Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Kesal
"Paijo!", di dalam kamar, Rena telungkup membenamkan wajahnya ke bantal dan berteriak sekencang-kencangnya.
Puas melampiaskan kekesalan, gadis itu segera terlentang karena kehabisan nafas, memandang langit-langit kamar. Ia terngiang ucapan pak Raka dan tanggapan Jojo yang sama-sama tak berperasaan menurut Rena.
Tanpa sadar, air mata membasahi kedua matanya. Ia pun segera mengusap air matanya, duduk di tepi ranjang dan mengambil ponselnya.
"Dear, apa kamu tidak mencintaiku dan hanya menganggap perasaanku ini mainan belaka?", tulis Rena.
Ia menunggu balasan Jojo yang seharusnya sudah tiba di rumah sedari tadi.
"Iih, kok ngga dibales sih?", tulis Rena lagi, tidak sabar mendapat jawaban Jojo. Hatinya benar-benar gusar setelah bertemu pak Raka hari ini. Seakan-akan harapannya dipaksa untuk lenyap hanya berdasarkan penilaian masakan.
"Dasar egois!", gumam Rena mengingat pernyataan pak Raka dan Jojo yang terkesan acuh tak acuh.
"Aku baru selesai sholat nih", balas Jojo, belum menjawab pertanyaan Rena.
"Jawab pertanyaanku Paijo!", tulis Rena yang emosi. Namun, lagi-lagi Jojo tidak segera menjawab.
"Hufh", jengkel Rena hendak membanting ponselnya, namun ia urungkan karena ini ponsel satu-satunya dan belum juga gajian.
Setelah lelah menunggu hampir satu jam, Rena melempar ponselnya ke ranjang dan berjalan ke dapur, hendak melampiaskan emosi dengan makan.
"Kamu kenapa lagi sih? Kayaknya tadi pagi seneng banget dijemput Jojo. Sekarang kayak nenek-nenek kehilangan gigi palsu", goda Rafael yang sedang makan di dapur.
"Ngga lucu!", protes Rena sembari mengambil buah apel dan susu coklat dari lemari pendingin.
"Eh, bahaya nih", lirih Rafael segera pergi membawa piringnya ke ruang tamu. Ia tahu kalau Rena seperti ini, akan ada tragedi piring terbang kalau terus digoda.
"Dasar kaku kayak batu! Ngga bapak nggak anak sama aja, batu!", gerutu Rena sembari mengunyah apelnya dengan kasar.
Gadis itu segera menghabiskan satu apel berbobot 2,5 ons itu dalam sekejap. Ia pun meminum susu coklatnya dan melempar kemasan kosongnya ke tempat sampah.
Rena yang belum puas melampiaskan emosinya, segera mengambil apel lainnya dan terus mengunyah. Entah berapa buah yang telah ia habiskan hingga bu Sri menghampirinya.
"Kamu kenapa sih Na?", tanya bu Sri sembari mengusap rambut Rena. Nampak gadis itu terkejut, tidak menyadari kedatangan ibunya. Tanpa menjawab, Rena yang tengah duduk, memeluk perut ibunya dan menangis, meluapkan emosi dan beban pikirannya.
Bu Sri tidak bertanya apapun dan membiarkan putrinya menangis sampai reda dengan sendirinya.
"Sudah selesai? Kamu kenapa?", tanya bu Sri setelah Rena selesai menangis dan mengusap sisa air matanya.
"Aku gagal buk, nilaiku cuma 5", ujar Rena dengan wajah sendu. Bu Sri tidak langsung menanggapi. Ia memeluk kepala Rena, mengusapnya lembut dan perlahan.
"Bahkan bayi pun harus belajar berdiri dan berlari Na. Sudah bagus kamu dapat nilai 5 di percobaan pertamamu hari ini", tanggap bu Sri dengan nada bangga.
"Tapi, minggu depan aku harus memasak itu lagi ditambah coto makassar. Belum lagi, bapaknya si batu yang memang sama-sama batu, mengharuskan aku mendapat skor 7", keluh Rena.
"Bapak si batu?", heran bu Sri.
"Itu loh buk, pak Raka dan Paijo. Mereka sama-sama batu yang keras dan kaku", ungkap Rena.
"Hus, itu kan calon suami dan mertuamu. Kalau mereka batu, kamu kok mau nikah sama batu?", kelakar bu Sri agar Rena tidak lagi bersedih.
"Entah lah buk. Kenapa juga aku harus jatuh cinta sama cowo batu yang dingin seperti Paijo itu?", tanggap Rena mempertanyakan motifnya sendiri.
"Ya mana ibu tahu. Toh kalau kamu mau, tinggal terima lamaran bos Abdul. Sudah hangat, ramah, baik hati, mapan, lumayan ganteng juga", ujar bu Sri, kembali mengungkit bos Rena.
"Ih ogah ah. Mending jomblo", sahut Rena bergidik.
"Hus, ngga boleh gitu. Masak mau jadi perawan tua?", heran bu Sri atas ucapan Rena, khawatir menjadi kenyataan.
Gadis itu hanya kembali mengunyah apelnya tanpa menjawab lagi. Bu Sri tak lagi menanyai dan pergi ke kamar, memberi ruang untuk putrinya berpikir.
"Apa aku putuskan saja ya hubungan ini? Tapi", gumam Rena yang tiba-tiba teringat wajah Salsa. Seketika, ia mengepalkan tangan dan meremas sisa apelnya hingga hancur.
"Kalau kulepas, pasti Salsa menari bahagia dan mengambil Jojo saat itu juga", batin Rena merasa tidak rela. Ia telah memperjuangkan hubungan ini cukup lama. Hanya karena gagal memasak lantas hubungan kandas, jelas ia tak bersedia.
"Iih, Paijo! Bikin kesel aja. Kenapa sih kamu harus hadir dan menolongku waktu itu?", batin Rena. Ia ingat benar saat itu terluka cukup parah dan jatuh cinta pada pandangan pertama pada pahlawan tampan yang mengobatinya.
"Uuuh!", dengus Rena sembari menjambak rambutnya sendiri. Bingung harus bagaimana.
Ia pun pergi ke kamar setelah membersihkan sisa makanan di meja.
"Semoga Alya bisa kuajak keluar", batin Rena sembari mengetik pesan untuk ketemuan dengan sahabatnya.
Di kediaman pak Raka, bu Hana berbincang dengan suaminya secara pribadi.
"Ayah, kenapa ayah keras sekali kepada Rena tadi? Kan dia sudah belajar dan masakannya masih lumayan", ungkap perempuan yang terpaut 3 tahun lebih muda dibanding pak Raka itu.
"Ngga ada apa-apa. Aku hanya ingin melihat mentalitas calon menantuku. Kalau hanya dengan hal ini ia mundur, jelas ia tidak cocok mendampingi Jojo.
Kamu tahu sendiri, putramu itu dikelilingi banyak perempuan. Kalau menantuku mudah cemburu dan overthinking, apa jadinya mereka nanti", jelas pak Raka masuk akal.
"Namanya perempuan Yah, wajar kalau overthinking dan cemburuan. Aku juga gitu dulu. Nyatanya, sekarang kita masih bersama", sanggah bu Hana.
"Aku dan putramu beda. Lihat wajahnya, mewarisi keindahan wajahmu. Aku dulu juga tidak punya banyak penggemar seperti dia", ujar pak Raka tanpa ekspresi.
"Huh, sama sih dengan ayahnya. Dingin dan kaku meski wajahnya mirip denganku", balas bu Hana.
Mereka pun terdiam beberapa saat, layaknya pasangan muda kehabisan topik pembicaraan.
"Lalu, kalau nanti Rena ngga bisa mencapai skor 7, apa yang akan Ayah lakukan?", bu Hana penasaran.
"Itu tergantung kondisi nanti", singkat pak Raka semakin membuat bu Hana penasaran.
"Tergantung? Maksud ayah?", bu Hana tak bisa menunggu lama hingga pekan depan.
"Hufh, ya bagaimana gadis itu bisa bersikap. Kemauannya belajar, kegigihannya sampai akhir, kemauannya menerima kritik dan bagaimana dia mau berusaha memperbaiki diri. Itu poin pentingnya.
Beda dengan kamu, primadona yang berhasil kutaklukkan. Bahkan kamu malah punya skil profesional memasak", jelas pak Raka membuat istrinya tersipu dan menganggukkan kepala.
"Lalu, kalau Rena ngga bisa sesuai harapan Ayah, bagaimana?", nampak bu Hana masih penasaran.
"Kita lihat saja nanti. Untuk apa dipikir sekarang", sahut pak Raka, terdengar begitu santai.