Kota Toagi terbagi menjadi lima wilayah, masing-masing dikuasai oleh kekuatan yang berbeda. Di timur, SMA Oyama memegang kendali, dikenal sebagai sarang para berandalan. Di barat, Geng Hakkai memerintah. SMA Mishima di selatan dan SMA Tokuji di utara terus-menerus bersaing untuk memperluas pengaruh mereka. Di tengah semua wilayah ini, terdapat daerah netral yang dikuasai oleh Geng Takagawa, menjaga keseimbangan rapuh di kota tersebut.
Kaito Takeda, seorang siswa baru di SMA Oyama, datang dengan ambisi besar. Dia ingin menyatukan sekolah yang terpecah belah ini dan membawa semua berandalan di bawah satu bendera. Namun, untuk mencapai tujuannya, Kaito harus menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam SMA Oyama maupun dari geng-geng lain yang tidak akan menyerahkan wilayah mereka begitu saja.
Pertarungan sengit, pengkhianatan, dan aliansi yang tak terduga menjadi bagian dari perjuangan Kaito untuk menguasai Tahta Oyama dan menyatukan Toagi dalam satu kekuatan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pralam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siap-Siap untuk Bertarung
Ryuki menaiki tangga menuju atap sekolah, berharap menemukan tempat yang tenang untuk tidur setelah hari yang panjang. Ia berpikir bahwa atap sekolah mungkin satu-satunya tempat sunyi di SMA Oyama yang penuh kekerasan ini. Namun, begitu pintu menuju atap terbuka, kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
Sekelompok murid sudah berkumpul di sana, terlihat bercanda dan tertawa, seolah atap itu adalah wilayah kekuasaan mereka. Di tengah-tengah kelumpok itu, duduk seorang pemimpin yang tampak santai namun penuh percaya diri—Fujiwara Teru, salah satu pemimpin fraksi kelas satu.
Tanpa menggubris keberadaan kelumpok itu, Ryuki hanya berjalan melintasi mereka sambil menguap, dengan satu tujuan di pikirannya: menemukan tempat untuk tidur. Para anggota fraksi yang melihat Ryuki berjalan begitu saja, tanpa rasa takut, merasa tersinggung.
“Hei, ada urusan apa lu di sini?” salah satu dari mereka bertanya dengan nada meremehkan.
Namun, Ryuki sama sekali tidak menanggapi. Dia hanya terus mencari sudut yang nyaman untuk merebahkan dirinya. Tidak ingin memperpanjang urusan yang tidak penting, Ryuki berpikir mereka hanyalah sekelumpok anak kelas satu yang sedang berlagak.
Fujiwara Teru, yang menyaksikan itu dari tempat duduknya, menatap Ryuki dengan mata penuh rasa penasaran. "Hei, lu kelihatan cukup kuat," ujar Teru dengan nada tenang. "Gimana kalau lu gabung sama fraksi gua? Kami yang kuasain atap ini, dan kalau lu bergabung, kita bisa jadi lebih kuat."
Ryuki hanya berhenti sejenak, menatap Teru dengan tatapan malas. "gua nggak tertarik sama fraksi atau kekuasaan. gua cuma mau tidur."
Para anggota fraksi merasa tersinggung dengan jawaban Ryuki. Salah seorang dari mereka maju dengan wajah marah. "lu pikir lu bisa dateng ke sini dan ngelakuin apa yang lu mau tanpa izin? Ini wilayah kami, brengsek!"
Ryuki akhirnya memutar bola matanya, dan dengan suara datar bertanya, "Kalian kelas satu?"
“Ya, kelas satu. Dan lu harus—”
Sebelum si murid sempat menyelesaikan kalimatnya, Ryuki langsung mengayunkan pukulannya tanpa basa-basi. Tinju kerasnya menghantam murid itu tepat di wajah, membuatnya terjatuh dengan keras ke lantai.
"Harusnya kalian lebih hormat sama senior kalian, brengsek!" seru Ryuki dengan nada marah, sambil menatap sisa anggota fraksi.
Para anggota fraksi yang melihat temannya terjatuh langsung marah dan mulai mengepung Ryuki. Tanpa ragu, mereka menyerang bersamaan, namun Ryuki sudah siap. Dia mulai bertarung melawan mereka, menghantam dan menendang dengan kekuatan yang brutal. Satu per satu, mereka tersungkur, tetapi jumlah mereka yang banyak mulai membuat Ryuki sedikit kewalahan.
Meski staminanya luar biasa, banyaknya lawan yang menyerang dari berbagai arah mulai menyulitkannya. Ryuki menepis beberapa pukulan, namun beberapa berhasil mendarat di tubuhnya. Namun, itu tidak cukup untuk menghentikan Ryuki yang tetap bertarung dengan penuh semangat.
Di tengah kekacauan, Fujiwara Teru hanya duduk menyaksikan pertarungan itu dengan senyum tipis. Dia tidak bergeming, bahkan saat para bawahannya mulai jatuh satu per satu. Setelah beberapa saat, dia akhirnya mengangkat tangan, memberi isyarat untuk menghentikan pertarungan.
"Berhenti!" perintah Teru, dan seketika, semua bawahannya mundur.
Ryuki yang masih berdiri tegak, meski kelelahan, mengangkat satu alisnya. "Kenapa lu nyuruh mereka mundur?"
Teru turun dari tempat duduknya dan perlahan berjalan menuju Ryuki, dengan senyum di wajahnya. "gua udah ngeliat cukup. lu kuat, gua akui itu. Tapi sekarang, gua sendiri yang akan maju. Kalau lu beneran mau tidur di atap ini, lu harus ngalahin gua dulu."
Ryuki menatap Teru dengan ekspresi datar, lalu mendengus pelan. "Serius? lu beneran mau berantem cuma gara-gara tempat tidur?"
Teru menyeringai. "Ini SMA Oyama, brengsek. Di sini, semuanya soal kekuatan. lu nggak bakal bisa dapetin apa pun tanpa bertarung."
Ryuki menghela napas panjang dan mengendurkan otot-ototnya. "Baiklah, kalau itu yang lu mau. Tapi gua nggak janji gua nggak bakal bikin lu nyesel."
Teru hanya tersenyum lebar, mengencangkan genggamannya, siap untuk bertarung. Anggota fraksinya yang lain menonton dari kejauhan dengan penuh antisipasi.
Udara di sekitar mereka terasa tegang. Dua orang yang sama-sama kuat, siap untuk saling menghajar. Ryuki dan Teru berdiri berhadapan di atap sekolah, dengan hanya satu hal yang jelas—pertarungan besar akan segera dimulai.
Dan begitulah, tanpa kata-kata lagi, keduanya bersiap untuk saling adu kekuatan.
