Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 35
Saat mataku terbangun, kulihat matahari sudah mulai terbenam. Perutku sudah keroncongan. Roy tak ada di sana. Saat aku ingin turun dari ranjang kulihat tubuhku polos. Bajuku berserakan di lantai tak berbentuk lagi.
Kuraih ponselku, ada banyak WA masuk. Beberapa dari teman sekamar juga dari rekan kerjaku di Gorontalo yang sama-sama mengikuti acara ini.
" Dar, nanti malam ada penutupan. Kita akan menampilkan perfom bakat masing-masing. Dari setiap cabang dipilih satu peserta. Kami sudah sepakat kamu yang ikut. Sudah didaftarkan, kamu jago nyanyi kan?. Ibu ADH sudah menunjuk kamu. "
Hari sudah menjelang sore, sebentar lagi acara akan dimulai dan aku tak ada persiapan apapun. Tak lama puntu terbuka. Roy masuk dengan dua paper bag di tangannya.
“ Ayo makan dulu Dar, ini “ sambil menyerahkan salah satu paper bag untukku.
“ Bagaimana caranya aku makan dalam keadaan seperti ini Roy? “ aku cemberut dan masih membungkus tubuhku dengan selimut tebal.
" Hahaha.... ga papa , ini baju gantinya. Sorry aku tadi merusak baju kamu" sambil membelai bahu telanjangku Roy mengedipkan matanya.
Aku mendengus dan berlalu berjalan ke kamar dengan membungkus tubuhku pakai selimut. Tubuhku terasa lengket, kubersihkan seluruh tubuhku.
Saat keluar kamar mandi, Roy menungguku di depan pintu sambil memainkan Ponselku. Lalu aku segera merebut HP itu.
" ngapain sih ga sopan pegang-pegang HP orang "
" ckckckckc...... Dara.. Tubuh kamu aja udah aku pegang kok. Oh ya makan dulu ya, aku sudah belikan makanan kesukaanmu. Sejak pagi kamu belum makan. "
Kulihat hanya ada satu kotak makanan.
“ Kamu ga makan ? Kok cuma beli satu? “
“ Nanti kamu yang aku makan “ Roy sambil tersenyum menyeringai menatapku.
Aku melotot.
Saat aku hampir selesai makan, Roy menuju ke kamar mandi.
Aku segera bergegas meletakkan sisa makananku, menyambar tas dan Ponselku di atas meja lalu berlari ke arah pintu.
" Mau pergi lagi Dara? " Roy tiba-tiba keluar dari kamar mandi tampak sangat emosi melihatku sudah di depan pintu. Aku diam, tak berani menjawab.
" Apa 3 tahun tidak cukup untuk menyembuhkan sakit hatimu Dar? " Apa meninggalkanku disaat aku terpuruk kehilangan mama dan anakku yang bahkan tak sempat aku lihat wajahnya tak cukup untuk menghukumku? “
Roy mendekat dan menyudutkanku.
" Tiga tahun aku memberimu waktu dan ruang untuk menyembuhkan luka atas keegoisanku, tetapi saat aku menemukanmu, kamu akan pergi lagi secara diam-diam tanpa mengucapkan apapun padaku? Lalu apa yang telah kita lakukan tadi tidak berarti untukmu? Hmmm? " Roy mencengkram kedua bahuku dengan kuat memaksa untuk menatapku yang penuh amarah. Aku tak bisa berkutik, aku hanya menangis dalam diam.
" Aku hanya tak ingin pacarmu akan salah paham terhadap kita " lalu aku menunduk lagi tak berani menatapnya.
"Kenapa kau hanya peduli dengan kata-kata orang lain Dar? Kau bahkan tak memberiku kesempatan untuk menjelaskan kepadamu. Kau pergi begitu saja. "
" Tiga tahun lalu hanya karena Rina mengangkat telpon darimu dan mengatakan kalimat-kalimat omong kosong lalu kamu mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan aku. Kau memang tak menghargai aku Dar. "
" Aku pikir keputusanku adalah terbaik untuk kita semua, untuk aku, untuk kamu dan juga Rina. "
" Itu menurutmu Dara, lalu kamu pergi menghilang karena kesalahpahaman itu, pergi jauh dengan waktu yang sangat lama. Apa kamu tahu bagaimana aku bertahan selama ini sejak kepergianmu Dara?" Matanya berkaca-kaca. Mukanya sangat merah penuh amarah dan kesedihan.
" Aku berkali-kali menyalahkan diriku sendiri atas apa yang menimpa pada keluargaku. Kepercayaanmu padaku selama ini hilang entah kemana. Apakah cintamu selemah itu Dara, sehingga untuk mempercayai aku kamu sudah tak mau lagi." lanjut Roy masih dengan menahan air matanya.
Aku tak menjawab atau mengelak sedikitpun tuduhan Roy. Diam.
" Aku sudah tidak mengerti jalan pikiranmu Dara, kamu mengatakan sangat mencintaiku. Tapi kamu justru meninggalkanku di saat aku membutuhkanmu Dara. Kamu tak tau sebesar apa penderitaanku setelah kamu pergi? "
" Maafkan Aku Roy. Aku tau aku salah, tapi percayalah aku melakukan ini untuk kamu."
" Bullshit. Kamu egois. Jika memang seperti itu, lalu kenapa kamu bisa bertemu Eko di sini? Apa kamu pergi dariku pada saat itu bersamanya? "
"Tidak. Itu hanya kebetulan Roy. Akupun tak tau akan bertemu Eko di sini. Aku sudah berusaha menghindarinya" aku mengelak atas tuduhan Roy.
" Bohong kamu. Kamu tak pernah memikirkan perasaanku Dara. Aku merasa dibodohi oleh Eko. Sekarang pergilah. Aku tau kamu ingin segera pergi untuk menemuinya kan. Pergilah. "
" Roy maafkan aku. Aku harus segera pergi. teman-temanku sudah menungguku. " sambil menangis aku meninggalkan kamarnya.
Aku segera memperbaiki penampilanku sebelum masuk kamarku. Meski tak bisa menutupi sisa-sisa air mataku.
Dikamar sudah ada Alin yang sedang berdandan untuk persiapan.
" Dara, cepat siap-siap. Acaranya stengah jam lagi" untunglah Alin tak memperhatikan keadaanku saat masuk kamr. Dia terlalu sibuk berdandan.
Perform Alin sangat bagus, dia menampilkan dance dan bernyanyi. Sedang aku hanya bisa memainkan gitar dan bernyanyi. Aku melihat ada Roy diantara para penonton. Aku menyanyikan lagu Ade Govinda, Masing-masing.
Tapi aku
Letih juga
Lebih baik
Kita masing masing
Pernah sesayang itu pernah
Pernah secinta itu pernah
Pernah sedalam itu
Tapi itu dulu
Sebelum ada hati lain
Pernah berjuang itu pernah
Pernah terjatuh juga pernah
Pernah bersama kita
Tapi itu dulu
Pada akhirnya pisah juga
Aku tak kau anggap pada cerita
Aku tak kau anggap pada derita
Tapi kamu berlaku bagai pemilik ragaku
Tapi aku letih juga
Lebih baik kita masing masing
Pernah sesakit ini pernah
Tapi kamu yang paling sakit
Walau rasaku ini sakit tak berdarah
Apa rasanya jadi aku
Aku tak kau anggap pada cerita
Aku tak kau anggap pada derita
Tapi kamu berlaku bagai pemilik ragaku
Tapi aku letih juga
Aku tak kau anggap pada cerita
Aku tak kau anggap pada derita
Tapi kamu berlaku bagai pemilik ragaku
Tapi aku letih juga
Lebih baik kita masing masing
Tapi aku letih juga lebih baik kita masing masing
Aku bernyanyi dengan sendu hingga air mataku jatuh. Petikan gitarku mengiringi suaraku. Beberapa pendukungku bersorak sambil menyemangati.
Kulihat Roy yang duduk paling belakang menatapku dengan sedih. Lalu beranjak meninggalkan ballroom hotel tempat acara.
Eko yang masih ada diantara para jajaran petinggi-petinggi sangat sibuk berbincang dengan para manager. Hari terakhir kegiatan seluruh Kepala Cabang diundang menghadiri kegiatan, termasuk pak Henry.
Turun dari panggung teman-teman rekan dari Gorontalo sudah menyambutku dan memberi ucapan selamat. Eko mendekat menyalami sambil membawa bucket bunga mawar. Aku takut Roy akan semakin salah paham lagi jika aku menerimanya namun jika aku menolak apa kata teman-teman.
