Eh...! Tunggu!" Eriva mengejar Lili dan berhasil menghadang di depan.

"Apa lagi?"

"Lepaskan sepatu itu!" perintah Eriva sambil menunjuk sepatu yang dipakai Lili.

"Ini?! Apa maksudmu?"

"Sini!" Eriva mencoba merebut sepatu itu dengan memaksa menariknya hingga Lili hampir jatuh. "Monic, bantu aku!" teriak Eriva.

Monica langsung menahan tubuh Lili, hingga Eriva leluasa melepaskan sepatu kaca biru itu.

"Lain kali jangan coba-coba mengambil milikku kalau gak mau kaya gini akhirnya," ujar Eriva sambil mengacungkan sepasang sepatu kaca biru di depan wajah Lili.

BYURRR!

"Pergi sana!" seru Monica, setelah menyemprotkan air ke tubuh Lili.

Monica dan Eriva hanya menatapnya dengan dingin saat Lili melangkah keluar dari toilet.

###

Lili berlari keluar dari toilet dengan napas tersengal, matanya berair menahan marah dan malu. Pikirannya bercampur aduk, namun langkahnya terhenti ketika seseorang tiba-tiba muncul dari arah berlawanan.

"Nona Lili?" Suara Samir memanggilnya, membuatnya terkejut. Pria itu menatapnya dengan cemas, terutama saat melihat pakaian Lili yang basah dan kaki kirinya yang tampak pincang serta tanpa alas kaki.

Samir segera menghampirinya. “Anda baik-baik saja, Nona? Ada apa?” tanyanya, mencoba menahan bahunya agar Lili tidak kehilangan keseimbangan.

Lili menggeleng pelan, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Aku tidak apa-apa," jawabnya dengan suara yang terdengar bergetar.

Namun, Samir tidak percaya begitu saja. Tatapannya menyapu dari atas hingga ke bawah, memperhatikan keadaan Lili yang tidak biasa. “Jangan bohong. Apa yang terjadi di toilet tadi? Pakaian Anda basah, dan Anda terlihat kesakitan.”

Lili menggigit bibirnya, tidak ingin membahas kejadian buruk itu lebih jauh. “Itu tidak penting. Aku hanya perlu ke ruang makeup untuk merapikan diri.”

"Pakai ini." Samir melepaskan jasnya dan memakaikannya pada Lili.

"Tidak perlu repot-repot, Samir. Ini ..."

"Jangan sungkan. Meski tak seberapa, setidaknya tubuh Anda masih aman untuk sampai ke ruang makeup. Cukup jauh bukan?"

Lili mengangguk, "Terima kasih."

“Ayo, aku antar. Tidak mungkin aku biarkan Anda pergi sendiri dalam keadaan seperti ini,” kata Samir tegas. Tanpa menunggu jawaban, dia memapah Lili dengan hati-hati.

Awalnya Lili menolak, tapi Samir bersikeras. “Anda bisa jatuh kalau terus memaksa berjalan sendiri. Jadi, diamlah dan biarkan aku membantu.”

Lili akhirnya menyerah, meski hatinya masih diliputi rasa enggan. Perjalanan menuju ruang makeup terasa lambat, terutama karena Samir terus memastikan langkah Lili tidak memperburuk kondisi kakinya yang pincang.

Namun, di tengah perjalanan, langkah mereka terhenti. Dari arah berlawanan, Diaz muncul dengan ekspresi yang sulit ditebak. Tatapannya langsung tertuju pada Samir yang sedang memapah Lili begitu dekat.

“Samir,” panggil Diaz dengan nada dingin, membuat suasana tiba-tiba terasa menegangkan.

Tatapan Diaz kemudian beralih ke Lili, menelusuri penampilan gadis itu yang tampak kusut dan tidak seperti biasanya.

Samir mencoba menjelaskan lebih dulu. “Nona Lili, sedang tidak baik-baik saja. Aku hanya membantunya ke ruang makeup.”

Diaz mengerutkan kening, tidak mengatakan apa-apa. Namun, ada sesuatu di matanya—entah itu kekhawatiran atau rasa tidak suka—yang jelas terlihat.

“Nona Lili,” panggil Diaz akhirnya, suaranya terdengar datar tapi tajam. “Apa yang terjadi?”

Lili menatap Diaz sejenak, namun dengan cepat mengalihkan pandangannya. “Tidak ada apa-apa. Aku hanya perlu merapikan diri.”

Diaz tetap berdiri di tempatnya, tidak bergerak sedikit pun. Tatapannya masih terkunci pada Samir yang memegang bahu Lili.

“Kalau begitu...," ucap Diaz

Lili membayangkan ucapan Diaz berikutnya, 'Kalau begitu biar aku saja yang bawa Lili ke ruang makeup. Kau pergi saja, Samir.'

"Hati-hati, Samir. Kau tahu siapa dia," lanjut Diaz. Sebuah kalimat di luar dugaan Lili.

"Pastinya, kawan. Dia Nona Lili, rekan bisnis sekaligus tim kita dalam proyek TPU. Kita harus memperlakukannya dengan baik. Bukan begitu?"

Dia menepuk bahu Samir. "Bagus. Kau memang sahabat sekaligus rekan bisnis yang bisa diandalkan," ucap Diaz.

Kemudian Diaz pergi dari sana. Dan itu membuat hati Lili merasa ada yang patah. Tapi, pantaskah merasakan kecewa itu? Siapa dia di mata Diaz?

Bersambung...

1
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
aduh lili kasian Diaz tuh kamu harus segera menjadi Leri sebelum Diaz menikah
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
emang enak
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
sabar lili
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
Diaz mau pilih yg mana tuhbsepatu Uda cocok untuk lili
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya selalu 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
wah tambah seru nih kayaky
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
lili emang jodohmu Diaz
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
semoga sepatu nya cocok dengan lili
LISA
Aq mampir Kak
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
Monica sombong banget belum tahu aja lili anak siapa sekarangg
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
Diaz mending lili dulu yg disuruh pake sepatu kaca nya
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!