Bacin Haris seseorang mencari ibunya yang hilang di dunia lain yang disebut sebagai Black World. Dunia itu penuh dengan kengerian entitas yang sangat jahat dan berbahaya. Disana Bacin mengetahui bahwa dia adalah seorang Disgrace, orang hina yang memiliki kekuatan keabadian. Bagaimana Perjalanan Bacin didunia mengerikan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emak Tolong Aku Mak
Bulu kuduknya berdiri seketika. Sebuah bunyi tek yang tajam dan mengerikan terdengar di telinganya, diikuti oleh rasa sakit yang menusuk. Lehernya terasa patah. Tawa wanita itu menggema, tawa yang mengerikan, terdistorsi, memainkan simfoni kegelapan yang mengerikan. Kemudian… kegelapan. Bacin tersentak bangun.
Ia terduduk di tanah, nafasnya memburu, keringat dingin membasahi tubuhnya. Di sekelilingnya, masih kabut gelap yang sama, reruntuhan yang sama. Ia masih berada di ruangan yang sama. Mimpi buruk itu—nyata dan mengerikan—hanyalah mimpi. Namun, rasa takut yang tersisa masih begitu kuat, masih bergema di hatinya, mengingatkannya akan kengerian yang hampir menjadi kenyataan.
Bacin berpikir keras. Kelelahan, kurang tidur karena bekerja semalaman, mungkin itu penyebab mimpi buruknya. Makhluk mengerikan itu hanyalah hasil dari imajinasinya yang terlalu lelah. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri, menutup matanya sejenak untuk menenangkan debar jantungnya yang masih berdetak kencang.
Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara dingin dan lembap mengisi paru-parunya. Setelah beberapa saat, ketenangan mulai kembali. Tekad yang membara kembali menyala dalam dirinya. Ibunya… ia harus menemukan ibunya.
Dengan tekad yang baru ditempa, Bacin bangkit berdiri. Ia mulai menjelajahi reruntuhan bangunan-bangunan kota yang terpencil dan sunyi ini, kota yang diselimuti kabut tebal dan misterius. Setiap langkahnya diiringi oleh kehati-hatian, setiap indranya bekerja keras untuk mendeteksi bahaya yang mungkin mengintai di balik kabut dan reruntuhan. Kota hantu ini menyimpan rahasia yang harus ia ungkap, dan ia akan terus maju, meskipun ketakutan masih bersemayam di lubuk hatinya.
Tanah bergetar hebat, debu beterbangan memenuhi udara dingin yang lembap. Getarannya bukan getaran biasa, melainkan guncangan yang terasa hingga ke tulang sumsum Bacin. Ia berhenti, jantungnya berdebar-debar semakin cepat. Di kejauhan, samar-samar di balik selubung kabut pekat yang menyelimuti kota reruntuhan ini, sesuatu yang sangat besar tampak bergerak. Sesosok bayangan hitam pekat, sangat tinggi menjulang, berbentuk humanoid namun mengerikan. Bacin dapat melihatnya dengan jelas sekarang.
Itu adalah raksasa, tubuhnya diselimuti bulu-bulu hitam yang lebat dan kusut, taring-taringnya yang panjang dan tajam menyembul dari mulutnya yang menganga. Wajahnya, jika dapat disebut wajah, adalah sebuah gambaran mengerikan yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Ketakutan yang jauh lebih dalam dari sebelumnya membanjirinya. Ini bukan sekadar mimpi buruk lagi. Ini nyata. Bacin berlari, naluri bertahan hidup mendorong kakinya bergerak secepat mungkin.
Ia mencari perlindungan, matanya liar mencari tempat persembunyian di antara reruntuhan bangunan-bangunan yang sudah hancur. Di dekatnya, ia melihat sebuah meja besar dari batu, sebagian masih utuh, tergeletak miring di antara puing-puing. Tanpa ragu, ia berlari ke arahnya dan merangkak di bawahnya, mengharapkan perlindungan yang sangat minim dari meja batu itu. Debunya yang berterbangan menghalangi pandangannya, tapi ia masih dapat mendengar suara langkah kaki raksasa itu, suara gemuruh yang mengguncang tanah dan menggetarkan dadanya. Suara itu semakin dekat. Udara menjadi semakin dingin, terasa seperti nafas maut yang menghembus di lehernya.
Bacin menahan napasnya, tubuhnya menegang, menunggu, berharap ia tidak akan ditemukan. Kegelapan, bau tanah lembap, dan aroma busuk yang tak dikenal memenuhi rongga hidungnya. Detak jantungnya bergema di telinganya, keras dan mengalahkan segala suara lain. Raksasa itu semakin dekat.
Kaki raksasa itu berhenti tepat di depan meja batu tempat Bacin bersembunyi. Bau busuk yang menyengat memenuhi udara, terasa seperti aroma bangkai yang membusuk. Makhluk itu mengendus-endus, seakan mencium keberadaan Bacin di bawah meja. Bacin menahan napasnya, dadanya terasa sesak, tubuhnya gemetar hebat. Ia tidak berani bernapas, tidak berani bergerak sedikit pun.
Beberapa menit berlalu, terasa seperti bertahun-tahun lamanya. Ketegangan mencapai puncaknya. Kemudian, perlahan, makhluk itu bergerak maju, melangkah dengan suara gemuruh yang menggetarkan bumi. Langkah demi langkah, raksasa itu menjauh. Akhirnya, setelah apa yang terasa seperti sebuah abad, makhluk itu hilang dari pandangan.
Bacin, dengan napas terengah-engah, akhirnya bisa bernapas lega. "Haaah…" Udara terasa begitu segar, begitu berharga setelah ia menahan napas begitu lama. Tetapi kelegaan itu hanya berlangsung sesaat. Langkah kaki raksasa itu berhenti. Kepala besar dan mengerikan itu menunduk, menatap tepat ke arahnya dari balik meja.
Tanpa ragu, tanpa berpikir panjang, Bacin bangkit dan berlari. Instingnya, naluri bertahan hidupnya, membimbing langkah kakinya. Di belakangnya, suara langkah kaki raksasa itu kembali bergemuruh, mengejarnya dengan kecepatan yang mengerikan.
Bacin berlari secepat yang ia mampu, setiap otot dan sendi dalam tubuhnya bekerja keras. Latihan-latihan berat selama menjadi polisi kini membantunya, memberikannya kekuatan dan daya tahan yang dibutuhkan. Ia berlari melewati reruntuhan bangunan-bangunan yang hancur, melompat melewati lubang-lubang dan puing-puing yang berserakan seperti tikus yang menghindari jebakan. Raksasa hitam itu mengejarnya dengan langkah-langkah yang menggetarkan tanah.
Beberapa kali, makhluk itu menabrak reruntuhan bangunan, membuat batu-batu dan debu beterbangan. Namun, Bacin terus berlari, tekadnya tak pernah padam. Di tengah reruntuhan yang sunyi dan mencekam itu, sesuatu yang tak terduga muncul di hadapannya: sebuah hotel. Berbeda dengan bangunan lain di sekitarnya yang hancur lebur, hotel ini tampak utuh, bersih, dan terawat dengan baik.
Tanpa ragu, Bacin menerobos pintu masuk hotel tersebut, jantungnya berdebar kencang. Ia melesat masuk ke dalam lobi hotel yang remang-remang, mencari tempat perlindungan. Di belakangnya, suara gemuruh langkah kaki raksasa itu semakin menjauh. Akhirnya, monster itu berhenti mengejar dan berbalik arah.
Bacin terduduk lemas di lantai, menghela napas lega. Napasnya terengah-engah, tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin. Keheningan mencekam di sekitarnya, hanya diiringi suara napasnya sendiri yang masih memburu. Ia telah berhasil lolos dari maut, untuk saat ini.
“Selamat datang di Hotel Kesialan,” sebuah suara halus memecah kesunyian. Bacin tersentak, menoleh ke sumber suara. Seorang wanita cantik berdiri di dekatnya, wajahnya terlihat lembut namun matanya memancarkan sesuatu yang misterius. Ia tampak seperti manusia biasa, namun aura aneh mengelilinginya. Dengan ragu-ragu, Bacin bertanya, “Kau… manusia?” Wanita itu tersenyum, senyum yang sedikit menyeramkan. “Bisa dibilang begitu,” jawabnya, suaranya merdu namun dingin, “Tapi lebih tepatnya, aku adalah Disgrace.” Bacin mengerutkan kening. “Disgrace? Apa itu?”
Wanita itu menghela napas panjang, seolah-olah menceritakan sesuatu yang sudah lama ia pendam. “Kami adalah makhluk hina. Kami hidup berdampingan, di antara dunia orang hidup dan dunia orang mati. Kami adalah penghubung, saksi bisu dari semua penderitaan dan kesengsaraan.” Penjelasan wanita itu membuat Bacin semakin bingung. Seakan wanita ini berhalusinasi, menjawab asal-asalan. Ia mencoba untuk mencerna informasi yang baru saja didengarnya. “Dunia… apa ini?” tanyanya, suaranya bergetar.
Wanita itu kembali tersenyum, senyum yang sama, dingin dan misterius. “Ini Black World.”